Ada Sosok Jasitem, Si Pemikat Bule Kaya Dalam Kisah Gedung Linggarjati

Ada Sosok Jasitem, Si Pemikat Bule Kaya Dalam Kisah Gedung Linggarjati
Gedung Linggarjati di Kuningan (Fathnur Rohman/detikcom)

Analisadaily.com, Kuningan - Gedung Linggarjati di Kuningan menjadi saksi bisu banyak peristiwa sejarah. Termasuk salah satunya kisah tentang Jasitem, janda pemikat bule kaya dari Belanda. Hikayat percintaan tersebut menjadi sisi lain dari Gedung Linggarjati yang jarang diketahui khalayak luas. Bahkan, untuk warga Kuningan sendiri, mungkin belum familiar dengan salah satu kisah ikonik ini.

Mari kembali pada dekade 1910-an, ketika seorang janda bernama Jasitem pertama kali menetap di sebuah desa kecil nan sejuk di kaki Gunung Ciremai. Saat itu dia tinggal sendirian dalam gubuk sederhana.

Gubuk sederhana milik Jasitem berdiri pada kawasan dataran tinggi yang kini disebut Linggarjati. Waktu itu sekelilingnya masih ditumbuhi rerumputan liar. Kondisi 'rumah' janda ini pun disebut kurang begitu layak untuk menjadi hunian.

Selama bertahun-tahun menetap, kehidupan Jasitem berjalan normal layaknya kaum pribumi yang tinggal di daerah koloni Hindia Belanda. Namun keseharian Jasitem cukup memprihatinkan. Dia harus tinggal seorang diri dalam gubuk sederhana miliknya karena tidak memiliki keturunan.

Pada tahun 1918, sesuatu hal yang tidak terduga menghampiri Jasitem. Nasib janda tersebut berubah 180 derajat saat seorang berkebangsaan Belanda menemuinya.

Perjumpaan ini juga berperan penting dalam cikal bakal proses berdirinya Gedung Linggarjati yang terkenal sangat bersejarah di Kabupaten Kuningan.

"Dalam tahun 1918 di tempat ini berdiri rumah gudang milik Ibu Jasitem, dia seorang diri tidak mempunyai keturunan. Datang seorang Belanda dari Tersana," tulis Solichin Salam dalam bukunya Arti Linggarjati Dalam Sejarah (1992), melansir detikcom Minggu (6/8/2023).

Hidup Jasitem mulai berbunga-bunga. Takdir telah membawanya menjalin kasih dengan orang Belanda tersebut. Tuan Tersana, begitu masyarakat setempat menyebutnya, langsung kepincut dengan paras rupawan janda dari Linggarjati ini.

Terpikat Jasitem

Dapat dikatakan asmara yang terjalin di antara dua sejoli ini sangat unik. Bila berkaca pada kompleksitas hubungan bangsa Belanda dengan kaum pribumi selama masa penjajahan, khususnya di Kuningan, maka romansa keduanya merupakan fenomena langka. Walaupun ada yang serupa, tapi kejadiannya tidak terlalu banyak.

Sejumlah literatur menyebutkan kalau Tuan Tersana sosok kaya raya. Dia diketahui bekerja di sebuah pabrik gula yang terletak pada kawasan Babakan, Sindang Laut, Cirebon.

Akan tetapi, beberapa arsip lainnya menuliskan Tuan Tersana adalah pengusaha sekaligus pemilik pabrik gula tersebut. Indikasi ini merujuk pada penyematan atau penyebutan yang diberikan masyarakat setempat kepada orang Belanda itu. Nama asli pengusaha kaya raya asal negeri Kincir Angin tersebut yakni Marghen atau Margen.

"Ibu Jasitem menikah dengan orang Belanda. Tuan Margen, yang oleh masyarakat sini disebut Tuan Tersana. Karena beliau pemilik Pabrik Tersana Baru di Cirebon sana. Sosok Tuan Margen ini disebut sangat kaya, karena beliau pengusaha gula," ungkap Staf Juru Pelihara Gedung Linggarjati, Toto Rudianto.

Meskipun tersohor dan bergelimang harta, menurut Toto, hati Tuan Tersana takluk oleh paras serta penampilan sederhana dari Ibu Jasitem. Terlepas dengan statusnya sebagai janda sekaligus pribumi, Jasitem tetap dinikahi pengusaha gula asal Belanda itu.

Gubuk Jasitem Diubah Jadi Semi Permanen

Usai memantapkan hati dan memadu kasih sebagai pasangan, gubuk mungil milik Jasitem akhirnya diubah menjadi bangunan semi permanen pada 1921. Beberapa bagiannya mulai ditambahkan tembok.

Fungsi dari bangunan tersebut, kata Toto, dipakai untuk tempat beristirahat pasangan beda bangsa ini. Mengingat Jasitem pada akhirnya memilih ikut tinggal di tempat Tuan Tersana berkena.

"Tuan Tersana tidak menetap di Kuningan, tapi beliau tinggal di Cirebon. Sempat di sini menikahnya," ujar Toto.

Toto menyampaikan, pada 1930-an bangunan bekas gubuk Jasitem akhirnya dijual kepada pengusaha bernama JJ van Os. Sedangkan Tuan dan Nyonya Tersana memilih mangkat ke Belanda sekaligus menetap di sana.

Kisah percintaan Jasitem dan Tuan Tersana yang memiliki latar belakang berbeda, membuat hubungan keduanya terkesan istimewa. Kendati dinikahi siri atau status Jasitem hanya sebagai selir (gundik), pasangan ini dapat hidup bahagia hingga ajal memisahkan mereka.

"Ibu Jasitem dinikahi oleh Tuan Tersana. Tapi itu juga kawin siri, kalau dulu namanya digundik. Sekitar 1930-an beliau dibawa ke Belanda. Jasitem juga wafat di sana," tutur Toto.

Jadi Bangunan Sejarah

Setelah berganti kepemilikan dari Jasitem ke Van Os, bangunan semi permanen itu kemudian dipugar kembali dan direnovasi menjadi gedung yang lebih elok, megah dan menawan.

Konon, sambung Toto, di tangan Van Os gubuk bekas hunian janda dari Linggarjati ini berhasil disulap menjadi bangunan termegah di kawasan sekitar. Beberapa bagiannya diperluas dan ditambahkan dekorasi bergaya art deco.

"Baru Van Os lah yang memperluas area ini. Bangunan ini dijadikan tempat peristirahatan keluarganya. Semacam Villa. Van Os ini merupakan pemborong (kontraktor) kala itu. Beliau punya banyak sekali cv. Dari sekian banyak rumah-rumah orang Belanda di kawasan ini, gedung inilah yang paling besar dengan luas 1.052 meter per segi dan jumlah kamar tidur 8. Terbilang megah pada zamannya," paparnya.

Lima tahun berselang, tepatnya pada 1935, gedung ini dikontrak oleh rekan Van Os bernama Tuan Heiker. Gedung tersebut lantas difungsikan sebagai wisma yang disebut Hotel Restroond.

Kemudian seiring berjalannya waktu, bangunan ini menjadi Gedung Linggarjati, tempat tercapainya kesepakatan antara delegasi Indonesia dan Belanda.

Hasil Perjanjian Linggarjati menitikberatkan pada keputusan Belanda yang mengakui secara de facto wilayah Indonesia hanya terdiri dari Sumatera, Jawa serta Madura, dan dibentuknya Republik Indonesia Serikat.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi