Memilukan, Jatah Makan untuk Pengungsi Terpaksa Dipotong

Memilukan, Jatah Makan untuk Pengungsi Terpaksa Dipotong
Warga Somalia menerima distribusi makanan di kamp-kamp darurat di daerah Tabelaha di pinggiran Mogadishu, Somalia pada 30 Maret 2017. (AFP/Farah Abdi Warsameh)

Analisadaily.com, Roma - Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan pada Minggu (19/6), para pengungsi di Afrika Timur dan Barat menghadapi jatah makanan yang lebih kecil karena lonjakan permintaan dan pendanaan yang tidak mencukupi. Tiga perempat pengungsi di sana yang didukung program Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melihat jatah mereka berkurang hingga 50 persen. Orang-orang di Ethiopia, Kenya, Sudan Selatan dan Uganda yang terkena dampak terburuk.

"Kami dipaksa untuk membuat keputusan yang memilukan untuk memotong jatah makanan bagi para pengungsi yang bergantung pada kami untuk kelangsungan hidup mereka," kata Direktur Eksekutif WFP, David Beasley dilansir dari AFP dan Channel News Asia, Senin (20/6).

"Sumber daya yang tersedia tidak dapat memenuhi permintaan pangan yang melonjak di seluruh dunia. Di Afrika Barat, khususnya Burkina Faso, Kamerun, Chad, Mali, Mauritania dan Niger, WFP telah secara signifikan mengurangi jatah," tutur Beasley.

Ini memperingatkan gangguan segera di Angola, Malawi, Mozambik, Republik Kongo, Tanzania dan Zimbabwe.

Pada hari Selasa, WFP meminta US$426 juta untuk mencegah kelaparan di Sudan Selatan, di mana konflik bertahun-tahun dan banjir telah memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka.

Kata dia, lebih dari dua pertiga populasi membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan 8,3 juta orang, termasuk pengungsi, diperkirakan akan menghadapi "kelaparan akut yang parah" tahun ini.

Perang di Ukraina telah secara signifikan memperburuk krisis pengungsi global dan risiko kelaparan, tidak hanya menciptakan enam juta pengungsi tambahan karena warga sipil melarikan diri dari zona konflik, tetapi juga mendorong harga komoditas, terutama biji-bijian.

Pada hari Sabtu (18/6), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menuduh Rusia memilih untuk "mempersenjatai" ekspor biji-bijian dengan memblokir biji-bijian dari Ukraina yang ditujukan untuk negara-negara miskin.

Sebelum invasi Rusia, Ukraina menjadi salah satu lumbung roti terkemuka di dunia mengekspor sekitar 12 persen gandum di planet ini, 15 persen jagungnya, dan setengah dari minyak bunga mataharinya.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan perang itu bisa menggiring puluhan juta orang ke jurang kerawanan pangan.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi