Aktor Brad Pitt berpose menggunakan rok linen di karpet merah sebelum pemutaran film "Bullet Train" di Berlin pada Juli 2022 (Reuters/Fabrizio Bensch)
Analisadaily.com, Jakarta - Melihat pria mengenakan rok di peragaan busana menjadi hal yang lumrah belakangan ini, bahkan menjadi begitu kuat dalam tren mode.
Dilansir dari Antara, Kamis (19/1), NZ Herald beberapa waktu lalu melaporkan, sepertinya konsep maskulinitas yang “toxic” di masyarakat sudah terlalu berlebihan, namun banyak pria paling terkenal dan sukses tiba-tiba mengenakan rok, seperti Brad Pitt, Harry Styles, dan Mcgregor.
Rasanya bagaikan pertanda yang luar biasa, bahkan laki-laki pun lelah dengan standar maskulinitas yang kaku. Mereka seakan siap untuk memberontak dengan tidak mengenakan setelan celana setidaknya sekali dalam hidupnya.
Pakar Gender dan Kultur Media, Camilla Nelson, juga sangat senang dengan tren rok. Menurutnya, justru konsep maskulin pada jaman dahulu tidak begitu kaku seperti saat ini.
“Kenyataannya adalah pada jaman dahulu justru pria telah mengenakan rok, toga, celana ketat, wig, gaun, kilt, sarung, dan riasan kecantikan. Pertanyaan yang lebih menarik adalah mengapa pria berhenti mengenakan rok? dan di situlah seluk beluk maskulinitas hetero-normatif dimulai,” kata Nelson.
Menurut para desainer yang baru saja tampil di Milan Fashion Week, saat musim gugur (mulai Agustus) tiba, rok panjang terlebih yang menyentuh lantai akan menjadi tren. Seakan semakin panjang rok yang dikenakan semakin menunjukkan sisi eksperimental pria.
Pertama kali muncul di musim lalu saat Stefan Cooke mengenalkan rok denim pria kepada publik, tren itu juga bersamaan dengan motif “pinstripe” atau garis-garis karya merek Luar yang ditargetkan untuk remaja pria.
Dari momen itu, peragaan busana menjadi panggung bagi rok denim, rok motif tartan, dan rok wol yang banyak pula diperagakan oleh merek papan atas seperti Gucci hingga Etro di musim ini.
Model-model Gucci telah mengenakan berbagai macam rok sejak Alessandro Michele menjadi direktur kreatif Gucci pada tahun 2015. Sejak itu Gucci rutin mengeluarkan berbagai macam rok bagi pria.
Sebaliknya, jenama Martine Rose mengambil rute yang berbeda, yaitu memunculkan kembali gaya rok tahun 80 dan 90-an yang merupakan gabungan bahan denim, satin, dan ikat pinggang.
Dari seluruh inovasi itu, tampaknya alur fesyen saat ini mengarah pada sisi eksplorasi diri mengesampingkan sisi feminim ataupun maskulin yang kerap disematkan pada satu gender saja.
Penggunaan rok menjadi angin segar di dunia fesyen pria dan dapat dikenakan sehari-hari, bukan hanya dalam peragaan busana. Rok juga dapat melambangkan kepribadian dan menjadi nuansa ekspresi seseorang.
(RZD)