Ilustrasi (Pixabay)
Analisadaily.com, Medan - Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli. HAN menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk menyadari anak adalah manusia yang di dalam dirinya melekat harkat dan martabat kemanusiaan.
Sebagian anak-anak di beberapa daerah di Indonesia saat ini menghadapi ancaman ganda selama pandemi Covid-19. Sebab, tren penularan Covid-19 terus mengintai anak-anak di luar rumah.
Untuk tetap berada di rumah saja juga tidak sepenuhnya aman. Data menunjukkan kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang-orang terdekat disinyalir terus meningkat selama di rumah.
“Tidak hanya Covid-19, kekerasan juga turut menyerang kesehatan mental anak-anak selama pandemi,” kata Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) OK Syahputra Harianda, dalam keterangan resmi, Jumat (23/7).
Data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, pada periode 1 Januari hingga 9 Juni 2021, terjadi 3.314 kasus kekerasan terhadap anak dengan 3.683 korban.
Untuk Sumatera Utara (Sumut) hingga 4 Februari 2021, data aplikasi Simfoni PPA milik Pemerintah Provinsi Sumut menunjukkan, jumlah korban kekerasan terhadap anak di Kota Medan mencapai angka 154 orang korban kekerasan.
Angka tersebut tertinggi dari 33 kabupaten/kota di Sumut, disusul Kabupaten Langkat dengan 97 kasus dan Padang Sidempuan dengan 96 kasus.
Melihat data di atas menjadi renungan bagi semua bahwa kekerasan terhadap anak tidak bisa ditolerir. Angka ini diyakini akan terus bertambah, mengingat situasi dan kondisi saat ini.
“Pandemi memaksa terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran, banyak karyawan yang dirumahkan, daya beli menurun, angka kemiskinan juga meningkat,” ucapnya.
Keadaan perekonomian keluarga yang menurun drastis di masa pandemi Covid-19, membuat hak anak akan pendidikan, gizi yang cukup, kesehatan, dan lain sebagainya menurun, bahkan terabaikan.
“Ini berakibat terjadinya tindak kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya yang dialami anak, dimanapun berada,” sebutnya.
Pemerintah dan pembuat keputusan lain memegang peran kunci di dalam perlindungan anak selama pandemi Covid-19, khususnya dalam memfasilitasi, mengawasi, dan mempromosikan kepentingan terbaik untuk anak-anak harus disinergikan satu sama lain.
“Jika keadaan ini dibiarkan, masa depan anak akan terabaikan,” terang OK, sapaan akrab.
OK mennyarankan, anak yang masih harus belajar dalam jaringan (daring) di rumah, harus didampingi, dan dibatasi penggunaan gawai serta akses internet.
Menggiatkan minat baca untuk anak, dan menyibukkan anak dengan kegiatan yang bermanfaat, mampu membentuk tumbuh kembang anak, semisal kegiatan keagamaan, olahraga, kegiatan seni, ketrampilan, dan lain sebagainya.
“Disinilah tanggung jawab orang tua dituntut lebih besar dalam mendidik anak. Kasih sayang, perhatian orang tua dan keluarga menjadi modal sangat berharga dalam mendidik anak,” tandasnya.
(RZD)