Lindungi Kesehatan Masyarakat dari Bahaya Zat BPA, BBPOM Kolaborasi dengan USU dan IKH

Lindungi Kesehatan Masyarakat dari Bahaya Zat BPA, BBPOM Kolaborasi dengan USU dan IKH
Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada Air Minum dalam Kemasan (AMDK), Senin (12/9) di Hotel Le Polonia Medan (Analisadaily/Adelina Savitri Lubis)

Analisadaily.com, Medan - Sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat dan produsen untuk cermat dalam penggunaan bahan Bisfenol A (BPA) yang menjadi zat perantara pembuatan kemasan poli karbonat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaksanakan kegiatan bertajuk Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada Air Minum dalam Kemasan (AMDK), Senin (12/9) di Hotel Le Polonia Medan.

Kegiatan yang dihadiri berbagai kalangan, termasuk pengusaha produsen AMDK ini merupakan buah kolaborasi Balai Besar POM di Medan dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan Institut Kesehatan Helvetia (IKH) Medan.

Wakil Rektor III Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama USU, Dr Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, M Si.Apt mengawali dibukanya diskusi perihal analisis tentang bahaya paparan zat Bisfenol bagi kesehatan masyarakat yang terkandung dalam kemasan poli karbonat, mulai dari botol minuman galon isu ulang, botol susu, pipa air, hingga pangan kaleng.

Sejalan dengan upaya memberikan perlindungan kesehatan masyarakat melalui rencana perubahan regulasi Pelabelan BPA pada AMDK, BPOM di Medan juga melakukan pengkajian tentang dampak penggunaan zat Bisfenol pada kemasan botol poli karbonat.

Edukasi Masyarakat dan Pelaku Usaha

Kepala Balai POM di Medan, Martin Suhendri mengungkapkan, dari hasil kajian, BPOM Medan berharap kepada pelaku usaha serta masyarakat agar mengawasi produk yang diproduksi mulai dari promosi sampai pendistribusiannya. “Kita masih terus melakukan kajian, kita ingin melindungi pemerintah dan masyarakat, serta pelaku usaha itu sendiri. Caranya adalah dengan mengedukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha tentang paparan PBA ini,” katanya.

Menyahuti rencana perubahan kedua atas peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan melalui regulasi pelabelan BPA, dijelaskan Martin hal itu masih dalam pengkajian BBPOM pusat.

“Justru kita ingin menginsentifkan pengawasan itu sendiri. Regulasi nanti akan dibicarakan oleh pimpinan, yang jelas fokus kita adalah mengedukasi masyarakat. Artinya ke depannya nanti tidak berhenti di sini saja,” sahut Martin.

Sementara Dosen Fakultas Farmasi USU, Heni Sriwahyuni S Farm., M.Si menjelaskan, kandungan dalam zat Bisphonel bersifat berbahaya jika mengalami migrasi terhadap pangan olahan. Apalagi sifat dari zat Bisphonel ini juga bisa larut dalam air yang sangat berbahaya dikonsumsi masyarakat jika melebihi ambang batas lebih dari 0,6 bpj.

Selain paparan melalui makanan kemasan plastik dan kaleng, penyebaran Bisphonel juga bisa masuk melalui panca indra serta asupan makanan yang dikonsumsi. Menurutnya tercatat sejak tahun 1997 sampai saat ini ternyata untuk pemakaian zat BPA telah melebihi ambang batas. “Setiap tahun ada peningkatan 10 hingga 20 persen untuk untuk penggunaan air minum dalam kemasan. Terlebih zat Bisphonel ini juga bisa larut sebagian dalam air jika kondisi suhu udara di atas 23 derajat celcius,” terangnya.

Pentingnya Sertifikat BPA Free

Sementara itu dari kalangan produsen AMDK yang turut serta menjadi undangan dalam kegiatan itu sangat mendukung upaya pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat guna terhindar dari paparan zat Bisphonel.

“Kami sangat mendukung upaya ini, apalagi, saat ini kami telah bermitra dengan pihak ketiga selaku pemasok botol kemasan air minum yang telah memiliki sertifikat BPA free,” aku Direktur Utama CV Himudo, Leiman.

Dijelaskannya, galon kemasan air minum yang digunakan di tempatnya berasal dari pihak ketiga. Pihaknya mewajibkan pihak ketiga itu mengeluarkan sertifikat of analisis dan harus memiliki sertifikat BPA free.

“Kita sudah memakai itu semua dan bagi perusahaan kita. Kita memakai great satu, dan tidak ada recycle,” ujarnya.

Leiman sepakat harus ada win win solution. Itu sebab dengan duduk bersama dengan dengan BPOM berserta para pakarnya dan juga para pelaku usaha merupakan jalan kolaborasi terbaik.

Khusus Kota Medan tentu menjadi prioritas. Pasalnya berdasarkan hasil analisis pihak BBPOM tentang uji migrasi terhadap zat Bisphonel yang terkandung dalam AMDK, sebanyak 3,4 persen berada di atas ambang batas maksimal yang ditetapkan yakni lebih dari 0,6 bpj.

Dari jumlah tersebut tersebar di enam kabupaten dan kota, termasuk kota Medan yang juga masuk zona merah untuk penggunaan zat Bisphonel dengan nilai ambang batas mencapai 0,9 persen.

Berita kiriman dari: Adelina Savitri Lubis

Baca Juga

Rekomendasi