Serikat Pekerja Pertamina UPms I Tolak Subholding Shipping

Serikat Pekerja Pertamina UPms I Tolak Subholding Shipping
Aksi Serikat Pekerja Pertamina UPms I menolak subholding shipping (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Menteri BUMN bersama Dirut PT Pertamina telah meresmikan Subholding Shipping atau Pertamina International Shipping pada 5 Mei 2021, dengan embel-embel "Integrated Marine Logistics".

Hal tersebut mendapat penolakan dari Serikat Pekerja Pertamina UPms I. Mereka menilai, hal tersebut membuktikan pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN dan Dirut Pertamina tidak serius menjalankan tugas dan tanggung jawab untuk memajukan bisnis Pertamina.

“Bahkan mereka terkesan main-main,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina UPms I, Rendy Saputra, Sabtu (5/6).

Diterangkan Rendy, pada 24 Juli 2020, saat menjelaskan tujuan pembentukan subholding, Dirut Pertamina, Nicke Widyawati menyebut, tujuan sebenarnya yaitu membuat perusahaan lebih fokus. Setiap subholding menangani proses bisnis yang fokus.

Subholding shipping ditugaskan untuk mengelola bisnis perkapalan dan pelayaran, yang mencakup perencanaan, chartering, operasional perkapalan serta armada. Sedangkan subholding lainnya, yaitu subholding Commercial & Trading (C&T) ditugaskan untuk mengelola bisnis pemasaran dan niaga (sesuai namanya) yang mencakup perencanaan, pemasaran, penjualan, trading, pemasokan dan distribusi, serta pengelolaan infrastruktur.

“Kedua subholding ini, Shipping dan C&T, memiliki fokus bisnis yang berbeda, dan jelas perbedaannya,” sebut Rendy.

Kemudian, pembentukan subholding juga merupakan jalan yang diambil untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) pada unit bisnis Pertamina. Menteri BUMN, Erick Tohir, dalam sambutannya pada RUPS Pertamina, 12 Juni 2020, mengatakan, target 2 tahun ke depan Nicke, Direktur Utama, bisa go public-kan 1-2 sub-holding.

“Jadi bagian transparansi, akuntabilitas supaya jelas. Bahkan pada saat peresmian subholding shipping, Beliau kembali menegaskan PIS akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun ini,” terang Rendy.

Disebutkan Rendy, dalam melakukan IPO, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian pada asset perusahaan yang dilakukan oleh penilai independen. Perusahaan juga menentukan target nilai valuasi asset dari perusahaan yang akan di-IPOkan.

Pada rencana IPO Subholding Shipping Pertamina, jika hanya mengandalkan bisnis perkapalan saja, nilai yang didapatkan belum mencapai target yang diharapkan. Maka bisnis PIS 'dikembangkan' dengan mencaplok bisnis Pertamina lainnya, yang selama ini ditugaskan kepada subholding lainnya.

Apa saja bisnis tambahan untuk PIS itu?

Diterangkan Rendy, pertama, pengelolaan terminal BBM dan LPG besar, yaitu Tanjung Uban, Tanjung Sekong, Terminal Refigerated Tuban (dalam tahap konstruksi), Kota Baru dan Baubau.

Sumber lainnya menunjukkan bahwa terminal yang telah dialihkan asetnya ke Pertamina International Shipping adalah Terminal Pulau Sambu, Terminal Uban, Terminal Tanjung Sekong, Terminal Kotabaru, dan Terminal Bau-Bau.

Pengelolaan terminal BBM dan LPG sebelumnya ditugaskan kepada subholding Commercial & Trading (C&T), dengan total lebih dari 120 terminal. Dengan pengalihan 5 terminal terbesarnya ke PIS, maka C&T nantinya hanya akan mengelola terminal yang skalanya kecil.

Bahkan, sebagian besarnya adalah terminal-terminal BBM yang berada di daerah remote dan biaya operasi per liter yang lebih tinggi. Di samping itu, pengalihan 5 terminal BBM & LPG ke PIS akan menyebabkan 2 subholding (C&T & PIS) melakukan kegiatan bisnis yang serupa, yaitu mengelola BBM di terminal.

“Sehingga tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan subholding, yaitu supaya masing-masing subholding fokus pada bisnisnya,” tuturnya.

Kedua, lanjut Rendy, pengalihan bisnis marine dari C&T ke PT. Pertamina Trans Kontinental (PTK) sebagai anak perusahaan dari PIS. Jika hanya melihat judulnya saja, yaitu bisnis marine, maka mungkin akan langsung setuju proses bisnis marine memang seharusnya berada di bawah PIS.

“Kita perlu mengetahui seluk-beluk bisnis marine ini. Selama ini fungsi Marine di Pertamina mengelola infrastruktur pelabuhan Terminal Khusus untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), kepelabuhanan, serta termasuk dalam tim Integrated Loss Control. Pengalihan proses bisnis marine ke PTK menimbulkan pertanyaan,” ucap Rendy.

Ketiga, adanya perubahan nomenklatur salah satu direksi PT Pertamina Internasional Shipping. Sebelumnya, perusahaan ini dinakhodai oleh seorang Chief Executive Officer (CEO) dan dibantu oleh enam orang direksi, yaitu Direktur Perencanaan Bisnis, Direktur Komersial, Direktur Operasi, Direktur Armada, Direktur Keuangan, dan Direktur SDM & Penunjang Bisnis.

Sejak 13 Juni 2020, Direktur Komersial PIS dijabat oleh AN. amun pada 6 Mei 2021, AN ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Jabatan yang ditinggalkan diisi oleh pejabat baru yang sebelumnya merupakan VP Sales & Marketing di PIS.

Diungkapkan Rendy, yang menarik dari perubahan ini adalah, pejabat baru tersebut diperkenalkan sebagai Direktur Niaga, bukan Direktur Komersial. Perubahan ini, bersamaan dengan pengalihan pengelolaan 6 terminal besar dari C&T ke PIS, menunjukkan PIS bukan hanya akan mengelola perkapalan saja, tapi juga akan masuk ke bisnis niaga, atau secara internasional dikenal dengan istilah “Trading”.

“Masuknya bisnis trading ke PIS tentunya akan meningkatkan value perusahaan secara signifikan, tepat yang dibutuhkan untuk mendukung IPO,” ungkapnya.

Apakah penempatan trading di PIS sudah tepat?

Diterangkan Rendy, bisnis niaga atau trading ini awalnya direncanakan akan dikelola oleh C&T. Hal itu yang dimaksud dengan Integrated Marine Logistics Company. Tidak hanya mengurusi perkapalan saja, namun juga beberapa bisnis lainnya, yang asalnya tidak berhubungan dengan perkapalan, dihubung-hubungkan, dikait-kaitkan, dialih kelolakan bahkan terkesan dipaksakan ke PIS hanya untuk meningkatkan value dari PIS, dalam rangka menuju IPO.

“Hal ini sudah bertentangan dengan tujuan awal untuk membuat subholding menjadi entitas yang fokus pada bisnis,” ungkapnya.

Disampaikan Rendy, mereka menilai proses yang terburu-buru ini menunjukkan perencanaan subholding sebagai jalan untuk IPO dan segala cara akan ditempuh untuk melakukan IPO, sekalipun bertentangan dengan tujuan kebijakan yang sudah disampaikan sebelumnya. Jika perlu, peraturan perusahaan atau bahkan regulasi akan bisa diubah untuk memuluskan jalan menuju IPO.

“Perlu diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia bahwasanya 5 dari 6 terminal BBM & LPG yang akan dialihkan dari C&T ke PIS merupakan gerbang impor BBM & LPG sekaligus terminal terbesar yang menjadi ketahanan stok nasional dan jantung pendistribusian BBM & LPG ke seluruh pelosok negeri,” Rendy menerangkan.

Dari semua hal di atas, Serikat Pekerja Pertamina UPms I menyatakan sikap sebagai berikut, menolak pembentukan Holding Sub Holding di Pertamina. Menolak peralihan bisnis marine ke PT. Pertamina Trans Kontinental.

Kemudian, menolak peralihan asset 6 Terminal BBM & LPG. Menolak rencana IPO Sub Holding Pertamina. SPP UPMS I mengultimatum Direktur Utama Pertamina, untuk menghentikan semua aksi korporasi yang berkaitan dengan 4 hal di atas demi menghormati proses hukum yang sedang berjalan atas Judicial Review UU No. 19 tahun 2003 di Mahkamah Konstitusi (Nomor Perkara 61/PUU-XVIII/2020) dan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Apabila Direktur Utama Pertamina tidak mengindahkan ultimatum SPP UPMS I, maka kami akan melakukan aksi-aksi industrial lainnya dengan skala yang lebih besar, sesuai ketentuan yang berlaku,” Rendy menandaskan.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi