Sidang Dugaan Korupsi Dana BOS SMK Pencawan, 4 Guru Dihadirkan Sebagai Saksi (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Sebanyak 4 orang guru dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara Korupsi Dana BOS SMK Pencawan 2018-2019 di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (18/9).
Ke-4 guru SMK Pencawan yang bersaksi adalah Lindawati Sembiring, Menapita Sembiring, Ribka Sembiring dan Amalta Ginting. Mereka dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Setelah sidang dibuka Majelis Hakim, Tim JPU langsung mengarahkan ke-4 guru yang serentak duduk di kursi saksi dengan pertanyaan mengenai penjualan buku ke siswa sepanjang 2018 dan 2019.
Satu per satu dari para saksi mengungkapkan pada tahun-tahun itu manajemen sekolah melakukan penjualan buku kepada siswa. Namun ketika pertanyaan berganti diajukan oleh para Kuasa Hukum dari terdakwa Restu Utama dan Ismail Tarigan, keempatnya tampak kebingungan.
Hal itu terjadi saat kuasa hukum terdakwa bertanya mengenai bukti penjualan atau atau catatan pembelian buku.
"Apakah saksi pernah melihat bukti pembayaran, atau catatan pembelian dari buku yang jual?" tanya Tommy Sinulingga, Kuasa Hukum Restu Utama, kepada Linda, salah satu saksi.
Linda tampak terdiam sejenak dan mengatakan tidak pernah melihatnya. Bukan hanya Linda, ketiga guru yang lain juga mengakui tidak pernah melihat bukti pembayaran atau catatan pembelian buku tersebut.
Mereka mengatakan informasi mengenai adanya penjualan buku, didapat dari siswa. Di tengah persidangan, salah satu saksi, Ribka, sempat mengeluh kepada Majelis Hakim mengenai pemanggilannya sebagai saksi.
"Saya heran, kenapa ada nama saya (dipanggil menjadi saksi). Kegiatan saya hanya mengajar dan pulang," ucapnya.
Usai sidang, Restu Utama mengatakan dirinya merasa keberatan dengan tuduhan penjualan buku ke siswa. Dia memastikan tidak semua buku pelajaran siswa dapat dibiayai dengan Dana BOS.
"Ada buku yang bisa dibiayai dengan Dana BOS dan ada yang tidak bisa. Tim Jaksa tidak merinci jenis buku-buku apa saja yang dimaksud," sebutnya.
Para saksi juga ditanyai hakim mengenai pembangunan sekolah pada 2018 dan 2019. Pada masalah ini hakim sempat terlihat kesal dengan para saksi karena mereka menjawab tidak mengetahui ada tidaknya pembangunan gedung atau sarana sekolah yang lain pada tahun-tahun itu.
Padahal, keempatnya tergolong guru senior di SMK Pencawan atau yang sudah mengajar di sekolah itu bertahun-tahun. Setelah beberapa kali ditanyai hakim, keempatnya hampir seragam mengungkapkan mengetahui adanya pembangunan fisik gedung dan pengadaan perlengkapan sekolah yang baru.
Namun mereka mengaku tidak mengetahuinya secara detil. Salah satu saksi, Amalta Ginting, yang merupakan guru bidang studi Penjas Orkes, sempat mengungkapkan jika dirinya membutuhkan perlengkapan olahraga siswa, maka dia harus mengajukannya kepada Setiana Tarigan, Bendahara Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan.
Bukan kepada Restu Utama yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sekolah SMK Pencawan. Setelah saat ini kepala sekolah dijabat Setiabudi Tarigan, dan nama yayasan berubah menjadi Yayasan Pendidikan Nasional Masty Pencawan, pengadaan perlengkapan olahraga siswa diajukan ke kepala sekolah.
Yang menarik, saat kuasa hukum terdakwa bertanya ke para saksi siapa pihak yang memiliki tanggungjawab mengenai sarana dan prasarana (sarpras) sekolah, mereka kompak menjawab tidak mengetahuinya.
Dalam persidangan itu, saksi Linda, sebagai guru paling senior di antara keempatnya, mengatakan dirinya mengetahui pada awal 2019 Kepala Sekolah SMK Pencawan masih dijabat Restu Utama. Namun mulai Agustus 2019 jabatan kepala sekolah sudah beralih ke tangan Setiabudi Tarigan.
Ini menjadi pernyataan yang cukup mengejutkan sebab Restu Utama dan Ismail Tarigan didakwa atas penggunaan Dana BOS 2018-2019.
Pada 13 Juni 2023 lalu Kejari Medan menetapkan Restu Utama dan Ismail Tarigan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi Dana BOS SMK Pencawan 2018-2019. Dalam perkara ini Kejari Medan manaksir negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,8 miliar.
Selain sedang bermasalah hukum mengenai Dana BOS, saat ini SMK Pencawan juga mengalami silang sengkarut kepemilikan yayasan.
Berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, kemunculan SMK Pencawan diawali dengan Akte Notaris No. 3 tertanggal 3 September 1979 mengenai pendirian Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan dengan pendiri bernama Atelit Pencawan dan Masty Pencawan.
Pada 31 Januari 1983, Atelit Pencawan meninggal dunia di Jakarta. Ia kemudian meninggalkan ahli waris sesuai dengan Surat Keterangan Warisan di bawah tangan pada 21 April 1994. Para ahli waris adalah Sukarmiaty, Maria Pencawan, Artika Pencawan, Effendi Pencawan, Rehulina Pencawan dan Risona Pencawan.
Para ahli waris kemudian menunjuk Risona Pencawan sebagai salah seorang pendiri dan pengurus yayasan, sesuai dengan surat pernyataan/persetujuan hasil musyawarah keluarga pada 21 April 1994.
Adapun SMK Pencawan dibuka oleh Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan berdasarkan SK Kadisdik Medan No: 420/4900/2004 tentang Izin Operasional Sekolah Swasta Jurusan: Sekretaris dan Akuntansi.
Kemudian SK bernomor 420/3123/Dikmen/2006 tentang Izin Operasional Sekolah Swasta Jurusan: tata busana, serta SK bernomor 420/4410/2004 tentang Izin Operasional Sekolah Swasta jurusan: pariwisata.
Selanjutnya SK bernomor 420/899/2004 tentang Izin Operasiona Sekolah Swasta jurusan: mekanik otomotif dan elektronika komunikasi, dan kemudian diubah pada 2012 dengan SK bernomor 420/11522.PPMP/2012 tentang Izin Operasional Sekolah Swasta.
Pada 8 Juli 2019 Masty Pencawan mendirikan yayasan dengan nama baru, yaitu Yayasan Pendidikan Nasional Masty Pencawan (YPNMP). Dalam Pasal 43 akte pendirian YPNMP, tercantum Masty Pencawan sebagai Pembina, Sofiyan Perananta Pencawan sebagai Ketua, Maylani Sari Sarah Pencawan sebagai Sekretaris dan Setianna Tarigan sebagai Bendahara.
Dari sini lah sengkarut kepemilikan yayasan berawal. Pendirian YPNMP ternyata tidak diawali dengan pembubaran YPNP dan tidak atas sepengetahuan ahli waris Atelit Pencawan.
"Seharusnya pendirian yayasan yang baru harus terlebih dulu membubarkan yayasan yang lama. Harus berdasarkan putusan pengadilan atau permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Namun hal itu tidak dilakukan,” ungkap Dwi Ngai, Kuasa Hukum Risona Pencawan.
Karena itu patut diduga pendirian YPNMP dilakukan dengan cara-cara yang tidak sah dan bertentangan dengan hukum. Dan yang mengherankan, katanya, YPNMP bisa mengantongi izin operasional atas nama SMK Pencawan dan menerima kucuran Dana BOS sampai sekarang.
(REL/RZD)