Seorang petugas kesehatan mengukur tekanan darah seorang pasien di zona Covid-19 sebuah rumah sakit di Atizapan, Meksiko, pada 22 Mei 2020. (AFP/Pedro Pardo)
Analisadaily.com, Jenewa - Hampir 1.3 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi dan itu sering didorong oleh obesitas yang meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal.
Hipertensi dapat dengan mudah didiagnosis dengan memantau tekanan darah, dan diobati dengan obat-obatan murah, tetapi setengah dari orang-orang yang terkena dampak tidak menyadari kondisi mereka yang tidak diobati.
Hal itu disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Imperial College London dalam sebuah studi bersama yang diterbitkan di The Lancet.
Sementara tingkat hipertensi telah berubah sedikit dalam 30 tahun, beban kasus telah bergeser ke negara-negara berpenghasilan rendah karena negara-negara kaya sebagian besar telah mengendalikannya.
"Ini jauh dari kondisi kemakmuran, ini kondisi kemiskinan," kata Majid Ezzati dilansir dari Channel News Asia, Rabu (25/8).
"Banyak bagian Afrika sub-Sahara, sebagian Asia Selatan, beberapa negara kepulauan Pasifik, mereka masih belum mendapatkan perawatan yang dibutuhkan," kata profesor kesehatan lingkungan global di Imperial College London itu.
Menurut WHO, ekitar 17.9 juta orang meninggal pada 2019 karena penyakit kardiovaskular, terhitung satu dari tiga kematian global, dengan hipertensi sebagai faktor utama.
“Kita tahu pengobatannya murah, obatnya murah. Tapi perlu dimasukkan ke UHC (universal health coverage) jadi ini bukan biaya bagi pasien, harus ditanggung oleh sistem asuransi," kata Direktur departemen penyakit tidak menular WHO, Bente Mikkelsen.
(CSP)