Kajati Aceh, Muhammad Yusuf, memaparkan penetapan tersangka kasus korupsi Jembatan Gigieng di Kabupaten Pidie (Analisadaily/Muhammad Saman)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi kegiatan lanjutan pembangunan Jembatan Gigieng, Kabupaten Pidie.
Salah satu tersangka merupakan pejabat aktif di lingkungan Pemerintah Aceh yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh, FJ.
Sebelumnya ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh sekaligus Pengguna Anggaran (PA) kegiatan lanjutan pembangunan Jembatan Gigieng, Kabupaten Pidie, tahun 2018.
Selain FJ, empat tersangka lain yang ditetapkan Kejati Aceh sebagai tersangka yakni JF yang merupakan Kepala UPTD Wil I selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), KN selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), SF selaku Wakil Direktur CV Pilar Jaya serta RM selaku Site Engineer (Konsultan Pengawas) dari PT Nuasa Galaxy.
Penetapan tersangka tersebut disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Muhammad Yusuf, dalam konferensi pers di aula lantai II Kejati Aceh, Jumat (22/10)
Yusuf mengungkapkan tahun 2018 lalu pada Dinas PUPR Aceh terdapat pagu anggaran untuk kegiatan lanjutan pembangunan Jembatan Gigieng Pidie yang bersumber dari dana otonomi khusus (Otsus) kabupaten/kota senilai Rp 2.134.000.000.
Sebelumnya pada tahun 2017 pekerjaan abutmen tahap satu telah dilakukan, sedangkan tahun 2018 tahap dua yakni pemasangan rangka baja dan di tahun 2019 tahap tiga yakni pekerjaan pengecoran lantai serta pengaspalan.
Setelah dilakukan pelelangan di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh, Pokja menetapkan CV Pilar Jaya sebagai pemenang proyek tersebut dengan penawaran harga Rp 1.877.037.195
Kegiatan lanjutan pembangunan jembatan tersebut dengan kontrak senilai Rp 1.877.037.195 berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: 37/-AC/UPTD-I/PUPR/APBA/2018 tanggal 28 September 2018 antara Kepala UPTD Wil I selaku KPA dengan Wakil Direktur CV Pilar Jaya.
"Untuk pengajuan dokumen penawaran saat tender, CV Pilar Jaya membawa dokumen dukungan dari PT Woogneer Biro. Semua dokumen itu palsu karena PT Woogneer tidak pernah memberikan dukungan kepada CV Pilar Jaya dan SKA Tenaga Kerja Ahli semuanya hanya untuk kelengkapan administrasi saja, namun tidak bekerja," ujar Muhammad Yusuf.
Sebelum pelaksanaan pekerjaan, pihak pelaksana yakni CV Pilar Jaya merubah dukungan PT Woogneer Biro Indonesia ke PT Yambala Indonesia tanpa adanya adendum dan kajian teknis dari tim Dinas PUPR Aceh dan disetujui oleh PPTK bersama KPA.
Pekerjaan rangka baja Jembatan Gigieng tersebut, lanjut Kajati, tidak pernah dilakukan MC-0 dan sampai habis waktu kontrak di tahun 2018 belum dikerjakan sama sekali.
Selain itu, Konsultan Pengawas juga tidak melakukan pengawasan sampai kontrak pengawasan habis waktu kontraknya.
"Pada 18 September 2018, KPA mendapat teguran dari Inspektorat Aceh untuk tidak melanjutkan pekerjaan tersebut karena realisasi pekerjaan masih nol persen dan waktu yang tak cukup," ungkapnya.
Lalu, PPTK mengadakan rapat Show Cause Meeting (SCM) bersama Wakil Direktur CV Pilar Jaya. Dimana, Wakil Direktur CV Pilar Jaya menyatakan sanggup mendatangkan rangka baja sesegera mungkin sehingga oleh PPTK tidak dilakukan pemutusan kontrak dengan persetujuan KPA.
"PPTK dan KPA menyetujui pembayaran 100 persen (tahap II) sebagaimana dalam Laporan As Build Drawing (MC 100) dengan SPM Nomor:00549/SPM-BL/1.01.03.01/2008 tanggal 27 Desember 2018 sebesar Rp 1.313.926.036, namun sebenarnya pekerjaan itu belum dikerjakan sama sekali," katanya.
"Pelaporan Konsultan Pengawas kepada PPTK pengawasan pekerjaan rangka baja Jembatan Gigieng itu sampai 27 Desember 2018 masih nol persen, namun Site Engineer (Konsultan Pengawas) membuat laporan pekerjaan seratus persen untuk pembayaran seratus persen," jelas Muhammad Yusuf.
Semua dokumen yang digunakan sebagai kelengkapan administrasi untuk pembayaran, lanjut Kajati, dipalsukan Wakil Direktur CV Pilar Jaya selaku pelaksana dan ditandatangani oleh KPA, PPTK serta Site Engineer (Konsultan Pengawas) yang padahal mengetahui pekerjaan itu belum selesai sama sekali.
Terhadap pekerjaan itu pun telah dilakukan serah terima pekerjaan sesuai dengan berita acara serah terima pekerjaan Nomor: 630/2734.A/BA.STP/PPTK-III/UPTD-I/XII/2018 tanggal 18 Desember 2018 dari pelaksana yakni CV Pilar Jaya kepada KPA.
Selain itu, pekerjaan rangka baja Jembatan Gigieng tersebut tak diperiksa oleh Tim PPHP Dinas PUPR Aceh dan Pengguna Anggaran yang memiliki tugas untuk mengawasi.
"Proyek tersebut telah dilakukan serah terima yang dituangkan dalam berita acara Nomor: 032/664/PUPR/2018 tanggal 31 Desember 2018 dari Kadis PUPR Aceh tahun 2018 (selaku pengguna anggaran) kepada Kadis PUPR Pidie tahun 2018 yang dilakukan pada Februari 2019 (berlaku mundur)," sebutnya.
Ketika dilakukan pekerjaan lanjutan tahap tiga pengecoran lantai Jembatan Gigieng tahun anggaran 2019 dari dana APBK Pidie berupa pengecoran lantai jembatan, terjadilah lendutan pada girder jembatan, sehingga Dinas PUPR Pidie menghentikan pekerjaan pengecoran.
"Setelah dilakukan pemeriksaan fisik di lapangan oleh Tim Teknik dari Universitas Syiah Kuala, menurut Muttaqin Hasan selaku Ketua Laboratorium Forensik Struktur Bangunan Unsyiah, hasil desain Jembatan Gigieng secara teknis tidak layak karena girder Jembatan Gigieng itu tak memenuhi persyaratan dalam RSNI T-03- 2005 untuk memikul beban jembatan sebagaimana disyaratkan dalam SNI 1725:2016, sehingga tidak aman untuk digunakan," pungkasnya.
(MHD/EAL)