Masyarakat Kecamatan Parlilitan dari Desa Sionom Hudon, Desa Simataniari dan Lembaga Adat Sionom Hudon menggelar pertemuan dengan Pemerintah Humbang Hasundutan. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Humbahas - Masyarakat Kecamatan Parlilitan dari Desa Sionom Hudon, Desa Simataniari dan Lembaga Adat Sionom Hudon menggelar pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.
Sekretaris Lembaga Adat Sionom Hudon, Saut Tumanggor, kembali menyatakan dengan tegas bahwa mereka menolak disahkannya hutan adat seluas 1.763 Ha untuk diserahkan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Saut menjelaskan, masyarakat di desanya tidak mengetahui perihal pengesahan SK pelepasan Tanah Adat. Bahkan Lembaga Adat Sionom Hutan dan Tokoh Masyarakat Kecamatan Parlilitan, akan melayangkan surat keberatan kepada Pemerintah apabila ada indikasi penyerobotan hutan di tanah ulayat Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari.
"Isu yang beredar dari masyarakat Desa Simataniari, ada pelepasan lahan seluas 1.763 Ha. Perihal ini perlu ditegaskan kembali kami tidak menerima dan tidak pernah menyetujui adanya tanah adat di wilayah Lembaga Adat Sionom Hudon, karena hal ini sudah menjadi ketetapan dan aturan dari nenek moyang kita," katanya, Rabu (14/6).
Direktur KSPPM, Delima Silalahi, mengatakan dukungan mereka dalam pelepasan wilayah menjadi tanah adat ini merupakan bentuk penyelamatan lingkungan dan bencana alam.
"Dalam penyelamatan hutan dan lingkungan seperti banjir bandang, panasnya cuaca, cuma inilah satu-satunya hutan yang tersisa di Sumatera Utara, meliputi Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. KSPPM konsen tentang hal ini karena ini adalah kesempatan bagi masyarakat yang ada di Indonesia mengatakan agar hutan adat dilindungi, supaya tidak diberikan kepada perusahaan-perusahaan," ucapnya.
Menanggapi hal itu, Saut Tumanggor kembali menegaskan bahwa posisi mereka bukan membela perusahaan yang disebutkan oleh KSPPM namun untuk melindungi tanah ulayat mereka.
"Biar kita ketahui bersama, Lembaga Adat Sionom Hudon tidak pernah memberikan tanah ulayat dengan perusahaan-perusahaan yang disebutkan tadi. Namun biar saya jelaskan di sini, kami juga tidak pernah melepaskan tanah ulayat menjadi tanah adat, tetapi jika berbicara masalah pelestarian hutan yang disampaikan, bahwa hal ini juga menarik dan perlu penjelasan di sini," katanya.
"KSPPM juga diam saja tentang masalah penebangan hutan secara liar yang terjadi di Desa Simataniari, bahkan informasi di lapangan sudah terdapat ratusan hektar pohon yang ditebang akibat penebangan liar tersebut. Oleh sebab itu, hal ini menjadi indikasi bahwa KSPPM pun bersuara hanya karena kepentingan tertentu," sambung Saut.
Camat Parlilitan, Darmo Hasugian meminta kepada semua pihak yang hadir dalam pertemuan ini agar duduk bersama dan bermusyawarah menemukan jalan keluar dalam permasalahan ini
"Berkiatan dengan perdebatan di antara masyarakat Kecamatan Parlilitan, khususnya Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari, kami dari Uspika berharap agar semua pihak duduk bersama dalam mencari jalan keluarnya," pintanya.
"Tidak ada artinya kita melakukan provokasi atau hal negatif lainnya, karena kita semua adalah keluarga. Harapan kami, tokoh adat dapat memfasilitasi kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan solusi yang tepat," tambah Darmo.
(JW/CSP)