Para narasumber dalam acara ‘Panggung Rakyat Jelang Pemilu 2024 #PemiluMilikSemua’ yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk Pemilu Bersih Sumatera Utara di Pos Bloc, Kota Medan, Selasa (6/2). (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Topik demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini menjadi tema yang diperhatikan oleh masyarakat sipil dan banyak dibicarakan dalam diskusi-diskusi, baik skala kecil maupun besar, terutama menjelang Pemilihan Presiden, Wakil Presiden, Legislatif, Rabu, 14 Februari 2024.
Pada praktiknya, proses berdemokrasi dinilai tidak berjalan dengan baik, dan sejumlah Perguruan Tinggi pun prihatin dan mengkritik penyelenggaraan negara dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Sumatera Utara, Dr Asima Yanti Siahaan, mengatakan sekarang Perguruan Tinggi bicara tentang kondisi kehidupan bernegara, karena institusi itu sebagai pengawal etika, nilai dan norma-norma.
“Maka Perguruan Tinggi menyatakan pendapatnya,” kata Asima saat menjadi narasumber dalam acara ‘Panggung Rakyat Jelang Pemilu 2024. #PemiluMilikSemua’ yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk Pemilu Bersih Sumatera Utara di Pos Bloc, Kota Medan, Selasa (6/2).
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Sumatera Utara, Dr Asima Yanti Siahaan, saat memaparkan materinya diacara ‘Panggung Rakyat Jelang Pemilu 2024 #PemiluMilikSemua’ di Pos Bloc, Kota Medan.
Karena itu, di hadapan peserta yang datang dari berbagai organisasi, Asima lanjut menjelaskan, bahwa demokrasi itu harus dibicarakan dan dipraktekkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak dijalankan untuk kepentingan kelompok, apalagi kepentingan pribadi. Harus menyeluruh, menyentuh semua kelompok masyarakat.
“Jangan hanya bicara demokrasi secara deskriptif, tapi bicarakanlah demokrasi secara substantif. Apa artinya, demokrasi bukan yang minimalis, seperti kuota perempuan 30 persen di parlemen, tapi demokrasi yang dalam,” sambung Asima.
“Salah satu demokrasi yang substantif, yaitu bagaimana kepentingan-kepentingan, kebutuhan, baik masyarakat adat, perempuan, baik disabilitas, harus masuk, diakomodasi, diartikulasikan ke dalam kebijakan,” tegas Asima
Tidak hanya bicara demokrasi substantif, dia juga menyampaikan mengapa harus memilih saat pesta demokrasi nanti tiba, Rabu 14 Februari 2023. Momen itu kesempatan bagi anak-anak bangsa ini untuk menentukan, bagaimana sumber daya manusia yang dipilih
“Tingginya partisipasi politik ketika memilih, itu bergantung kepada literasi politik. Sehingga masyarakat mengerti, dan terhindar dari money politic,” tambah Asima.
Pertujukkan musik dari anak-anak muda kreatif diacara ‘Panggung Rakyat Jelang Pemilu 2024 #PemiluMilikSemua’ di Pos Bloc, Kota Medan.
Sehubungan dengan agenda negara pada 14 Februari, pemilu ini akan mengajak masyarakat bertanggung jawab untuk bisa berperan mensejahterakan. Mensejahterakan bisa dari aspek pemimpin, bisa dari masyarakat.
Tolak Politik Uang
Jadi, pemimpin dan masyarakat punya tugas masing-masing. Sebagai pemimpin, tentu dia mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dalam hal pengambil kebijakan atau keputusan, sementara dari aspek masyarakat berperan sebagai pemilih yang menentukan. Suaranya akan menentukan bagaimana pemimpin masa yang akan datang.
“Saya melihat dari sisi teologis. Dunia ini ciptaan Tuhan, kemudian dititipkan ke manusia. Ada yang berperan sebagai pemimpin, tentu bertugas, berkewajiban memelihara, dan mensejahterakan masyarakat dan ciptaan lainnya yang ada di bumi. Tuhan menjadikan manusia sebagai alat, perpanjangan tangannya untuk memelihara,” kata Kepala Bidang Koinonia Moderamen GBKP, Pdt Jennie Ellyanti Keliat.
Oleh karena itu, masyarakat punya power untuk menentukan pemimpin dalam rangka mensejahterakan, menegakkan keadilan dan meningkatkan kebenaran di tengah-tengah bangsa ini. Sebagai pemilih, bertanggung jawab mensukseskan pemilu, seperti partisipasi masyarakat dalam memilih dengan cerdas. Jika itu sudah dilakukan, maka masyarakat sudah ikut mensukseskan Pemilu.
Kemudian, kata dia, ketika memilih yang diharapkan itu adalah masyarakat cerdas melihat calon dan yakin mampu memimpin bangsa ini, membawa bangsa ini pada kesejahteraan, keadilan dan kebenaran. Tidak itu saja, pemilih harus menghindari politik uang, dan memilih sesuai hati nurani.
“Kami sudah mensosialisasikan pemilu sejak oktober tahun lalu, termasuk partisipasi dan membuat surat penggembalaan ke seluruh GBKP di Indonesia. Kita harap partisipasi masyarakat maksimal dan yang terpilih adalah yang terbaik. Pilihan kita boleh beda, tapi kita tetap satu. Kita juga di gbkp sudah mempersiapkan pemimpin masa depan,” tutur Jennie.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara, Agus Arifin, mengatakan ada 18 partai yang mengikuti Pemilu di Sumatera Utara, peserta berikutnya DPD RI dan peserta berikutnya adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pemilih di Sumatera Utara ada 10.853.940 pemilih, terbesar nomor 4 setelah Jawa Barat 35.714. 901 pemilih, Jawa Timur 31.402. 838 pemilih dan Jawa Tengah 28. 854.413 pemilih.
“Saat ini kegiatan kita menyiapkan distribusi logistik di 33 kpu kabupaten/kota. Satu hari sebelum pemungutan suara seluruh logistik sudah harus sampai ke tempat pemungutan suara, yaitu 13 Februari,” kata Agus, yang hadir sebagai narasumber pada acara itu.
Dia menjelaskan, kampanye berakhir 11 Februari dan sejak itu sampai 13 Februari masa tenang. Bagi semua peserta tidak yang boleh kampanye.
“Dan pada 14 Februari bapak ibu bisa menyalurkan hak pilihnya, dan mayoritas pemilih di Sumatera Utara adalah perempuan, 50,6 persen, atau 5,4 juta pemilih,” kata Agus, sembari menambahkan siapa pun yang terpilih bisa mengakomodir kepentingan perempuan.
(CSP)