Memupuk Asa Wujudkan Kemandirian Energi

Memupuk Asa Wujudkan Kemandirian Energi
Tanker raksasa Pertamina Pride siap salurkan energi nasional (Dok: Pertamina)

"Nenek moyangku seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudra. Menerjang ombak, tiada takut. Menempuh badai, sudah biasa..."

Petikan lagu anak ciptaan Ibu Sud di atas mengandung nilai-nilai pesan moral bagi rakyat Indonesia. Juga mengekspresikan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terbiasa mengarungi samudra yang luas.

Indonesia dikenal secara luas sebagai negara maritim. Wilayah Indonesia adalah 70 persen lautan dan 30 persen daratan, memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan garis pantai lebih dari 99.000 Kilometer (Km).

Untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional, salah satu sumber energi penting, menjadi tantangan bagi PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang minyak dan gas.

Saat ini kebutuhan BBM nasional sekitar 1,3 juta barel per hari. Pertamina sendiri menargetkan di 2027 produksi BBM bakal naik menjadi 1,4 juta barel per hari. Berdasarkan proyeksi rencana umum energi nasional sampai dengan 2040, kebutuhan BBM mencapai 1,75 juta barel per hari.

Upaya-upaya Pertamina untuk mewujudkan kemandirian energi nasional dari segi pemenuhan kebutuhan BBM saat ini masih terus “dipupuk” lewat berbagai gebrakan. Salah satunya yang dilakukan oleh PT Pertamina International Shipping (PIS), sebagai Subholding Integrated Marine Logistics.

Pada medio Februari 2021 silam, meski di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, PIS terus berusaha mengembangkan sayapnya dengan meluncurkan kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) berkapasitas 2 juta barel dan siap menunjang penyaluran pasokan energi nasional.

Tanker berukuran 301,000 DWT bernama Pertamina Pride ini dibangun di Galangan Japan Marine United (JMU) sejak 2018, dan mulai berlayar pada 9 Februari 2021 setelah serah terima langsung di JMU Ariake Shipyard, Jepang.

Dengan adanya VLCC ini, maka kemampuan untuk mengamankan supply chain yang lebih efisien, yang mana menjadi salah satu kunci kompetitif Pertamina agar jadi salah satu world class energy company, adalah memiliki supply chain yang sangat efisien termasuk VAT of Shipping.

Saat itu, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menegaskan, pengadaan VLCC ini dilakukan setelah melalui proses pemikiran dan strategi bisnis yang matang, guna memperkuat supply chain.

"Proyek pembangunan dua unit kapal tipe VLCC bertujuan untuk mengamankan pasokan kebutuhan minyak mentah ke refinery atau kilang Pertamina," kata Nicke Widyawati.

Selain untuk menjawab tantangan bisnis Pertamina yang semakin kompetitif, manfaat kepemilikan VLCC ini juga akan dirasakan oleh negara dan masyarakat Indonesia, yaitu semakin meningkatnya keandalan suplai dan kelancaran distribusi energi nasional dengan mengamankan pasokan kebutuhan minyak mentah ke Refinery Unit IV Cilacap.

"PIS yang mengembang usaha utama pelayaran atau pengangkutan laut bertugas sebagai supporting supply chain distribusi atau pengangkutan kargo impor Pertamina dengan skema FOB atau Free On Board," sebut Nicke.

Memiliki kapasitas daya angkut yang besar membuat VLCC Pertamina Pride dapat dioptimalkan untuk memperkuat jaminan stok dan ketahanan energi nasional, yang tentunya dapat memberikan manfaat bagi negara Indonesia.

Laut Sebagai Jalur Penghubung

Kondisi kapal sandar (Dok: Pertamina)
Corporate Secretary Pertamina International Shipping (PIS), Muhammad Aryomekka Firdaus mengatakan, di Indonesia 70 persen sampai 75 persen coverage atau cakupan pendistribusian BBM serta kebuthan energi lainnya adalah laut.

"Kalau misalnya Amerika atau China, mereka besar, tapi isinya kontinental semua. Jadi semua bisa disambungkan lewat pipa. Sedangkan kita, jalur penghubung utama adalah laut, ada yang dari satu pulau besar ke pulau lainnya satu kali pengangkutan, kemudian diangkut oleh darat," kata Aryomekka saat di Medan, pertengahan Oktober 2023.

Dijelaskannya, di kawasan Indonesia Timur khusunya, ada yang beberapa kali pengangkutan, beberapa kali titik serap dari kapal diantarkan lagi lewat darat, kemudian lewat sungai, dari sungai juga ada yang beberapa kali.

"Bahkan ada juga yang sampai BBM dimasukkan ke drum-drum dulu, lalu diantar kapal-kapal kayu ke pelosok-pelosok seperti di Kalimantan, Irian, dan Papua," jelasnya.

Diungkapkan Aryomekka, kendala paling berat dari segi waktu dan biaya. Program BBM Satu Harga yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menjadi komitmen untuk mendistribusikan serta menyalurkan BBM hingga pelosok negeri.

"Jadi, mau sejauh apapun itu, harga BBM kita tetap satu harga, dan biaya distribusinya full yang menanggung adalah Pertamina Grup. Karena kita grup, jadi sebisa mungkin pembukuannya secara konsolidasi di Pertamina. Jadi, tetap untunglah," ujarnya.

Strategi Salurkan BBM di Wilayah 3T

Pemasangan Manifol (Dok: Pertamina)
Diakui Aryomekka, masih ada kendala-kendala yang dihadapi dalam penyaluran BBM di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Pihaknya menyiasati dengan berbagai strategi, yang pastinya kalau memang butuh moda transportasi lokal, maka harus bekerja sama pelaku bisnis setempat.

"Enggak mungkin kita semua yang handle (tangani), seperti pemilik-pemilik kapal kecil. Seperti di daerah Indonesia Timur, kita rangkul untuk kerja sama menjadi moda transportasi," ucapnya.

Aryomekka menerangkan bahwa, jalur distribusi PIS yang menggunakan kapal-kapal tangker besar, salah satu contohnya kapal yang ada di Terminal BBM Medan Grup ngambilnya dari Cilacap. Dari Cilacap selesai diolah, kemudian diantar sampai ke Terminal BBM Medan Grup.

Setelah sampai ke Terminal BBM Medan Grup, kemudian ditangani oleh Pertamina Patra Niaga lewat mobil tangki. Untuk kapal kecil dinamakan transporter, yaitu berada di bawah Pertamina Patra Niaga, baik kontrak dan manajemennya.

Jenis-jenis kapal yang dioperasikan ada 300. Umumnya ada small tanker, medium tanker, large tanker, dan very large tanker yang ukurannya 3 kali lapangan bola, atau kurang lebih mengangkut sekitar 1 hingga 1,5 juta barel lebih.

"Kalau untuk kapal milik PIS, belum cukup. Makanya kita menggaet para pemilik kapal untuk bermitra bersama. Saat ini milik PIS ada 97 kapal, dan insya Allah akhir tahun atau awal tahun akan menambah dua lagi untuk mengangkut Elpiji. Target sampai 2025 di angka 130 kapal milik PIS," Aryomekka menerangkan.

Risiko yang Dihadapi

Proses STS (ship to ship) transfer (Dok: Pertamina)
Aryomekka tidak memungkiri ada risiko yang dihadapi di lapangan dalam pendistribusian BBM untuk kebutuhan energi nasional, salah satunya keandalan operasional. Sebab, ada beberapa kapal milik PIS maupun kapal sewa yang usianya tidak lagi muda.

PIS memitigasi hal tersebut dengan bekerja sama beberapa ship managemen yang sudah andal dengan standar internasional. "Misalnya, ada kapal, kita pakai logika yang mudah, yaitu logika taksi online yang memiliki provider, dan kita memiliki mobil, dan saya mau menaruh mobil saya untuk disewakan menjadi taksi online. Tentu mobil ini harus terstandarisari dengan baik, kemudian sopir harus memenuhi standar. Nah, sopir inilah ship managemen," terangnya.

PIS memitigasi risiko bekerja sama ship managemen sebagai pengelola kapal dan penyedia kru kapal yang andal dan berstandar internasional, agar dapat me-manage kapal-kapal, baik kapal yang ada maupun yang sewa.

"Kita enggak mau hanya menjadi pelaku bisnis, hanya mengantar kargo yang diminta, kita juga punya cita-cita memajukan kelautan Indonesia. Jadi, demi lingkungan maritim internasional, saat ini Indonesia belum menjadi negara yang top of main laut yang andal. Tapi, kita optimis itu tercapai demi mewujudkan kemandirian energi," Aryomekka menandaskan.

(RZD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi