Webinar dan Live Streaming “Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit“ (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Program pengembangan SDM yang didanai BPDPKS yaitu pemberian bea siswa program D1, D3, D4 berdampak baik secara langsung atau tidak langsung pada pembangunan kelapa sawit nasional. Bagi pekebun dan keluarganya berdampak langsung.
Direktur Perlindungan Perkebunan, Baginda Siagian, menyatakan hal tersebut dalam Webinar dan Live Streaming "Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit" seri 3 dengan topik "Pendanaan BPDPKS untuk Pengembangan SDM Sawit" yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS.
“Harapan kita lulusan progam beasiswa ini kembali ke wilayah dia, ke kampungnya untuk membangun kampung, melakukan diseminasi apa yang sudah diperoleh selama kuliah kepada masyarakat di sekitarnya,” kata Baginda, dalam keterangan Jumat (6/5).
Harapan Ditjenbun ini tidak menutup kemungkinan mereka bekerja di perusahaan. Di AKPY (Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta) ternyata saat ini 80% dari mahasiswa progaram D1 sudah dibooking oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Pada program D3 dan D4 saya belum tahu, nanti akan dilakukan monitoring dan evaluasi kepada masing-masing lembaga pendidikan, jangan-jangan setahun sebelum lulus sudah banyak yang booking juga,” kata Baginda lagi.
“Tetapi harapan kami sebagai penanggung jawab bidang ini kembali dulu ke wilayah masing-masing selama 2 tahun mengabdikan diri, membangun perkebunan kelapa sawit rakyat di daerahnya. Bagikan pengetahuan dan teknologi yang sudah didapat kepada masyarakat sekitar. Setelah itu kalau mau bekerja di perusahaan silakan saja, apalagi kalau ada tawaran yang lebih bagus,” katanya.
Alternatif lainnya adalah melanjutkan pendidikan, alumni D1 kuliah lagi di D3 atau D4, sedangkan D3 kuliah lagi di S1. Bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit merupakan daya tarik utama mahasiswa penerima beasiswa. Soal gajinya Baginda yakin pasti di atas UMR.
Sejak tahun 2017 sampai Februari 2022 total mahasiwa penerima bea siswa 3.625 orang, sedangkan total lulusan penerima beasiswa 1.750 orang. Sebarannya di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Sawit Indonesia Medan 180 mahasiswa; Politeknik Kampar Riau 245 mahasiswa; Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bekasi 780 mahasiswa; Institut Teknologi Sains Bandung Bekasi 50 mahasiswa; AKPY 1.400 mahasiswa; Politeknik Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta 610 mahasiswa.
Tahun 2021 rekomtek yang dikeluarkan Ditjenbun untuk beasiswa ini 660 orang yaitu program D1, D3, D4 di 6 perguruan tinggi. Sedangkan tahun 2022 ditargetkan mencapai 1.000 orang. Programnya juga ditambah yaitu D2 dan S1.
Alur pendaftaran untuk program diploma sama dengan tahun lalu untuk S1 agak berbeda karena ini jalur akademis. Harus dilihat bagaimana prosesnya, siapa saja yang bisa ikut dalam program. Perguruan tingginya juga harus menyiapkan modul dan perkuliahan yang semuanya berhubungan dengan kelapa sawit.
Ini merupakan pekerjaan rumah bagi Ditjen Perkebunan dan BPDPKS supaya tidak salah dalam program S1 terkait kelapa sawit ini, beda dengan D1-D4 yang sudah jelas semua. Alur pelaksanaan program beasiswa BPDPKS adalah dimulai dengan penetapan lembaga pendidikan oleh BPDPKS.
Setelah itu Ditjenbun melakukan sosialisasi, pendaftaran on line, finalisasi dan perbaikan data, tes akademik, penyampaian hasil peserta yang lulus seleksi akademik kepada disbun untuk diverifikasi. Disbun melakukan verifikasi kemudian diserahkan lagi ke Ditjenbun. Ditjenbun membuat rekomtek, kemudian BPDPKS menetapkan peserta penerima beasiswa.
Tahun 2022 target penerima beasiswa 1.000 orang. Sosialisasi akan dimulai bulan Mei bersamaan dengan kelulusan SMA sehingga diharapkan lebih banyak calon mahasiswa yang terjaring. Enam perguruan tinggi tempat mahasiswa penerima beasiswa belajar juga diharapkan ikut melakukan sosialisasi, terutama di daerah-daerah tempat mahasiswa berasal.
Berdasarkan monev ke AKPY dan LPP, beberapa persyaratan diubah karena itu menyulitkan calon siswa untuk mendaftar. Fokus pengembangan SDM selain pendidikan juga pelatihan. Pelatihan sudah diadakan di 21 provinsi dengan total kelas pelatihan 229 dan SDM yang dilatih 9.679 orang.
Tahun 2021 rekomtek pelatihan 2,507 orang dengan rincian 498 orang telah dilatih PT LPP Agro Nusantara sedang 2.507 orang lagi direncanakan tahun 2022. Lembaga pelatihan selain LPP adalah PPMKP Ciawi, Balai Pelatihan Pertanian Jambi, AKPY, PT Sumberdaya Indonesia Berjaya dan PT Best Planter Indonesia. Tahun 2022 target pelatihan 5.100 orang.
Alur pengusulan pelatihan SDM adalah disbun kabupaten melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengajuan usulan calon penerima pelatihan SDM perkebunan kelapa sawit. Usulan disampaikan ke Disbun Provinsi untuk verifikasi kemudian SK Kadisbun Prov calon penerima pelatihan. Ditjenbun melakukan verifikasi usulan provinsi dan menerbitkan rekomtek. BPDPKS melakukan verifikasi rekomtek dan menetapkan lembaga pelatihan.
“Jumlah penerima beasiswa dan pelatihan masih terlalu sedikit dibanding luas kebun kelapa sawit yang mencapai 16 juta ha dan kebun kelapa sawit rakyat yang mencapai 6,9 juta Ha. Masih banyak pekerjaan rumah yang besar dalam pengembangan SDM. Pendidikan dan Pelatihan SDM merupakan investasi supaya kelapa sawit kita semakin lebih kuat,” kata Baginda.
Baginda yakin SDM yang sudah mendapat pendidikan dan pelatihan pasti lebih kompeten dibanding yang belum. Lulusan D1 pasti lebih kompeten dalam dasar teori dan penerapannya dibanding yang hanya lulus SMA. Lembaga pendidikan juga harus memberikan sertifikat kompetensi kepada lulusannya untuk berberapa bidang dalam perkebunan kelapa sawit.
Salah satu mahasiswa penerima beasiswa adalah Adinda Nabila Siregar, anak pekebun dari Sumatera Utara yang berkuliah di Poltek CWE. Awal mula tertarik ikut beasiswa adalah informasi dari teman kemudian mencari tahu lebih dalam lagi, mendaftar, test dan diterima.
“Kampus saya fokus pada kelapa sawit. Banyak ilmu yang saya dapatkan terkait perkembangan kelapa sawit. Dengan ilmu itu ketika saya libur dibagikan dengan membagi tips pada masyarakat sekitar yang sebagian besar merupakan pekebun sawit,” katanya.
Orang tua merasa sangat terbantu dengan adanya beasiswa ini karena anaknya mendapat pendidikan lebih baik. “Saya bertempat tinggal di daerah yang sebagian besar masyarakatnya berkebun kelapa sawit. Mereka membudidayakan kelapa sawit tetapi pengelolaanya masih minim. Masih banyak yang perlu diperbaiki seperti putaran panen, perawatan tanaman dan manajemen pengelolaan hasil panen,” kata Adinda.
kBPDPKS sudah berbuat banyak mendukung petani kelapa sawit. Karena itu Adinda berjanji setelah tamat akan kembali ke kampung halaman untuk membantu orang tua dan masyarakat sekitarnya memperbaiki kebun kelapa sawit supaya produktivitas meningkat.
Diah Ayu Damayanti, mahasiswa penerima beasiswa BPDPKS dari program studi Teknik Informatika Politeknik Kampar menyatakan banyak sekali benefit yang didapatkan sebagai penerima beas siswa. Sebagai penerima beasiswa sawit maka ilmu TI yang dipelajari juga digunakan untuk kelapa sawit.
Diah bersama tim dari Politeknik Kampar sudah membuat sistim untuk KUD Sawit Jaya. Saat ini juga sedang melakukan penelitian untuk ikut dalam riset sawit BPDPKS dengan tema monitoring muka air gambut berbasis IoT. Proyek ini nanti bisa digunakan perusahaan perkebunan/pekebun yang sawitnya berada di lahan gambut untuk mencegah kebakaran lahan sejak dini.
St Nugroho Kristono, Direktur Poltek CWE menyatakan supaya penerima beasiswa BPDPKS kembali ke daerah asalnya, membangun kelapa sawit di wilayahnya perlu mekanisme lain untuk memberi gaji mereka. BPDPKS dan Ditjenbun perlu mengalokasikan dana buat gaji mereka jika mereka berkiprah di Koperasi.
Tiap tahun peserta yang mendaftar beasiswa mencapai 3000-3500 orang dan tahun lalu kuota 660 berarti rasio mencapai 1:5. Nugroho menyarankan agar jangan hanya pekebun dan keluarga pekebun saja yang diberi kesempatan, juga pekerja dan keluarga pekerja perusahaan perkebunan kelapa sawit baik yang bekerja di kebun, pabrik dan kantor bisa mendapat peluang yang sama.
Kriteria pekebun dan keluarga pekebun maksimal memiliki kebun 4 Ha sudah pas karena dengan kepemilkan seluas ini mereka masih butuh bantuan bila ada yang mau kuliah. Bila kebun sawitnya lebih dari 4 Ha mereka punya uang untuk memilih kuliah dimanapun dengan biaya sendiri. Pekebun juga berharap setiap tahun kuotanya ditambah sehingga lebih banyak yang mendapat beasiswa.
Sejalan dengan pembangunan perbatasan sebagai benteng pertahanan yang merupakan salah satu program pemerintah, maka daerah perbatasan yang banyak kebun sawitnya seperti Merauke, Kalbar, Kaltara harus mendapat kuota lebih.
Kalau mengacu pada rancangan Bappenas dan RAN KSB maka program prioritas adalah peningkatan produktivitas petani. Salah satu upayanya adalah dengan peningkatan SDM petani.
(RZD/RZD)