Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Nuke Pudjiastuti berbicara dalam Webinar Goes to The 4th Southeast Asian Studies in Asia (SEASIA) Biennial Conference 2022: Managing Disruption, Developing Resilience for a Better S (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Analisadaily.com, Jakarta - Kesadaran global akan keragaman umat manusia dan tanggung jawab atas aspirasi budaya, etnis, dan agama untuk menjaga keharmonisan perlu dibangun.
"Dalam konteks ini, pengakuan atas hak-hak minoritas mewakili prinsip-prinsip utama masyarakat yang bebas dan demokratis," kata Pelaksana Tugas Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora (OR IPSH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ahmad Najib Burhani, Selasa (14/9).
Kata dia, membentuk kewarganegaraan yang inklusif kemungkinan akan menjadi kunci untuk menjaga keharmonisan sosial dan juga untuk memastikan pemenuhan hak-hak semua warga negara.
Najib menuturkan, sejalan dengan perubahan dan perkembangan Asia Tenggara, identitas tetap menjadi aset sekaligus tantangan bagi negara-negara Asia Tenggara, di tengah dunia yang terglobalisasi saat ini.
Namun, di banyak negara, identitas seperti budaya, etnis, dan agama seringkali menjadi sumber konflik.
"Sebagian besar perseteruan, konflik, dan bahkan perang, cukup sering terjadi, terkait dengan latar belakang budaya, etnis, atau agama," tutur Najib dalam Webinar Goes to The 4th Southeast Asian Studies in Asia (SEASIA) Biennial Conference 2022: Managing Disruption, Developing Resilience for a Better Southeast Asia.
Di sisi lain, Najib menuturkan pandemi Covid-19 saat ini telah memperjelas betapa sulitnya mengelola sistem yang saling terkait dan dinamis.
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, meskipun wacana pembentukan kewarganegaraan yang inklusif telah dibahas di seluruh dunia, realisasi dan implementasinya tetap menjadi tantangan di banyak negara di Asia Tenggara.
Oleh karena itu, kesamaan karakteristik, perubahan, tantangan dan perkembangan tersebut menempatkan negara-negara Asia Tenggara dalam politik, regional, ekonomi, sosial budaya yang penting pada saat ini dan di masa depan.
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Nawawi menuturkan, The 4th SEASIA Biennial Conference 2022: Managing Disruption, Developing Resilience for a Better Southeast Asia merupakan konferensi yang diselenggarakan oleh Konsorsium Studi Asia Tenggara yang terdiri dari 13 institusi pendidikan dan penelitian terkemuka di kawasan Asia.
"Konferensi ini merupakan forum internasional bagi para akademisi, peneliti, dan praktisi dari Asia dan berbagai wilayah di dunia untuk memperkaya dan saling berbagi ilmu pengetahuan dan isu-isu strategis kontemporer mengenai Asia Tenggara," tutur Nawawi.
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami menambahkan kegiatan konferensi dua tahunan itu telah berlangsung sejak 2015 di Kyoto, Jepang.
Sebagai kelanjutan dari konferensi sebelumnya, kegiatan SEASIA Biennial Conference yang keempat kalinya akan berlangsung pada 9-11 Juni 2022 di Jakarta, Indonesia.
Tujuan SEASIA Biennial Conference 2022 adalah menyediakan wadah bagi analisis kritis terhadap isu-isu ekonomi, sosial, sejarah, seni, budaya, agama, politik, hubungan internasional di negara-negara Asia Tenggara.
Konferensi bertujuan mengkaji tantangan dan prospek negara-negara di Asia Tenggara dalam mengelola disrupsi dan mengembangkan ketahanan dalam menghadapi tantangan global.
Juga menyediakan platform untuk berdialog, berbagi pengalaman, pembelajaran dan membangun jaringan internasional diantara para pelaksana studi Asia Tenggara.
(CSP)