Ali Yusran Gea (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Ketua Umum Dewan Pembina Pondok Konstitusi, Ali Yusran Gea menyebut, pernyataan Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama, dalam pidato politiknya pada Sabtu (23/7) di Yogyakarta, terhadap Menko Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartanto tidak pantas direspons secara hukum.
Pakar Hukum Tata Negara yang karib disapa AY Gea ini berpendapat, pernyataan Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama merupakan suplemen bagi negara hukum, sehingga jangan dipolitisasi apalagi dipidanakan.
"Jangan pernyataan politis dipolitisasi menjadi pemidanaan. Sama halnya itu kekuasaan menggunakan hukum (untuk) membungkam demokrasi. Kritik itu suplemen bagi negara hukum," kata AY Gea kepada wartawan di Medan, Sabtu (30/7).
AY Gea yang juga mantan Wakil Ketua Bidang Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara (Sumut) itu menyebutkan, langkah pemidanaan terhadap Ketua Umum DPP KNPI Haris pertama sarat politis.
"Sifatnya politis (sehingga) kita minta kepada Kepolisian yang menerima laporan itu untuk selektif dan berhati-hati untuk meneruskan dan memproses tentang laporan itu," ujarnya.
"Jangan pakai tangan hukum untuk membungkam demokrasi (sebab) itu hak konstitusional warga negara," tambah AY Gea yang juga akademisi Magister Hukum Universitas Panca Budi Medan itu.
Gea meminta semua pihak untuk menghormati hak asasi Haris Pertama dalam menyampaikan kritik, terutama kepada pejabat publik.
"Negara hukum itu harus menghormati demokrasi, harus menghormati hak asasi seseorang. Ngak masalah itu karena yang dikritik adalah pejabat," tegas Ketua DPD Perkumpulan Penasehat dan Konsultan Hukum Indonesia (Perhakhi) Provinsi Sumut ini.
Dia menyebutkan, apabila kritik untuk membangun harusnya diterima untuk dilakukan perbaikan. "Kalau pernyataan itu lebih ke edukatif, kritik untuk membangun, kritik untuk mencari kebenaran materil apa yang salah?" tanya AY Gea.
Soal penyebutan capres odong-odong yang dianggap sebagian pihak telah menghina pribadi Airlangga Hartanto, Pakar Hukum Tata Negara ini menilai hal itu masih dibatas kewajaran.
"Kalau orang tidak bisa lagi mengkritik seseorang dengan (perumpamaan) yang masih patut dan masih beretika ya bisa semua orang dipenjara," cetus AY Gea.
"Ya maksudnya begini, jangan kita menggunakan Undang Undang ITE itu untuk membungkam kebebasan seseorang, untuk menyatakan kebenaran," lanjutnya.
Mengapa laporan polisi terhadap Haris Pertama dipandang sarat politis?
"Karena unsur materiilnya tidak memenuhi, kan bukan menghina, belum masuk ke ranah penghinaan ini. Itu kritik biasa lah," pungkasnya.
Pejabat publik, sebut AY Gea, perlu mendapat kritik, apalagi dipandang melenceng dari tugas dan jabatannya.
"Mau presiden, menteri, gubernur, bupati kan harus dikritik ngak ada masalah, kalau memang ada dugaan perbuatannya yang menyalahi," katanya.
Lebih lanjut AY Gea menyoroti posisi Airlangga Hartanto yang seharusnya tampil sebagai panutan diantara kalangan pemuda, bukan membiarkan persoalan organisasi kepemudaan terus terpecah.
"Seharusnya Menko (Airlangga Hartanto) itu menjadi guru. Dia harus bersikap independen, dia harus bersikap sebagai penasehat. Dia harus bisa membuat sejuk KNPI," pinta Ali Yusran Gea.
Lagi-lagi, Ali menyebut sangat keliru apabila pernyataan politik Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama itu dianggap sebagian pihak menyerang pribadi Arilangga Hartanto.
"Ini laporannya laporan politis, bukan laporan hukum. Ya kalau memang itu (hate speech) kan harus prinsipal yang melapor. Undang undang ITE ini kan sifatnya private, harusnya pribadi yang dirugikan," tandasnya.
"Menko itu milik publik. Jabatan Menko (Perekonomian) itu milik publik, siapapun boleh mengkritik sepanjang tidak memaki, menghina pribadi Airlangga (Hartanto) nya. Ini kan tidak sama sekali," tambahnya.
Terakhir AY Gea meminta semua pihak agar tetap menghormati hak setiap orang untuk menyampaikan kritik serta tidak membungkam kebebasan berpendapat melalui UU ITE.
"Tidak bisa begitu, jadi kalau semua aktifis dan pemuda yang cinta akan kebenaran di amputasi haknya melalui Undang Undang ITE ya kacau. Negara apa ini, negara diktator apa ini. Kita prinsipnya negara hukum (maka), kita harus (juga) menghormati hak asasi orang," pungkasnya.
(REL/RZD)