dr. Gita Aisyaritha berkomunikasi dengan penasehat hukumnya, Redyanto, setelah mendengar putusan hakim di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (27/7). (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis tiga bulan penjara terhadap dr. Gita Aisyaritha, dengan masa percobaan 6 bulan dalam kasus suntik vaksin kosong ke salah seorang siswa Sekolah Dasar (SD) di Medan. Dia juga didenda Rp 500.000, subsider 2 bulan kurangan.
Akan tetapi, hukumam tidak akan dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari dalam suatu putusan hakim, terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana sebelum lewat masa percobaan 6 bulan.
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana dakwaan kesatu umum," kata Ketua Majelis, Immanuel Tarigan di Ruang Kartika, PN Meda, Kamis (27/7).
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU Rahmi Shafrina yang meminta agar terdakwa dihukum 4 bulan penjara. Atas vonis ini, terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir.
Dissenting Opinion
Immanuel mengatakan tidak ada bukti yang secara sah dan meyakinkan menunjukkan bahwa Gita bersalah melakukan tindak pidana. Bahkan, dia mengeluarkan pendapat, terdakwa tidak terbukti bersalah dalam kedua dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum.
Namun, dua anggota majelis lainnya menyatakan bahwa Gita bersalah. Mereka menyebut, Gita melakukan tindakan yang memperburuk upaya penanggulangan wabah dan hal tersebut tidak mendukung penanganan wabah penyakit menular.
Sebagaimana dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No 4 tahun 1984, tentang wabah penyakit menular.
Kuasa hukum Gita, Redyanto, menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
"Kami menilai putusan ini belum cukup adil, karena terdakwa seharusnya tidak dimintai pertanggungjawaban pidana karena," ucap Redyanto setelah sidang selesai.
Sebagaimana pertimbangan dibacakan majelis hakim, korban dan kerugian tidak ada.
"Kalaupun ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilanggar, itu bagian internal. Sedangkan dalam pertimbangan tadi jelas menyampaikan adanya keterlibatan penyelenggara. Namun begitu kita menghargai putusan majelis hakim," ujar Redyanto.
(JW/CSP)