Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, saat bercerita tentang kerukunan pasca ibadah di GBI Rumah Persembahan di Kota Medan, Minggu (14/1). (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Kerukunan antar umat beragama, Pemerintahan bersih dan ketidakadilan, yang merupakan salah satu faktor timbulnya kekerasan, sampai saat ini masih menjadi pekerja rumah yang belum selesai. Dibutuhkan upaya yang keras dan lebih serius, tidak hanya aparatur negara, tetapi juga masyarakat luas.
Menyangkut peribadatan sebetulnya menjadi urusan masing-masing pemeluk agama dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun, dan negara harus melindungi serta menjaminnya. Dalam konteks bernegara, hal yang menjadi kepentingan bersama adalah menjaga dan mewujudkan nilai-nilai Pancasila, dasar negara Indonesia. Itu lah kesamaan visi semua agama.
“Antara Kristen, Hindu, Islam pasti sama pikirannya, bahwa kita harus punya pemerintah yang bersih, agama apapun sama, kita harus membangun demokrasi secara jujur, kita harus memberantas korupsi, dan harus memerangi ketidakadilan,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, bercerita pasca ibadah di GBI Rumah Persembahan di Kota Medan, Minggu (14/1).
Mahfud lanjut menjelaskan, berhubungan dengan kerukunan umat beragama, semuanya memiliki kesamaan di depan hukum dan pemerintahan dan itu sudah selesai. Pemerintah sudah melakukan dan memberikan jaminan-jaminan dengan baik. Dia pun mencontohkan, sejak kecil sudah biasa hidup di dalam perbedaan, seperti di Madura ia biasa masuk ke gereja, pura.
Akan tetapi, tindakan terorisme, gerakan-gerakan radikal yang beberapa dekade terakhir terjadi di Indonesia, kata Mahfud, sebenarnya tidak sepenuhnya terjadi karena anti agama lain.
“Pengamatan saya, banyak orang misalnya ikut-ikut demonstrasi, dengan sikap keras membawa nama agama, sebenarnya itu bukan karena agama, tapi soal ketidakadilan. Mereka sebenarnya biasa saja menerima perbedaan, tetapi melihat ketidakadilan di sekitar kita lalu ikut protes dengan kelompok radikal menjadi massif, kadang-kadang,” tutur Mahfud.
Kata Mahfud, ada tiga radikalisme, pertama intoleran, tidak suka kepada orang yang berbeda, kedua Jihadis, orang yang tidak mau kalau orang lain beda, itu lah yang kemudian membuat bom, dan ketiga infiltrasi, pemikiran yang masuk ke berbagai institusi dan lembaga pendidikan.
“Saya ingin sampaikan tahun lalu tidak ada bom meledak, terakhir pada 2021 dan 2022, tapi 2023 tidak ada. Artinya situasi sekarang lebih aman,” ucap Mahfud.
Namun dari semua itu, yang mendesak harus dilakukan adalah membangun keadilan, menegakkan hukum dengan baik dan itu semua nantinya akan membuka pintu kemajuan di bidang ekonomi, karena terkadang orang-orang yang miskin, termarjinalkan, itu kalau tidak ada jalan lain, pilihannya lalu ikut-ikut yang radikal.
“Bagi saya mereka ikut protes bukan soal keyakinan, tetapi karena ingin protes terhadap ketidakadilan dalam kehidupan ekonomi. Oleh sebab itu, mari kita berjuang kedepan dengan kesamaan hati kita, bahwa indonesia ini milik kita bersama. Indonesia itu bukan hanya nations, tetapi juga ada ide-idenya, ada catatan cita-citanya, yaitu hidup dengan kerukunan, kebersamaan dalam perbedaan. Semua agama tahu, perbedaan itu adalah ciptaan Tuhan,” tambah Mahfud.
(CSP)