Kuasa Hukum Pertanyakan Intergritas KPK Terkait Kasus Suap DPRD Sumut

Kuasa Hukum Pertanyakan Intergritas KPK Terkait Kasus Suap DPRD Sumut
Rinto Maha dari Lazzaro Law Office (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Terkait kasus suap mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujonugroho, sebanyak 64 anggota DPRD Sumut telah menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka ada yang masih menjalani proses hukum dan ada pula yang telah divonis bersalah.

Namun kuasa hukum sejumlah anggota dewan dan mantan anggota DPRD Sumut, Rinto Maha, mempertanyakan integritas KPK. Pasalnya ada di antara anggota dewan yang terlibat terima suap sampai saat ini masih belum tersentuh hukum.

"Walau pun di dalam persidangan, seperti Evi Diana sudah mengakui telah menerima sejumlah uang suap sebagai tanda uang ketok untuk meluluskan anggaran di DPRD Sumut, tapi dia belum ditetapkan sebagai tersangka. Ada apa ini?" kata Rinto Maha dari Lazzaro Law Office kepada sejumlah wartawan di Medan, Selasa (18/5).

Rinto menyebut, semua sama di mata hukum, termasuk pada mantan anggota dewan lain yang tak tersentuh hukum, pengepul, dan penyandang dana suap Gatot juga harus jadi tersangka. Sebab, kasus ini sudah jelas dibuka terang benderang di depan majelis hakim pengadilan Tipikor di Medan.

"Kasus DPRD Sumut ada tiga poin yang saya garis bawahi. Satu, kasus ini ada konflik kepentingan. Kedua, ada kepentingan terselubung dari para terlapor, dan ketiga jelas-jelas Saut Situmorang membela Evia Diana dan Hamamizul Bashan," kata Rinto.

Lebih anehnya lagi, lanjutnya, para pengepul dan sponsor uang suap juga tidak dijatuhi hukuman apa-apa. Namun kliennya yang tidak mengakui menerima uang ketok di DPRD Sumut malah divonis bersalah.

"Kepada sponsornya juga dong. Yang mengumpulkan duit Rp61 miliar siapa?" katanya.

Rinto lantas membeberkan fakta persidangan yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di mana para sponsornya antara lain BS Rp5,1 miliar, AFL Rp45 miliar, RT dan H sebesar Rp11 miliar, dari ZK dan AN, lalu pengusaha E Rp5 miliar hingga pengusaha terkenal di Sumut inisial AS sumbang Rp5 miliar.

"Total, Rp 61 miliar. Tapi mereka tidak ditetapkan tersangka. Mereka gak jadi apa-apa. Bisa yang menerima jadi tersangka, tapi yang memberikan uang tidak tersentuh hukum," ucapnya.

Rinto menilai, terlihat ada konflik kepentingan dan tebang pilih siapa saja yang menjadi tersangka KPK.

"Jadi di sini kelihatan, di sini ada konflik kepentingan. Apa mau kita diam aja? KPK ini benar apa nggak. Ya, biar masyarakat tahu gitu loh. Saya ini ungkap dari pengalaman (fakta persidangan), bukan mengada-ada. Ya ini sudah kita laporkan tadi," beber Rinto.

Sebelumnya Rinto Maha sudah melaporkan Mantan komisioner dan Mantan Kasatgas KPK, masing-masing Saut Situmorang, Ambarita Damanik, dan Hendri N Christian dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK.

Laporan terkait penyalahgunaan wewenang berupa memasukkan keterangan/saksi palsu dan konflik kepentingan terkait penanganan kasus suap anggota DPRD Sumut dari Gatot Pujonugroho, dari tahun 2012-2015.

Diketahui pada 2019 lalu Evi Diana Sitorus, istri mantan Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi, menjadi saksi bersama dua mantan anggota DPRD Sumut lainnya, Zulkarnain alias Zul Jenggot dan Hamamisul Bahsan, pada sidang dengan Nomor Perkara: 2/Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst dengan agenda keterangan saksi dipimpin Ketua Majelis Hakim, Hariono SH MH bersama dua hakim anggota, Anggota Hastopo SH dan Anggita UGO SH serta jaksa dari KPK, Hendra.

Dalam kesaksiannya, mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar itu mengakui menerima uang ketok sebesar Rp127 juta dari mantan Bendahara DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah. Namun anehnya, Evi Diana juga tidak dijadikan tersangka oleh KPK.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi