Pekerja Berstatus Mitra Berharap THR Lebaran, Tanggung Jawab Siapa?

Pekerja Berstatus Mitra Berharap THR Lebaran, Tanggung Jawab Siapa?
Mirah Sumirat, Presiden ASPEK Indonesia (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengatakan Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang dinanti pekerja/buruh, khususnya mereka yang hendak mudik dan berbelanja kebutuhan lebaran.

THR sendiri merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang Hari Raya keagamaan dalam bentuk uang tunai yang disesuaikan dengan lama bekerja dan agama yang dianut pekerja.

Pemberian THR bagi pekerja/buruh merupakan tradisi dan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja.

“Namun THR tersebut hanya bisa dinikmati oleh pekerja formal, lalu bagaimana dengan perkerja seperti driver online, ojek online dan para pekerja ekspedisi yang berstatus pekerja mitra, seperti driver online,” demikian disampaikan Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, Sabtu (8/4).

Padahal, lanjutnya, mereka sama-sama merayakan Hari Raya seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. “Lalu mereka minta THR pada siapa? Seharusnya Pemerintah bisa mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi setiap tahun, bukan hanya memberikan himbauan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja mitra,” pungkas Mirah.

Dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, gelombang PHK terus terjadi membuat pekerja formal semakin berkurang. Lalu kemana pekerja formal yang terPHK? Ternyata hasil penelitian, banyak beralih menjadi driver online, ojek online dan kurir ekspedisi yang berstatus mitra yang saat ini jumlahnya kurang lebih 4 juta orang.

Senada apa yang disampaikan Presiden ASPEK Indonesia, Herman Hermawan selaku Ketua Umum Serikat Pekerja Platform Daring (SPPD) yang menjadi anggota atau berafiliasi kepada ASPEK Indonesia menyampaikan, kalau pekerja formal untuk merayakan Hari Raya mendapatkan THR, lalu pekerja seperti kami mendapatkan THR dari mana, apa lagi “narik” sekarang lagi anyeb, istilah yang biasa digunakan kawan-kawan ojek online dan driver online untuk mengatakan orderan lagi sepi.

Masih dikatakan oleh Herman bahwa hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pemangku kebijakan, jangan hanya pekerja formal saja yang dibuatkan permenaker tentang THR akan tetapi para pekerja platform juga harus segera dibuatkan Permenaker agar kami memiliki payung hukum yang jelas.

Lebih lanjut dengan nada agak tinggi Herman Chipeng menyampaikan, “Kami ini pekerja yang sangat rentan. Hari ini kami narik kami punya uang, hari ini tidak narik kami tidak punya uang (no work no pay), apalagi dengan biaya potongan aplikasi yang sangat tidak manusiawi 20 persen plus biaya pemesanan.”

“Bahkan sekarang ada argo Rp 20.000, tapi bersihnya ke driver hanya Rp 12.000. Faktor naiknya harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dari Rp 7.000 menjadi Rp 10.000, biaya perawatan kendaraan dan angsuran kendaraan.”

“Dari tahun 2014 sejak adanya Uber, Grab, dan Gojek hingga kini 2023 kami belum juga memiliki payung hukum yang jelas, di mana peran Pemerintah selaku pemangku kebijakan. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah, agar nilai Pancasila yaitu sila ke-5 bisa diimplementasikan sesuai bunyinya, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”,” pungkasnya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi