Para pengurus lintas organisasi pers di Sumut berkonsolidasi membahas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang semakin marak belakangan ini (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kasus kekerasan terhadap jurnalis kian marak sepanjang 2021. Ada sejumlah kasus terjadi dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Sumatra Utara (Sumut). Bahkan ada yang sampai memakan korban jiwa.
Kekerasan terhadap jurnalis di Sumut menjadi sorotan penting bagi organisasi pers di Sumut. Sejumlah organisasi pers di Sumut pun bersatu membahas mitigasi soal kasus-kasus kekerasan yang ada di Sumut.
Konsolidasi digelar di Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Jalan Melinjo Raya, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Rabu (7/7). Kegiatan yang dikemas dalam diskusi ringan itu diikuti antara lain oleh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut, Ikatan Wartawan Online (IWO) dan sejumlah perwakilan jurnalis senior.
Dalam diskusi itu, para ketua organisasi pers memaparkan pandangannya terhadap kasus-kasus yang belakangan terjadi. Sejumlah poin penting dikemukakan mulai dari penyebab hingga mitigasi risiko terhadap potensi kekerasan.
Ketua PFI Medan, Rahmad Suryadi mengatakan, dalam menghadapi kasus-kasus kekerasan, peran organisasi pers begitu penting. Sehingga ada pengawalan atau pun advokasi kasus secara fokus terhadap korban.
Ke depan, kata Rahmad, konsolidasi organisasi pers juga harus semakin diperluas dengan melibatkan berbagai komunitas. Termasuk para organisasi non pemerintah yang bisa dilibatkan dalam upaya peningkatan kapasitas. Mulai dari pemahaman soal hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), hingga soal advokasi.
“Sehingga, proses pendampingan itu bisa maksimal dilakukan. Konsolidasi ini juga diharapkan bisa kembali mengangkat martabat jurnalis di tengah era demokrasi,” ujar Rahmad.
Dalam diskusi yang dikemas secara ringan itu, juga banyak membahas soal langkah-langkah mitigasi untuk meminimalisir potensi kriminalisasi terhadap jurnalis.
Ketua AJI Medan, Liston Damanik, mengatakan hal senada. Bagi AJI Medan, kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis harus menjadi isu bersama. Termasuk soal penanganannya.
“Harus ada diskusi rutin secara fokus untuk membahas kasus-kasus ini. Kita juga harus meningkatkan pemahaman soal keselamatan jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya,” kata Liston.
Ketua PWI Sumut, Hermansyah menjelaskan, peningkatan pemahaman adalah sebuah keharusan bagi seorang jurnalis. Sehingga, par jurnalis setidaknya bisa mengetahui akar masalah yang terjadi.
“Kita mendukung supaya pertemuan-pertemuan seperti ini bisa rutin dilakukan. Digilir saja di masing-masing organisasi. Ini juga jadi wadah silaturahmi kita antar organisasi pers,” ungkap Hermansyah.
Ketua IJTI Sumut, Budi Amin Tanjung, juga berpendapat sama. Harus ada penguatan konsolidasi antar organisasi pers di Sumut.
“Kasus-kasus kekerasan ini tidak bisa dianggap sepele. Memang itu merupakan bagian risiko pekerjaan. Tapi kita juga harus tau bagaimana penanganannya,” ungkap Budi.
Sejumlah jurnalis senior seperti Choking Susilo Sakeh, Mei Leandha dan lainnya juga memberikan pandangannya di dalam diskusi tersebut.
Choking berpesan, sebagai jurnalis tetap harus menjaga kode etik jurnalistik dan Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Jangan sampai, menjadi jurnalis malah hanya untuk mencari keuntungan pribadi saja.
“Ketika etika jurnalistik itu dijalankan, maka potensi-potensi untuk kriminalisasi ini semakin bisa diminimalisir. Sebagai jurnalis, harus bisa menjaga integritasnya,” ungkap Choking.
Para perwakilan organisasi lainnya juga memberikan pernyataan senada menyikapi kekerasan-kekerasan terhadap jurnalistik. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi tidak bisa hanya dianggap angin lalu.
Setiap organisasi pers harus memberikan desakan kepada stakeholder untuk mendorong kasus itu diselesaikan. Sehingga ada efek jera terhadap para pelakunya.
Ke depan, organisasi pers yang ada di Sumut juga akan membahas langkah-langkah lebih taktis dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.
(RZD)