Webinar ngobrol bareng legislator (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Di era revolusi 4.0 dimana kehidupan kita tidak lumut dari media digital. Teknologi digital yang semakin pesat telah memberikan berbagai dampak positif sekaligus dampak negatif terhadap masyarakat apabila disalahgunakan.
Anggota Komisi I DPR RI, A Helmy Faishal Zaini, menyampaikan mengenai teknologi digital yang melahirkan berbagai platform media sosial bahwa sebagian kalangan menggunakannya sebagai media untuk berbuat kebaikan, menyampaikan kebenaran, menyampaikan sebuah edukasi dan pengetahuan, dan lain sebagainya. Tetapi tidak sedikit menggunakannya untuk kejahatan salah satu contohnya adalah digunakan untuk melakukan kekerasan dalam media sosial.
Kekerasan sosial media salah satu contohnya adalah dapat berupa pencemaran nama baik atau perbuatan yang tidak menyenangkan dengan menggunakan kata-kata yang dapat menyinggung serta melukai seseorang di dalam sosial media.
“Maka dari itu, marilah kita menjadi agen-agen kebaikan agar tidak menggunakan sosial media untuk kekerasan yakni dengan saring sebelum sharing dimana banyak yang kita terima belum tentu itu benar, bijaksana dalam menggunakan sosial media dan tetap menjaga kehati-hatian, serta tetap menjaga keamanan dan data pribadi sehingga dapat disalahgunakan untuk tindak kekerasan kepada kita,” pesan Helmy dalam webinar Jumat (14/4).
Direktur LBH Endris Foundation, Muhammad Faizir, Menjelaskan bahwa pada prinsipnya kita sama-sama menjadi garda terdepan dalam berperan dan melindungi masyarakat dari bahaya sosial media salah satunya mengenai kekerasan dalam media sosial.
“Terkait tindak kekerasan yang ada, terdapat beberapa hal mengenai berbagai praktek kekerasan online yang sering dilakukan yaitu adalah mengirimkan email atau pesan berisi hinaan atau ancaman, menyebarkan gosip yang tidak benar atau tidak menyenangkan lewat pesan dan platform lainnya yang dapat menimbulkan HOAX, pencurian Identitas online (membuat profile palsu kemudian melakukan aktivitas yang merusak nama baik seseorang), berbagi gambar pribadi tanpa ijin, menguggah informasi atau video pribadi tanpa ijin, serta membuat meme berisi keburukan terhadap seseorang,” ucap Faizir.
Terdapat aspek hukum kekerasan online yakni dalam UU No.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pasal 27 yang berbunyi ‘Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki : muatan yang melanggar kesusilaan. Muatan perjudian. Muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Muatan pemerasan dan/atau pengancaman.’ Dimana dengan Dipidana Dengan Pidana Penjara Paling Lama 6 Tahun Dan/Atau Denda Paling Banyak Rp1.000.000.000,00 (Satu Miliar Rupiah).
“Peran yang dapat kita lakukan untuk memberantas kekerasan di sosial media adalah dengan melakukan literasi digital, melaporkan tindakan kekerasan online kepada pihak berwajib, dan melindungi diri untuk tidak terlibat sebagai pelaku maupun korban kekerasan online,” tambah Faizir.
Selain itu, agar dapat melindungi diri dari korban kekerasan online perlunya untuk tidak mudah percaya ke “teman” di dunia maya. Berhati-hati dalam berbagi apapun ke internet, apalagi yang bersifat personal (nomor telepon rumah, ponsel, alamat rumah, sekolah, nomor rekening). Tidak mudah berbagi foto pribadi, terutama pose vulgar, karena akan merugikan kita di kemudian hari. Mengetahui berbahayanya menemui “teman” dunia maya di dunia nyata. Komunikasi yang baik, terbuka, antara anak dengan orang tua. Jangan ikut berpartisipasi dalam kekerasan online.
“Sebagai pelaku media sosial bahwa perlunya memiliki dan memberikan pemahaman-pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya bagaimana melindugi diri dari tindak kekerasan dalam media sosial. Mari kita bijak dalam bersosial media, hati-hati dalam memposting suatu hal. Posting yang penting, bukan yang penting posting,” pesan Faizir.
Aktivis Perempuan, Baiq Etyaning Rahadian, menyatakan bahwa tidak dipungkiri, kemajuan dunia digital semakin hari makin masif perkembangannya. Sayangnya, kemajuan teknologi ini bak pisau bermata dua. Bisa berdampak positif, tapi bisa juga berujung negatif. Kedua dampak tersebut, dengan mudahnya dapat dirasakan oleh para pengguna yang kerap berselancar di dunia maya, tergantung dengan pemanfaatannya. Jika tepat, maka dapat menanggulangi hal-hal negatif yang terjadi, termasuk kekerasan di dunia maya (online).
“Banyak sekali kejadian bullying melalui media sosial, kemudian pembunuhan karakter melalui media sosial, dan kegiatan-kegiatan jelek melalui media sosial. Bahkan dengan fake-fake account pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut membuat sebuah isu atau rumor yang tidak baik,” tutur Baiq.
Dalam upaya pencegahan kekerasan online Baiq juga menambahkan, “Kementerian Kominfo harus selalu hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia. Serta memaksimalkan Literasi Digital kepada pengguna media sosial agar mengetahui bagaimana etika dalam menggunakan media sosial dengan benar.”
(REL/RZD)