Diskusi Publik 'Toleransi, Keadaban Kewargaan dan Masa Depan Generasi' yang digelar di Aula FIS Kampus IV UINSU, Jalan Lap Golf Tuntungan, Durin Jangak, Pancur Batu, Deliserdang, Kamis (15/9). (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Deliserdang - Provinsi Sumatera Utara yang diisi masyarakat multietnis dan agama, dalam realitas kehidupan sangat perlu secara terus menerus dilakukan penyerbukan nilai toleransi untuk menjaga nilai keadaban sebagai warga negara.
Hal ini disampaikan Dekan FIS UINSU, Prof Dr Abdurrahman dalam Diskusi Publik 'Toleransi, Keadaban Kewargaan dan Masa Depan Generasi' yang digelar di Aula FIS Kampus IV UINSU, Jalan Lap Golf Tuntungan, Durin Jangak, Pancur Batu, Deliserdang, Kamis (15/9).
Hadir sebagai pembicara aktivis pluralisme dan toleransi, YM Dhirapunno; Pastor Alexander Silaen OFM CAP; dan Ferry Wira Padang dari Aliansi Sumut Bersatu. Hadir Ketua Prodi Sosiologi Agama Dr Sakti Ritonga, Sekretaris Prodi Dr Faisal Riza dan sejumlah dosen.
Abdurrahman menuturkan penyelenggaraan diskusi publik ini sebagai aksi dukungan dari Keputusan Menteri Agama (KMA) Menteri Yaqut Cholil Qoumas No 494/2022 tentang Tahun Toleransi 2022.
"Karena itu kami di Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara sangat antusias menyambut KMA tersebut. Sebab faktanya, Sumatera Utara diwarnai dengan multietnis dan agama, yang dalam realitas kehidupan sangat perlu secara terus menerus penyerbukan nilai toleransi untuk menjaga nilai keadaban sebagai warga negara," kata dia.
Pada diskusi yang diinisiasi Program Studi Sosiologi Agama ini, Dekan FIS UINSU, Abdurrahman mengatakan bahwa jargon UINSU saat ini yaitu Wahdatul Ulum yang bermakna tidak memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Karenanya, toleransi juga menjadi kajian yang menarik secara akademik dan sosial kemasyarakatan.
Abdurrahman juga menyampaikan bahwa keberadaan UINSU di wilayah Pancurbatu ini memberdayakan masyarakat sekitar yang sangat multikultur dan agama.
"Hal itu membuktikan bahwa UINSU memiliki sikap toleransi atas perbedaan. Diskusi seperti ini perlu, agar dalam menanggapi sesuatu harus relevan antara knowledge, science, dan technology," pungkasnya.
Pastor Alexander, dalam diskusi itu menyampaikan dunia barat khususnya Eropa memandang positif terhadap banyaknya perbedaan di Indonesia namun tetap bisa bersatu.
"Pengakuan Eropa akan kuatnya toleransi di Indonesia adalah kuatnya Islam di Indonesia," tukasnya.
Selain itu kata dia, karena keadaan masyarakat Indonesia yang ramah. Toleransi juga merupakan konsekuensi dari keberagaman diciptakan Tuhan YME.
Dhirapunno menyampaikan pentingnya sikap toleransi dalam kehidupan sosial. Terutama untuk anak-anak muda yang dekat dengan teknologi. Sedangkan Ferry Wira Padang, memaparkan kondisi toleransi di Sumatera Utara yang butuh selalu untuk dirawat.
(JW/CSP)