Helena Sihite, Juru Parkir Tulang Punggung Keluarga

Helena Sihite, Juru Parkir Tulang Punggung Keluarga
Helena Sihite, saat menjaga beberapa sepeda motor yang parkir di Jalan Sutomo, Kota Tarutung, Rabu (3/11). (Analisadaily/Emvawari Chandra Sirait)

Analisadaily.com, Tarutung - Pagi pukul 08.00 WIB di Jalan Sutomo, Kota Tarutung, Helena stay mengenakan topi, lengkap dengan bad name tergantung di leher.

Ia merapikan dan mengatur tata letak kendaraan kendaraan yang diparkirkan sambil menunggu pengendara yang hendak beranjak.

"Oke, terima kasih," kata Helena semberi melepas pengendara sepeda motor meninggalkan tempat dan menerima uang tunai Rp 2.000.

Itulah pekerjaan Helena Boru Sihite di Jalan Sutomo, Kota Tarutung setiap pagi hingga siang hari.

"Saya sudah mulai 3 sampai 4 hari berkerja sebagai juru parkir di sini (Jalan Sutomo). Stay mulai pukul 07.30 Wib pagi," ucap perempuan berusia 35 tahun ini saat ditemui di rumahnya di Hutabagot, Desa Sirajaoloan, Kecamatan Tarutung.

Dia mengaku satu-satunya juru parkir perempuan yang ada di Kota Tarutung yang baru bertugas dari Dinas Perhubungan Kabupaten Tapanuli Utara sejak sepekan lalu.

"Saya satu-satunya juru parkir perempuan yang baru bertugas dari Dinas Perhubungan," kata dia.

Meski baru bekerja sebagai juru parkir, Helena mengaku ia tidak canggung, malu atau pun gugup menghadapi para pengendara.

Dia menceritakan pengalaman dan kesan-kesan pertama saat bertugas sebagai juru parkir.

"Kesan pertama aku kerja jadi juru parkir, aku merasa senang dan gembira mendapatkan pekerjaan ini . Biarpun aku diejek orang dan ditertawai aku ngak peduli malah aku merasa bangga menjalani juru parkir ini," katanya.

Namun meskipun demikian, di lapangan Ia tetap memberikan pelayanan terhadap para pengendara seperti merapaikan parkir. Kemudian ia pun meminta uang parkirnya.

"Awalnya saya menyapa pengendara dulu dengan hormat, lalu meminta uang parkir, dan kalau pengendara kurang tahu, saya menyapanya dengan hormat," tandasnya.

Ia mengatakan, selama menjalani profesi sebagai juru parkir, memang ada yang mengejak namun ada yang memberikan semangat.

"Memang ada yang mengejek, ada yang memberikan semangat, tapi saya ambil positifnya saja," ucapnya.

Dia menegaskan, meskipun profesi juru parkir ini jarang dikerjakan oleh perempuan, dia mengaku, tidak keberatan dan sama sekali tidak pernah merasa malu menjadi seorang juru parkir di jalanan.

"Saya tidak pernah malu ataupun gengsi, yang penting bagi saya pekerjaan itu halal dan bisa menopang keluarga," katanya.

Untuk itu Dia juga mengajak agar kaum perempuan, apalagi yang sudah berkeluarga dan berumah tangga, jangan terlalu gengsi dan memilih-milih suatu pekerjaan.

"Sebab yang terpenting adalah pekerjaan itu halal dan bisa membantu keluarga, jadi kita tidak perlu gengsi untuk suatu pekerjaan," ucapnya.

Dia mengapresiasi dan berterima kasih kepada Dishub Taput yang telah memberikan kesempatan kepadanya bekerja sebagai juru parkir.

"Saya pribadi saya berterima kasih kepada Dinas Perhubungan dan Kepala Dinas Bapak Kijo Sinaga yang telah memberika pekerjaan ini kepada saya," tandasnya.

Helena mengaku, semenjak suaminya meninggal sejak tiga tahun lalu, ia memang menjadi tulang punggung keluarga untuk menghidupi dan memperjuangkan tiga orang anaknya.

"Jadi memang saya harus berjuang untuk tiga orang anak saya, sejak suami saya meninggal sekitar tiga tahun lalu," tuturnya.

Kata dia, sejak ditinggal suami sampai ini ia masih berstatus janda yang harus menafkahi tiga orang anak. Apalagi kata dia, untuk kondisi saat ini anaknya yang paling bungsu menderita penyakit sakit yang harus cek up setiap bulan ke Rumah Sakit.

"Anak saya yang paling paling kecil menderita sakit sejak balita dan sampai sekarang harus rutin cek up ke Rumah Sakit setiap bulannya. Jadi memang saya harus kuat dan tegar, untuk memperjuangkan anak-anak saya," imbuhnya.

(CAN/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi