Tips Lawan Misinformasi dan Hoaks Jelang Pemilu 2024 (Google)
Analisadaily.com, Jakarta - Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), saat ini proporsi kaum muda yang merupakan first voter atau yang baru pertama kali memberikan hak suara, mencapai 55% dari jumlah pemilih keseluruhan. Kelompok ini pun rentan terpapar dan menyebarluaskan misinformasi. Diungkapkan juga oleh KataData dan Kominfo, 60% orang Indonesia mengaku pernah mendapatkan oleh misinformasi.
Menurut riset Google bersama Jigsaw di Indonesia, terdapat tiga taktik manipulasi yang paling sering digunakan saat musim pemilu, yaitu:
- Taktik merusak reputasi melalui konten yang sengaja dibuat untuk mencemarkan nama baik dan merusak reputasi seseorang.
- Manipulasi gambar dan video melalui konten yang sengaja menggunakan gambar atau video di luar konteksnya disertai judul yang menyesatkan.
- Taktik memancing emosi yang berisi konten misinformasi yang sengaja dibuat dengan memakai kata-kata berlebihan dan musik dramatis.
Berkomitmen melawan misinformasi, melalui program Tular Nalar, Google menggunakan metode
pre-bunking untuk mengedukasi pengguna, terutama kelompok yang rentan digital seperti kaum muda dan lansia tentang berbagai taktik misinformasi yang ada. Tular Nalar juga bergabung dengan komunitas-komunitas anti hoaks dan literasi digital, penggerak literasi, ataupun kelompok yang peduli dengan isu-isu informasi.
“Kaum muda belum berpengalaman dalam memilih dan tidak terbiasa berpikir kritis dalam menerima informasi. Hal ini menyebabkan mereka mudah disesatkan oleh berita-berita hoaks. Sedangkan para lansia mengalami keterbatasan dalam menguasai teknologi dan hambatan dalam mencerna informasi. Ini juga dapat menjadikan mereka korban hoaks dan ujaran kebencian.” jelas Santi Indra Astuti, Perwakilan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan program Tular Nalar, Rabu (11/10).
Santi menambahkan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran hoaks:
- Menanamkan pola berpikir kritis yang kuat agar lebih teliti dan bijak dalam mengambil keputusan kompleks.
- Meningkatkan penginderaan hoaks, dengan mempelajari tiga taktik manipulasi yang paling sering digunakan saat Pemilu agar lebih peka terhadap kemungkinan datangnya hoaks.
- Periksa kembali berita mencurigakan di sejumlah situs media terpercaya, dengan menggunakan kata kunci terkait untuk mendapatkan referensi pembanding yang lebih akurat.
- Gunakan Google Reverse Image Search untuk verifikasi foto dan menelusuri riwayat asli sebuah foto dari berita yang berpotensi menyesatkan.
- Manfaatkan juga Google Lens untuk mengidentifikasi detil asal dari sebuah foto, sehingga kita terhindar dari penafsiran yang kurang tepat atas sebuah berita dengan foto.
Google.org juga telah memberikan hibah sebesar USD 2,5 juta ke Tular Nalar untuk menjalankan program dalam melindungi masyarakat dari misinformasi dan hoaks, terlebih menjelang Pemilu 2024. Dalam dua tahun ke depan, Tular Nalar menargetkan membuka 500 kelas pelatihan di 38 provinsi di Indonesia bagi 1,6 juta masyarakat yang terdiri dari 1,2 juta pemula, 300 ribu lansia, dan 100 ribu masyarakat umum.
Selain itu, bersama dengan KPU, Bawaslu, Safer Internet Lab, Cek Fakta dan beragam mitra lainnya, Google meluncurkan kampanye “Recheck sebelum Kegocek”. YouTube pun juga menghadirkan inisiatif “Pause Dulu”. Kedua inisiatif ini diharapkan dapat membekali pengguna dengan kemampuan mengevaluasi informasi dengan memahami konteks di balik konten, sumber berita, dan mempertimbangkan ulang sebelum membagikan ke teman atau keluarga.
(REL/RZD)