Sekilas Tentang Khouw Keng Nio

Sekilas Tentang Khouw Keng Nio
Khouw Keng Nio dan Khouw Roos Nio. (Anaisadaily/Istimewa)

MENURUT koran "Sin Po", seorang gadis Tionghoa, namanya Khouw Keng Nio, adik perempuan dari Khouw Khe Hien, yang juga seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran, tengah mengikuti pelatihan menerbangkan pesawat di Bandung. Khouw Keng Nio akan segera menerima lisensi sebagai penerbang, sekitar satu bulan dari sekarang. Jika berhasil, ia akan menjadi perempuan penerbang Tionghoa pertama di Hindia Belanda. (Bataviaasch nieuwsblad 28/2/1936).

Kabar bahwa pada tahun 1936 seorang perempuan Tionghoa di Hindia Belanda tengah belajar menerbangkan pesawat untuk mendapatkan izin terbang, tak hanya membuat heboh pers Melayu Tionghoa, tapi juga pers Eropa di Hindia Belanda. Pada Maret 1936, Khouw Keng Nio akhirnya benar-benar berhasil mengantongi izin sebagai penerbang, seperti halnya yang dilakukan Wong Sew Wan di Kuala Lumpur. (Indische Courant voor Nederland, 4/7/1951).

Namun hanya selang kurang lebih dua tahun setelah Khouw Keng Nio mendapat lisensi, abangnya Khouw Khe Hien, meninggal meninggal dunia saat menerbangkan pesawat pengebom Glenn Martin 506 pada tanggal 26 Februari 1938 . Saat itu abangnya Tengah berlatih di bandara Cililitan. Pesawat yang diterbangkan jatuh, 4 orang lain yang bersama dalam pesawat ikut tewas seketika. Tragedi itu menimbulkan duka tak hanya bagi keluarga Khouw, tapi juga dunia penerbangan di Hindia Belanda.

Keluarga Penerbang

Apakah setelah insiden itu Khouw Keng Nio pernah menerbangkan pesawat Walvaren 2 milik keluarganya, belum diperoleh informasi tentang hal itu. Namun yang jelas pada 25 Januari 1941, surat kabar Sin Po memberitakan bahwa keluarga Khouw telah membeli lagi satu pesawat sport baru dari Amerika yang diberi nama "Merbaboe 2". Khouw Khe Sien adik mendiang Khouw Khe Hien, menjadi pilot pesawat tersebut. Wartawan Sin Po bahkan pernah diajak terbang bersama Khouw Khe Sien.

"Merbaboe II" adalah pesawat bermesin tunggal yang dapat menampung tiga orang. Pesawat ini memiliki kendali ganda; jangkauan 950 kilometer, sedangkan kecepatan jelajah 190 km; langit-langit maksimum pesawat ini adalah 5.000 meter (Bataviaasch Nieuwsblad, 28/1/1941).

Adik Khouw Keng Nio, Khouw Roos Nio pada 1941 juga berhasil mengantongi lisensi sebagai penerbang dari Batavia Flying Club. (Bataviaasch Nieuwsblad 8/12/1941). Tak heran jika keluarga Khouw akhirnya dijuluki sebagai "keluarga terbang". Khouw Khe Hien sendiri bahkan sudah pernah menggagas untuk mendirikan industri pesawat terbang di tanah air. Ia bersama tim Walraven sempat mendesain Walraven 3 yang memiliki basis desain pesawat W-2, namun mampu mengangkut 4 penumpang dan mesin dengan kekuatan 135 tenaga kuda. Sayang, Walraven 3 tidak pernah terwujud, karena keburu meninggal dalam kecelakaan.

Setelah Khouw Khe Hien meninggal, Khouw Keng Nio memimpin Merbaboe bersama saudaranya. Selain menjalankan bisnis, tampaknya Keng Nio juga terlibat dalam sejumlah aktivitas non bisnis. Ia semisal pernah mengikuti ujian kursus menjahit pakaian dan dinyatakan lulus oleh pemerintah serta memeroleh ijazah negara (Bataaviachenieuwblad 6/10/1940). Sementara Roos Nio memiliki hobi bermain tenis.

Direksi Majalah Sedar

Surat kabar De Locomotief Semarang edisi 17 September 1948 memuat berita terbitnya sebuah majalah baru bernama "Sedar", yang mempromosikan kepentingan masyarakat Tionghoa, juga kepentingan masyarakat lain di Indonesia. Sedar juga memuat suplemen tentang kebudayaan dan pekerjaan masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda. Suplemen itu diniatkan sebagai bahan informasi untuk pembaca Eropa. Karena itu ditulis dalam Bahasa Belanda.

Redaksi dan administrasi "Sedar" beralamat di Pritaweg, Batavia, dan agen "Sedar" adalah toko buku Ho Kim Yoe, Sing Guan & Co dan Boekhandel "Abede". Bertindak sebagai direksi "Sedar" adalah Khouw Keng Nio dan Oey Kim San. Tak diketahui berapa lama majalah itu terbit.

Pertemuan Pangkal Pinang 1946

Sebelumnya ia juga ikut menghadiri Konferensi Pangkal Pinang yang diadakan pada tanggal 1-12 Oktober 1946 di Pangkal Pinang, Pulau Bangka sebagai kelanjutan dari Konferensi Malino. Konferensi Pangkal Pinang bertujuan untuk mendengarkan pendapat golongan minoritas tentang pembentukan negara federasi dengan pimpinan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda melalui Hubertus Johannes van Mook.

Kelompok peserta terbesar adalah dari golongan Belanda dan Tionghoa, yang masing-masing sekitar sepertiga dari seluruh hadirin. Dari golongan Belanda hadir pemimpin-pemimpin partai politik lama yang ada sebelum dan sesudah Perang Dunia II, pengusaha dan organisasi lain. Salah satu pendapat dari golongan Belanda adalah diberikannya wilayah khusus di Indonesia, di mana mereka dapat hidup menurut gaya hidup Belanda dan Irian Barat sebagai daerah penampungan penduduk Belanda. Karena kebanyakan golongan Belanda tidak senang dengan pribadi Soekarno, yang menjadi Presiden Republik Indonesia, maka gagasan pembentukan negara federasi Indonesia disetujui pula oleh konferensi ini. (Nieuwe Courant 30/9/1946).

Tokoh Tionghoa lain yang hadir diantaranya H.H. Kan Ketua Chung Hua Hui, Tong Ying Chu (Penasehat CHH) dan Tan Ek Oen. Tak diketahui seperti apa aspirasi dari golongan Tionghoa dalam konferensi itu. Namun Chung Hua Hui sendiri dikenal sebagai organisasi masyarakat Tionghoa yang dikenal konservatif dan berorientasi ke Belanda, berbeda dengan kelompok Sin Po yang pro ke Tiongkok namun bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, dan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang pro Indonesia dengan tokoh utamanya Liem Koen Hian.

Beriklan di Surat Kabar

Seperti umumnya Perusahaan yang mencari untung, Merbaboe juga mempromosikan usaha mereka di surat kabar, baik surat kabar Belanda maupun surat kabar Melayu Tionghoa. Tahun 1941 semisal iklan Green Spot, yang diageni Merbaboe, muncul dalam beberapa edisi di Majalah Mingguan Sin Po, sedangkan iklan tentang usaha daging sapi mereka antara lain terbit di Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indiƫ edisi 22/7/1931, isinya undangan untuk memasukan penawaran pasokan daging kepada Rumah Potiong Hewan Merbaboe di Bandung oleh klien mereka untuk RPH Merbaboe:

Iklan Merbaboe di Majalah Sin Po Edisi 15 September 1940
“Berkat reputasinya yang baik, Rumah Potong Hewan (RPH) ternama Merbaboe, di Gang Paseban, juga mendapat penghargaan pasokan daging sapi untuk tentara di Jawa Barat serta untuk Lapas Tjipinang dan Struijswijkstraat (Salemba)pada tahun berikutnya. Rumah potong hewan tersebut telah mengembangkan bisnisnya sedemikian rupa dalam beberapa tahun sehingga saat ini mereka memasok daging ke sebagian besar kota kami.”

Penulis:  J Anto
Editor:  Bambang Riyanto

Baca Juga

Rekomendasi