Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Picket dalam webinar "Merawat Kebinekaan Melalui Moderasi Agama dalam Perspektif HAM”, Rabu, (17/11). (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com,Jakarta - Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Picket, menilai tema Festival HAM "Bergerak Bersama Memperkuat Kebhinekaan, Inklusi, dan Resiliensi" sangat sesuai dengan keadaan saat ini. Karena, krisis pandemi telah semakin menonjolkan isu-isu HAM yang sebelumnya telah ada.
"Ini adalah tema yang sesuai dengan Rencana Tindakan Uni Eropa untuk HAM dan demokrasi agar diwujudkan di seluruh dunia, termasuk Asia dan Indonesia," kata Vincent, Rabu, (17/11).
Vincent mengatakan, Indonesia dengan populasi yang besar dan beragam memiliki moto Bhineka Tunggal Ika. Uni Eropa dengan 27 negara anggota dan 450 juta populasi memiliki moto yang sama, “Unity in Diversity”.
"Dengan itu kami mendukung non diskriminasi dalam segala hal, dan secara spesifik dalam hal kebebasan beragama dan berkepercayaan," ujarnya.
Kata dia, saat ini kebebasan beragama mengalami tekanan di seluruh dunia. Di beberapa negara, pemerintahnya membatasi hal ini. Ada permusuhan sosial di negara lain. Juga meningkatnya intoleransi di banyak negara. Ini semua terutama dilatari oleh Covid-19.
"Dalam sejarah, Eropa telah mengalami berbagai intoleransi, ekstrimisme dan perang yang diakibatkan agama. Itu telah berubah. Kini di Eropa, Uni Eropa menghormati setiap agama, melindungi kebebasan semua orang untuk beragam dan melakukan praktik keagamaannya. Kami juga melindungi mereka yang memilih untuk tidak beragama. Kami akan terus melakukan ini," papar Vincent.
Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM Kementrian Agama, Prof Abu Rokhmad mengatakan, HAM sebaiknya dibahasakan dengan indah, sejuk, agar mengerti bahwa HAM adalah kebutuhan dan semua orang seharusnya menjadi pejuang HAM. Semua orang punya hak yang sama untuk hidup, beragama dan sebagainya.
"Faktanya, kita menghadapi persoalan-persoalan yang ada saat ini. Ada umat beragama yang seharusnya menyatukan kita, tapi justru membuat aksi-aksi yang segregatif, memecahkan, ada persoalan-persoalan yang menurut kami seharusnya sudah selesai karena itu adalah HAM generasi pertama. Kita seharusnya bergerak ke generasi ke dua dan ke tiga," ujarnya.
Kemenag sejak 2019 mencanangkan gerakan moderasi atau Moderasi Beragama. Periode Menteri Agama yang sekarang, ditambahkan menjadi Penguatan Moderasi Beragama.
Moderasi Beragama terkait erat dengan bagaimana menjaga kebersamaan sebagai bangsa, negara yang satu. Mewarisi semangat kerukunan, toleransi, mengajarkan untuk saling memahami.
Dalam buku Moderasi Beragama, HAM sudah dimasukkan ke dalam nilai-nilai indikator yang di dalamnya ada, misalnya, antikekerasan, toleransi, penghormatan terhadap budaya lokal, kecintaan terhadap NKRI. Itulah indikator Moderasi Beragama.
"Kemenag menjadi leading sector dalam menjaga kerukunan dan toleransi di antara kita melalui program Moderasi Beragama. Dengan literasi yang baik tentang Moderasi Beragama, kita berharap untuk menjadi semacam vaksin agar imun dari pengaruh dan pikiran yang ekstrem. Imun dari keinginan untuk memaksa orang lain dengan kekerasan. Agar kita juga terjaga dari perilaku yang bertentangan dengan HAM," harap Abu.
(TRY/CSP)