Cara Cerdas Menghindari Anggapan ‘Rugi’ Saat Berasuransi

Cara Cerdas Menghindari Anggapan ‘Rugi’ Saat Berasuransi
Ilustrasi (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Mungkin kita pernah mendengar nasabah asuransi mengeluh rugi ketika pengajuan klaimnya ditolak. Tapi, benarkah penolakan klaim asuransi tersebut bersifat sepihak dan merugikan?

Mengutip analisa Mada Aryanugraha, seorang konsultan keuangan terkemuka Tanah Air, kebanyakan dari nasabah yang mengaku merasa dirugikan itu beralasan telah membayar premi bertahun-tahun, namun tidak mendapatkan apa-apa sampai dengan masa polis habis.

Padahal, perlu dipahami sesuai prinsip dasarnya sebagai ‘utmost good faith’ atau itikad baik untuk memberikan perlindungan, asuransi berperan memproteksi diri dari risiko kerugian finansial.

"Jadi, kita patut bersyukur jika terus diberikan kesehatan sehingga tidak mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit selama masa polis berlangsung, meski artinya tidak ada klaim yang dilakukan dan tambahan manfaat tidak dirasakan," katanya, Rabu (16/8).

Harus selalu diingat bahwa manfaat perlindungan asuransi baru akan bekerja ketika terjadi risiko dalam kehidupan yang mengancam kondisi finansial, baik itu terkait kesehatan, kecelakaan, ataupun yang terburuk adalah meninggal dunia. Selama tidak terjadi risiko, maka asuransi hanya akan berjaga-jaga dan senantiasa waspada terhadap kemungkinan risiko seiring berjalannya waktu.

Isu serupa juga kerap ditemui pada produk asuransi yang dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), di mana banyak mispersepsi di pihak nasabah ketika mengetahui jumlah manfaat nilai tunainya tidak sama dengan jumlah biaya premi yang telah dibayarkan. Salah paham ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan nasabah atau kurangnya literasi terkait PAYDI.

"Sejatinya, PAYDI sendiri merupakan produk asuransi yang menekankan pada manfaat perlindungan, namun dilengkapi oleh manfaat investasi yang memperkuat proteksi," ucapnya.

Pada PAYDI, nasabah membayar premi untuk alokasi biaya asuransi dan juga investasi. Proporsi ini memberikan nilai lebih berupa cuti premi, yakni kondisi di mana nasabah menghendaki sementara waktu berhenti membayar premi namun manfaat proteksi tetap berjalan.

Untuk itu, alokasi biaya asuransi akan dipotong dari nilai tunai investasi yang sudah terbentuk. Oleh karenanya, manfaat nilai tunai pada PAYDI sudah pasti akan berkurang karena digunakan untuk membayar biaya asuransi sesuai polis.

Keunikan manfaat perlindungan serta cuti premi membuat PAYDI tidak dapat disamakan dengan produk deposito, investasi reksadana atau bahkan dengan investasi saham sekalipun. Manfaat nilai tunai di PAYDI bergerak fluktuatif seiring dengan perkembangan pasar modal atau risiko pasar, yang disebabkan oleh kondisi ekonomi dan/atau sentimen pasar modal.

Karakter tersebut menyebabkan nilai investasi dapat mengalami kenaikan maupun penurunan, sehingga nilai unit yang dimiliki oleh pemegang polis juga mengikuti pergerakan pasar.

Cara cerdas menghindari anggapan ‘rugi’ saat berasuransi. Masih mengutip dari analisa Mada Aryanugraha, setidaknya ada dua faktor utama yang membuat nasabah asuransi merasa dirugikan saat klaim ditolak.

Pertama, rendahnya literasi nasabah terkait produk asuransi, sehingga seringkali membeli polis bukan karena dasar kebutuhan.

Kedua adalah misekspektasi antara tenaga pemasar asuransi dengan nasabah akibat tidak mempelajari dan memahami dengan baik polis yang disepakati.

"Kedua faktor tersebut bisa dihindari oleh calon nasabah dengan mempelajari produk asuransi yang akan dibeli, serta memahami rencana polis sebelum menyepakati ketentuan hak dan kewajibannya lewat tanda tangan. Selain itu, penting pula bagi calon nasabah untuk membaca dan memahami ilustrasi risiko pada polis yang disepakati," jelas Mada.

Jika ada hal yang tidak dipahami, jangan sungkan bertanya langsung kepada tenaga pemasar maupun perusahaan asuransi.

Setiap perusahaan asuransi memberikan beragam pelatihan kepada tenaga pemasarnya, untuk memastikan mereka memiliki pengetahuan dan menguasai detil informasi produk yang akan dijual.

Bahkan Otoritas Jasa keuangan (OJK) melalui Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mewajibkan tenaga pemasar harus lulus ujian berkala dan memiliki sertifikasi tertentu selama menjual polis kepada masyarakat.

Selain menghindari dua faktor di atas, penting juga bagi calon nasabah untuk memanfaatkan dengan baik free look period, yakni rentang waktu yang diberikan perusahaan asuransi untuk mempelajari rencana polis sebelum ditandatangani. Selama periode ini, jika poin-poin rencana polis dirasa tidak sesuai, maka calon nasabah bisa membatalkan polis dan mendapatkan kembali uang premi yang telah dibayarkan, namun tentunya dikurangi dengan biaya-biaya terkait.

"Sebagai bagian penting dalam ketahanan finansial, sekali lagi kita harus ingat bahwa manfaat utama asuransi adalah melindungi diri dari kerugian finansial akibat suatu risiko, bukan untuk mencari keuntungan. Oleh karenanya, bijaklah dalam membeli asuransi, pastikan polis sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan," ujar Mada.

Selain itu, calon nasabah juga harus cermat memastikan produk asuransi yang dipilih berasal dari perusahaan terpercaya.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi