Solusi untuk Masalah yang Menimpa Bank Muamalat Indonesia (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Gagasan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) datang dari kalangan umat terutama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), NU dan Muhammadiyah serta beberapa para pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Ide ini tercetus pertama sekali dalam sebuah lokakarya MUI di bulan Agustus tahun 1990 dalam periode kepemimpinan KH Hasan basri sebagai ketua umum MUI yang mengangkat tema “Masalah Bunga Bank dan Perbankan”. Hal ini dijelaskan Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, Jumat (19/1).
Meskipun pendirian BMI mendapat dukungan dari pemerintah tapi BMI bukanlah bank pemerintah atau bank milik negara, tapi adalah bank swasta milik umat.
“Jadi BMI ini merupakan bank pertama murni syariah yang berdiri tahun 1992 yang sejarah kelahirannya berbeda dengan bank-bank syariah lainnya yang berinduk kepada bank konvensional. BMI ini sempat menghadapi masalah, sehingga untuk memperkuatnya BMI mengundang investor asing dari Timur Tengah,” sebut pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum MUI ini.
Setelah berjalan dengan baik, kemudian bank ini juga kembali menghadapi masalah, sehingga akhirnya untuk menyelamatkannya pemerintah mendorong BPKH untuk masuk melakukan investasi. Tetapi hal itu bukanlah berarti BMI sudah menjadi bank milik pemerintah, karena dana BPKH yang diinvestasikan di BMI tersebut bukanlah dana dari pemerintah, tapi adalah dana milik umat.
“Untuk itu kedepan kita harus bisa menjaga agar BMI tetap dengan paradigmanya dari umat, milik umat, bersama umat dan untuk umat. Oleh karena itu ide untuk memergerkan Bank Muamalat dengan BTN Syariah, sebaiknya tidak dilanjutkan dengan pertimbangan.
“Pertama, agar legacy dari bapak-bapak kita terdahulu yang telah bersusah payah mendirikan bank ini tetap terjaga untuk menjadi spirit dan pelajaran bagi generasi sekarang dan yang akan datang untuk juga bisa berbuat sesuatu yang berarti dan bermakna bagi umat dan bangsa,” sebutnya.
“Kedua, kita juga ingin di tengah-tengah persaingan dunia perbankan yang ada di negeri yang mayoritas umatnya beragama Islam ini tetap ada bank swasta yang merupakan milik umat,” lanjutnya.
Untuk itu, sambungnya, dalam menangani masalah BMI ini, ke depan diharapkan pendekatan yang dipergunakan tidak hanya murni mempergunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja, tapi juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah.
“Maksud dan tujuan dari kita mendirikan bank ini yaitu kita ingin umat Islam punya bank yang berdasarkan prinsip syariah yang diharapkan akan dapat membantu ekonomi umat terutama usaha-usaha yang berada di kelompok UMKM, terutama UMKM yang jumlahnya 99 persen dari seluruh pelaku usaha di negeri ini, yang oleh sistem perbankan yang ada secara sistemik telah termarginalkan,” terangnya.
“Syukur Alhamdulillah, bank yang dimaksud sudah terwujud meskipun belum sesuai dengan yang diinginkan,” ujarnya.
Oleh karena itu tugas sekarang bukan lagi memikirkan bagaimana memergerkannya dengan BTN Syariah atau bank lain, tapi adalah bagaimana bisa secara bersama-sama memajukan dan membesarkannya.
Langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana menggerakkan elemen-elemen umat untuk secara bersama-sama terlibat memajukan dan membesarkannya.
“Kita punya banyak ormas Islam di negeri ini, juga punya banyak masjid, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta usaha-usaha bisnis milik umat yang bisa digerakkan untuk itu,” terangnya.
Hal ini tentu akan mudah dilakukan, karena dengan masuknya dana BPKH ke BMI meskipun baru sekitar 1 persen dari total dana haji yang dikelolanya, terlihat kepercayaan umat terhadap BMI sekarang tampak semakin kuat dan meningkat.
Oleh karena itu langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah bukan mencaplok BMI untuk menjadi bank milik negara, tapi bagaimana negara bisa hadir untuk membuat BMI tetap eksis dan menjadikannya sebagai bank milik umat yang kuat dan bagus.
“Jadi ukuran keberhasilan pemerintah dalam menangani masalah BMI ini tidak dilihat dan diukur dari segi keberhasilannya untuk menjadikan Muamalat menjadi bank milik negara, tapi dilihat dari segi mampunya pemerintah menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung untuk membuat BMI tetap menjadi sebuah bank milik umat yang kuat, maju, terpercaya dan bisa dibanggakan,” tutup Anwar Abbas.
(KAH/RZD)