Breafing "Prospek Emiten Kelapa Sawit di Pasar Modal Indonesia" dengan narasumber Muhammad Alfatih, Senior Technical Portofolio Advisor PT Samuel Sekuritas Indonesia, Dr. Robiyanto, Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera Dan Kurniadi Patriawan, Wakil Dir (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily. com, Jakarta - PT Sawit Nusantara Sejahtera (NSS) siap merealisasikan rencananya melepas 13,5 miliar unit saham sebelum akhir tahun 2021. Perusahaan perkebunan sawit ini membidik dana dari pasar modal sekitar Rp 1,6 triliun hingga Rp 2 triliun.
“Kami melepas 40 persen saham melalui penawaran saham umum perdana (IPO). Awalnya kami targetkan tambahan modal Rp 1,6 triliun. Namun, melihat situasi dan perkembangan yang ada, range sekitar Rp 1,6 triliun hingga Rp2 triliun,” jelas Wakil Direktur Utama NSS, Kurniadi Patriawan, dalam Temu Media “Prospek Emiten Sawit di Pasar Modal Indonesia” di Jakarta Jumat (29/10) melalui daring.
Kurniadi mengatakan hasil IPO akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas usaha, antara lain membangun pabrik, mengelola land bank yang masih ada sekitar 20 ribu ha, serta pengembangan bisnis lainnya. NSS juga sangat terbuka untuk bermitra dengan petani rakyat sebagai lahan plasma.
Di tempat yang sama, Senior Technical Portfolio Advisor PT Samuel Sekuritas Indonesia, Muhammad Alfatih, mengatakan waktu yang dipilih NSS untuk melepas saham ke publik sudah tepat, menyusul adanya kenaikan tren harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Harga CPO Terus Naik
Dia memperkirakan harga CPO akan terus naik, bahkan ke sekitar MYR 5.500 hingga MYR 6.000 per ton. Harga sawit rata-rata sepanjang tahun ini, bahkan sudah menyentuh angka tertinggi sepanjang sejarah produksi sawit dunia. Sementara itu, dari sisi potensi respons pelaku pasar, dia mengatakan pasar modal Indonesia sedang menguat, sedangkan posisi saham sawit masih lagging atau relatif rendah, sehingga masih berpotensi besar untuk menguat.
“Ini benar-benar timing yang sangat tepat dan market sangat menguat. Ini moment baik. Di market sedang gencar ada rights issue, ada IPO saham-saham besar. Mungkin kalau ditunda persaingan pencarian modal akan semakin ketat. Sebaiknya sebelum akhir tahun ini,” paparnya.
“Market di Indonesia sangat optimistis, demikian juga sektor sawit. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pasar modal naik tajam. Seperti kita tahu masyarakat pasar modal di bawah 10 juta, market potensial lebih dari 100 juta. Potensinya masih sangat besar,” terang Al Fatih.
Komisaris Nusantara Sawit Sejahtera, Robyanto, menambahkan dari hasil IPO, perusahaan akan menambah pabrik menjadi lima unit, yaitu 3 PKS berkapasitas produksi 180 ton per jam dan 2 PKS dengan kapasitas produksi 90 ton per jam. Produksi TBS diharapkan sudah di atas 23 ton per hektare per tahun, COP sebanyak 240 ribu ton per tahun dan OER sebesar 24 persen.
Fokus di Dalam Negeri
Lebih jauh, Kurniadi menjelaskan NSS berkomitmen mengelola sumber daya alam milik Indonesia semaksimal mungkin bermanfaat bagi masyarakat di dalam negeri, sejalan dengan kebijakan Pemerintah.
“IPO, jelasnya, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan mengisi pasar dalam negeri, yang selama ini belum bisa dipenuhi karena kapasitas pabrik yang masih terbatas. Selagi masih ada perkembangan di dalam negeri, kami akan mengutamakan dalam negeri. Industri makanan, minyak goreng, biodiesel. Itu marketnya masih sangat luar biasa di dalam negeri. Selama itu bisa dukung, kami akan support dalam negeri,” jelas Kurniadi.
Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan NSS adalah perusahaan yang mencintai alam dan lingkungan. Dia mengakui pihaknya menghadapi tantangan sentimen akibat kampenya hitam, tetapi dapat ditangkis dengan data dan upaya perusahaan memenuhi sertifikat penerapan program lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG), yaitu ISPO dan RSPO).
Dia mengatakan ESG bukanlah cost bagi perusahaan, tetapi dukungan timbal balik antara perusahaan dengan pekerja atau masyarakat. Dia mencontohkan NSS mendirikan koperasi yang menyediakan penyulingan air, sehingga air bersih sangat tersedia untuk kebutuhan karyawan.
“Awalnya ada seperti extra cost, tetapi bukan extra cost. Seperti menambah cost, sebenarnya tidak. Itu bukan cost tetapi support kepada karyawan dan komunitas. Karyawan memiliki air bersih, menjadi sehat dan bisa bekerja dengan sehat, bahkan menjadi lebih produktif,” paparnya.
Generasi Milenial
Lebih jauh, Kurniadi mengemukakan sebagai pelaku bisnis sawit yang masih berusia 33 tahun atau tergolong generasi milenial, dia berharap dapat berbagi pengalaman dan pandangan tentang sawit kepada generasi milenial.
“Saya sebagai bagian dari milenial berharap generasi milenial lebih merespons. Perkebunan sawit ini bisnis yang sangat menarik. Ini bisa mendukung kelestarian lingkungan, masyarakat dan membantu mensejahterakan rakyat Indonesia,” terangnya.
Kurniadi mendorong generasi milenial untuk berpikir dan memahami bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Indonesia miliki banyak tenaga kerja. mengapa harus dikirim ke luar negeri, padahal bisa diserap di Indonesia. Industri sawit padat karya. Bahkan bisa mensejahterakan mayarakat di daerah pedalaman. Ayo pahami sawit selama dikelola dengan benar,” terangnya.
(HERS/CSP)