Kuasa hukum Pelapor, Syahrul Ramadhan Sihotang, saat menyampaikan laporan ke Kompolnas beberapa waktu lalu (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Polres Madina khususnya penyidik Pengamanan Internal (Paminal) Polres Madina dilapor ke Komisi III DPR, Kadivpropam, dan Kapolri. Hal itu berkaitan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait laporan warga terhadap oknum Bintara diduga bermain proyek yang mengganggu pekerjaan swakelola masyarakat.
Fitri Yanti dan kuasa hukumnya, Syahrul Ramadhan Sihotang, dan Ahmad Fitrah Zauhari, menyampaikan kekecewaan pihaknya prihal terbitnya SP-3 yang diteken langsung Kapolres Madina yang lama, AKBP Horas Tua Silalahi.
Menurut kuasa hukum Pelapor, banyak keganjilan dari terbitnya SP-3 yang diteken Kapolres AKBP Horas Tua Silalahi. Pada 16 Desember 2021 terbit Surat Pemberitahuan Perkembangan hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP) dari Propam Polres Madina yang menerangkan kalau laporan Pelapor akan ditindaklanjuti sesuai perundangan yang berlaku.
"Tapi Tanggal 17 Desember 2021 terbit Surat SP-3 yang diteken Kapolres Horas Tua Silalahi. Padahal bertepatan di tanggal 17 itu juga Kapolres Horas Tua Silalahi dimutasi tidak lagi menjabat Kapolres berdasarkan Surat Telegram Rahasia (STR) Kapolri yang diteken Asisten Kapolri Bidang SDM. Anehnya lagi, SP-3 tanggal 17 itu baru diberikan ke Klien kami pada tanggal 30 Desember 2021. Jelas nampak kalau Terlapor diamankan Kapolres yang lama," kata ungkap kuasa hukum Fitri Yanti, Syahrul Ramadhan Sihotang, Senin (31/1).
Sihotang menjelaskan, keganjilan penanganan laporan pihaknya sudah terlihat dari sejak laporan dibuat. Saat itu, laporan dibuat di Propam Polda Sumut, tapi sekitar 3 minggu berselang, laporan dilimpahkan ke Propam Polres Madina. Padahal, kata Sihotang, laporan dibuat di Polda Sumut agar penanganannya objektif.
"SP2HP yang diberikan Polda Sumut kepada klien kami tidak ada menerangkan alasan mengapa laporan Propam klien kami dilimpahkan ke Polres Madina. Kami menduga sudah ada kong kali kong dari Terlapor agar laporan ditangani di Propam Polres Madina sehingga bisa di SP-3," jelasnya.
Menurut Sihotang, keganjilan lain dalam penanganan laporan Propam Fitri Yanti, ketika pihaknya meminta dilakukan konfrontir Antara Pelapor dan Terlapor Brigadir Beni Supriadi Harahap, namun tidak dilakukan.
Hal itu diminta kepada penyidik Paminal yang melakukan pemeriksaan terhadap Pelapor untuk membuktikan kalau Pelapor dan Terlapor pernah bertemu dan Terlapor sempat berjanji tidak akan merusuhi kerjaan Pelapor terkait pembangunan desa yang dilakukan secara swakelola.
"Padahal saat kita minta kepada penyidik Paminal agar konfrontir dilakukan, mereka mengiyakan dan berjanji akan segera menghubungi kami jika konfrontir hendak dilakukan," ucapnya.
Dilanjutkan Ahmad Fitrah Zauhari, Terlapor dalam hal ini Brigadir Beni Supriadi Harahap, jelas diback-up oleh Kapolres yang lama dan Bupati Madina. Dugaan itu bukan tanpa dasar, karena saat laporan Pelapor diproses Propam Madina, ada pihak-pihak yang datang kepada pihaknya agar laporan dihentikan. Ada yang mengaku abang Kapolres, katanya dia mau jembatani pada Terlapor.
"Klien kami juga sempat dipanggil ke rumah dinas Bupati dan bertemu dengan Bupati, Bupati meminta agar klien kami berdamai saja dengan Terlapor. Info yang kami dapatkan Terlapor memang memiliki hubungan kedekatan dengan Bupati karena yang bersangkutan pemaian proyek APBD. Itulah indikasi kalau Terlapor diback-up Kapolres lama dan Bupati," sebut Fitrah.
Fitrah menuturkan, atas SP-3 yang dikeluarkan Polres Madina yang diteken Kapolres Lama, AKBP Horas Tua Silalahi, pihaknya sudah melaporkannya langsung ke Komisi III DPR, Kadiv Propam Polri dan Kapolri. Harapannya, hukum dapat tegak sesuai koridor.
"Kami juga meminta kepada Komisi III, Kadiv Propam Polri dan Kapolri agar memeriksa harta kekayaan Terlapor. Terlapor yang masih pangkat Brigadir bisa memiliki rumah super mewah di Madina, beberapa unit mobil mewah, dan infornya sehari-sehari Terlapor mengendarai Pajero Sport dilengkapi sopir," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Terlapor mulanya dilaporkan ke Propam Poldasu karena mengganggu pekerjaan Pelapor yang menjalankan kegiatan Pembangunan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang dilakukan secara swakelola. Aksi Terlapor yakni dengan cara menekan Camat agar mengganti pengurus PISEW dengan orang-orang yang dia tunjuk. Setelah orang-orang Terlapor yang mengambil alih, maka proyek PISEW dikendalikan oleh Terlapor.
Lebih kurang ada 8 Camat yang ditekan Terlapor. Dimana dalam menjalankan aksinya, Terlapor mengaku dengan Bupati dan Kapolres, apabila para Camat yang ditekan tidak menuruti arahannya, maka dirinya akan meminta Bupati untuk memutasi Camat yang bersangkutan. Hasilnya, dari 8 Camat yang ditakuti, ada 4 Camat yang berhasil Terlapor pengaruhi yang berujung digantinya pengurus PISEW tanpa musyawarah desa.
(JW/RZD)