Webinar “Keamanan Digital: Cegah dan Tangkal Bahaya Pornografi dan Pelecehan Seksual di Internet” (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya mengatakan, perkembangan teknologi telah memengaruhi segala aspek kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, budaya, dan berbagai hal lainnya. Penggunaan teknologi yang masif tentunya mempengaruhi kehidupan sehari-hari setiap orang.
Pengaruh tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dari penggunaan teknologi antara lain efisiensi, mempermudah pertukaran informasi, serta kemudahan pencarian data. Namun penggunaan internet juga memberikan pengaruh negatif, salah satunya adalah mudahnya akses terhadap pornografi dan terjadinya tindakan pelecehan seksual.
Riefky menyampaikan bahwa 93% laki-laki dan 62% perempuan dibawah 18 tahun sudah terpapar pornografi dari internet. Selain itu, menurut hasil survey pada tahun 2021, terdapat 337.000 situs berisikan konten pornografi dengan lebih dari 2,6 juta konten dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna internet.
Kecanduan akan pornografi dilihat memiliki dampak yang sama parahnya dengan kecanduan narkotika dikarenakan dapat menyebabkan pergeseran perilaku, emosi, dan sosial. Pornografi dapat mengarah pada meningkatnya angka pelecehan seksual yang korbannya tidak hanya orang dewasa namun juga anak dibawah umur.
“Hal tersebut sangat berbahaya karena korban pelecehan seksual dibawah umur memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi pelaku pelecehan seksual di masa depannya. Maka dari itu, perlu diadakannya langkah-langkah konkrit untuk melindungi pengguna internet, terutama generasi muda, dari pornografi dan pelecehan seksual di internet,” katanya, Selasa (31/5).
Dirjen Aptika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, peningkatan risiko teknologi digital seperti pornografi dan pelecehan seksual di internet disebabkan oleh rendahnya indeks literasi digital masyarakat Indonesia. Maka dari itu, diperlukannya keseimbangan antara peningkatan teknologi dan peningkatan literasi digital agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan lebih produktif, bijak, dan efektif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Kominfo bersama mitra dan jaringannya menyelenggarakan pelatihan digital untuk menanamkan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2021, program tersebut mampu menjangkau lebih dari 515 kota di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Namun, peningkatan literasi digital merupakan tantangan besar sehingga membutuhkan dukungan semua pihak agar dapat meningkatkan literasi digital dan mengembangkan sumber daya manusia digital untuk mewujudkan Indonesia Digital Asian,” sebutnya.
Selanjutnya, Ketua STAI Tgk Chik Pante Kulu Banda Aceh, Tgk. Jamaludin Thaib, sebagai pembicara pada webinar kali ini menjelaskan lebih jauh terkait cara pencegahan terhadap pornografi dan pelecehan seksual di internet. Pornografi sendiri diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.
Menurut UU RI no.44 tahun 2008 tentang pornografi, pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
“Di internet, pornografi dapat hadir dalam berbagai bentuk, misalnya muncul sebagai notifikasi, iklan, atau lelucon,” ujarnya.
Hasil survei yang dilaksanakan oleh Kemenkes tahun 2017 menunjukan jika 94% siswa pernah mengakses konten porno, 57% diakses dari internet. Hal ini tentu membahayakan generasi muda karena pornografi dapat memberikan dampak yang cukup serius.
Beberapa dampak dari pornografi antara lain terjadi banyaknya kasus perkosaan, kemungkinan peningkatan angka hamil diluar nikah, meningkatkan angka aborsi, meningkatkan kasus pencabulan terhadap anak-anak dibawah umur, dan juga meningkatnya kasus kekerasan seksual.
Selain dampak umum tersebut, pornografi juga dapat memberikan dampak psikologis tersendiri bagi anak seperti anak akan mudah berbohong, menurunkan harga diri dan konsep diri anak, meningkatkan depresi dan kecemasan anak, meningkatkan gangguan kecanduan pada anak, terganggunya pendidikan, malas untuk beribadah, dan terjadinya penyimpangan seksual. Hal tersebut tentu membahayakan generasi muda sehingga diperlukannya langkah khusus untuk menangani pornografi di internet.
Jamaludin kemudian memberikan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah bahaya pornografi dan pelecehan seksual di internet pada anak. Pertama, diperlukannya pendampingan dan pengawasan orang tua kepada anak, termasuk penggunaan gawai dan internet.
Orang tua perlu memperhatikan waktu bermain gawai pada anak sehingga anak tidak terlalu sering membuka gawai terutama pada malam hari sehingga tidak tergoda untuk membuka konten pornografi. Selain itu, orang tua juga dapat menyalakan fitur ‘kids’ pada gawai milik anak sehingga konten yang dapat diakses oleh anak terbatas dan dapat diawasi oleh orang tua.
Selain itu, orang tua juga dapat mengalihkan anak dari gawai dengan cara memberikan banyak kegiatan positif misalnya sekolah ‘full day’ atau satu hari penuh, sekolah berasrama, olahraga, atau juga kegiatan menghafal Al-Qur’an. Dengan begitu, kegiatan anak sehari-hari tidak terpaku hanya pada bermain internet.
“Terakhir, orang tua juga perlu untuk menanamkan kesadaran beragama secara baik pada anak sehingga anak memiliki landasan yang kuat dan memiliki kesadaran sendiri akan bahaya pornografi. Diharapkan beberapa langkah tersebut dapat membantu orang tua dalam mencegah bahaya pornografi pada anak sehingga anak-anak dan generasi muda di Indonesia bisa terjauh dari bahaya pornografi dan pelecehan seksual di internet,” tandasnya.
(RZD)