Program Guru Bantu" periode ke-2 yang digelar daring dari Victoria, Australia (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Canberra - Daya tarik Kelas Bahasa Indonesia di Australia tak hanya terletak pada keindahan Bahasa Indonesia, namun juga pada para pengajarnya yang mampu menggugah motivasi belajar para peserta.
Guru, selain harus piawai menyampaikan substansi materi, juga harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang menarik bagi siswa asing. Diyakini Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Muhammad Najib, Guru Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) harus berkeahlian mengajar bahasa, sekaligus dapat mengenalkan Budaya Indonesia.
“Karena budaya dapat menjadi pintu gerbang kertertarikan siswa untuk belajar bahasa,” ungkap Atdikbud Najib dalam Acara Penutupan "Program Guru Bantu" periode ke-2 yang digelar daring dari Victoria, Australia, beberapa waktu lalu.
Pengiriman Guru Bantu, diungkapkan Atdikbud Najib, merupakan program kerja sama antara Victoria Indonesian Language Teacher Association (VILTA) dengan beberapa universitas tanah air.
“Program ini bertujuan menyediakan Penutur Asli Bahasa Indonesia yang terampil,” terang Najib. Pada periode Agustus-Oktober ini, dilanjutkan Najib, VILTA bekerja sama dengan Universitas Negeri Padang (UNP).
“Sebanyak 20 orang guru bantu yang terdiri dari mahasiswa tingkat akhir yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata, didistribusikan ke 15 sekolah di Victoria,” tutur Najib.
Menurut presiden VILTA, Sylvia Wantania, Guru Bantu asal Indonesia tersebut bertugas membantu para Guru dan Dosen Bahasa Indonesia di Victoria, Australia, dalam menyampaikan program-program budaya, menyiapkan bahan pengajaran dan membantu para siswa untuk berlatih percakapan secara daring.
“Sebelum diberi penugasan, para calon Guru Bantu akan dipersiapkan dan dilatih secara intensif oleh VILTA untuk menyesuaikan kondisi pengajaran di Australia,” terang Sylvia. Persiapan teresebut meliputi pelatihan guru, pengenalan kurikulum Australia dan pelatihan metode BIPA.
Dalam kesempatan tersebut, Atdikbud Najib mengapresiasi inisiasi VILTA dalam memperkuat promosi Bahasa Indonesia di Victoria dan juga UNP yang telah bersedia mengirimkan mahasiswanya untuk membantu mengajar di sekolah-sekolah Australia.
“Program semacam ini perlu dikembangkan lebih luas lagi ke depannya,” imbuh Najib.
Pengiriman Mahasiswa KKN ke Victoria, ditambahkan Najib, selain membantu mempromosikan bahasa dan budaya Indonesia di kalangan siswa-siswa Australia, tentunya juga bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa tanah air untuk memperoleh pengalaman internasional.
“Hal ini sesuai dengan spirit Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka,” terang Najib.
Atdikbud Najib menilai, mahasiswa yang sedang KKN memiliki kelebihan jika membantu mengajar di sekolah-sekolah Australia.
“Mahasiswa KKN memiliki rentang usia yang tidak terlalu jauh dari siswa-siswa SMA. Usianya relatif hampir sama, sehingga mereka akan lebih mudah mendekat dengan siswa dan bisa membuat siswa menjadi lebih tertarik,” jelas Najib.
Keberadaan guru bantu di sekolah-sekolah Victoria, diakui Najib, dirasakan sangat bermanfaat baik oleh guru, siswa maupun orang tua. Sasha-Lee Lanyon, salah seorang Guru Bahasa Indonesia di Victoria, menyebutkan bahwa guru bantu memberi kesempatan siswa-siswanya untuk bicara langsung dengan penutur asli.
“Sehingga perkembangan kemahiran siswa saya menjadi lebih cepat,” terang Sasha-Lee.
Guru lainnya, Julia Hall, mengungkapkan bahwa siswanya menjadi lebih percaya diri untuk bicara bahasa Indonesia setelah berinteraksi dengan guru bantu. Selama ini, menurut Sylvia, jika diajar oleh guru dari Australia, siswa-siswa cenderung mau cepat, sehingga sering kali dikelas tetap menggunakan Bahasa Inggris dalam pengajaran.
“Dengan adanya guru bantu dari Indonesia yang adalah asli orang Indonesia, maka siswa-siswa ‘dipaksa’ bicara Bahasa Indonesia. Ini mempercepat kemampuan siswa dalam mempelajari Bahasa Indonesia,” ucap Sylvia.
Guru Bahasa Indonesia, Hayley Whelan, juga berterima kasih atas kehadiran para Mahasiswa UNP yang berperan sebagai guru bantu.
“Semoga jika nanti perbatasan antar negara sudah dibuka, siswa-siswa saya bisa dikirim ke Indonesia untuk belajar Bahasa dan Budaya Indonesia,” ucap Hayley.
Merespon hal tersebut, Atdikbud Najib menyampaikan bahwa program pengiriman guru bantu yang berasal dari Mahasiswa Indonesia tingkat akhir yang sedang melaksanakan KKN, perlu diperluas ke daerah-daerah lain di Australia.
“Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka yang dikaitkan dengan promosi bahasa dan budaya akan sangat menarik, karena manfaatnya berlapis, baik untuk mahasiswa, kampus, maupun sekolah di Australia. Oleh karena itu saya berencana akan memperluas program semacam ini ke negara-negara bagian lain di Australia,” tutup Najib.
(RZD)