HUT 74 BTN, Dari Sembilan Unit Mewujud Jutaan Rumah Idaman

HUT 74 BTN, Dari Sembilan Unit Mewujud Jutaan Rumah Idaman
HUT 74 BTN, Dari Sembilan Unit Mewujud Jutaan Rumah Idaman (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Adalah keniscayaan ketika tercetus Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maka langsung diikuti Bank Tabungan Negara (BTN). Dan, semua mafhum karena bank pemerintah ini adalah penguasa di bidang tersebut.

Namun, keberhasilan BTN menjadi penguasa pasar pembiayaan perumahan di Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada aral dan rintang yang harus dilalui dan itu memakan waktu yang panjang.

Melansir buku “68 Tahun Jejak Langkah Bank BTN” (Gagas Bisnis, 2018) dan btn.co.id, Senin (12/2/2024), hal ini bermula pada 1962 atau 12 tahun sejak BTN berdiri.

Tepatnya ketika terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 6 tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumahan. Tapi, hal itu tidak serta-merta hingga BTN bisa seperti sekarang. Dengan kata lain, Perpu itu belum terealisasi.

BTN baru menjadi penyelenggara KPR setelah mendapat penugasan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Ali Wardhana pada 29 Januari 1974. Atau, setelah 12 tahun sejak Perpu itu ada dan ketika BTN berusia 24 tahun.

Namun sekali lagi, hal itu juga tidak serta-merta melancarkan langkah BTN. Bank yang dulunya bernama Postspaarbank, berdiri di era kolonial yakni pada 1895, ini harus menjalani langkah yang berliku.

Setidaknya saat itu BTN harus melakukan reorganisasi. Biro Pengembangan Dana (BPD) direformasi, diganti menjadi Biro Kredit Perumahan (BKP). BPD adalah pecahan dari Biro Pemupukan dan Pengembangan Dana (BPPD).

Setelah pembentukan BKP, pemerintah pun mendatangkan beberapa konsultan dari luar negeri, sebut saja dari Belgia, Amerika, dan Inggris. Terutama soal tatanan hukum, law enforcement, dan tatanan lembaga pendukung yang belum mencukupi.

Sekian konsultasi lain pun dilakukan BTN dengan para ahli hukum dari perguruan tinggi, para notaris senior yang tergabung dalam Ikatan Notaris Indonesia (INI), hingga mendatangkan tim konsultan hukum terkenal.

Dan, semuanya berpendapat belum ada dasar hukum yang kuat bagi BTN untuk memberikan kredit hipotik jangka panjang secara aman. Termasuk survei ke berbagai bank di Indonesia dan negara lain, belum ditemukan sistem pemberian kredit yang dapat dijadikan benchmark.

Titik terang baru didapat setelah April 1975 ketika staf BTN melakukan training ke Malaysia Building Society Berhad (MBSB) di Kuala Lumpur. Langkah ini diambil setelah pemerintah kembali mendatangkan konsultan dari Inggris, Commenwealth Development Corporation, yaitu J. Ringshall guna membahas program tersebut.

Dari training inilah staf BTN memperoleh pengetahuan tentang seluk-beluk pengawasan proyek yang dilakukan MBSB dan bentuk formulir yang digunakan dalam proses pemberian kredit. Mereka juga mulai mengenal istilah dan fungsi developer.

Karena itu, sepulang training, tim ini langsung menyusun berbagai exercise yang kira-kira cocok untuk diterapkan sebagai pola dasar pemberian kredit perumahan, termasuk memikirkan nama jenis kredit yang akan diberikan.

Dan saat itulah muncul nama Kredit Pemilikan Rumah, disingkat KPR, diusulkan oleh Asmuadji yang merupakan salah satu anggota tim. BTN pun langsung menggunakan KPR dalam berbagai formulir standar.

Artinya, secara administratif, penyaluran KPR saat itu sebenarnya sudah bisa dimulai. Namun secara teknis operasional, mereka terkendala dari mana harus memulainya.

Pasalnya, KPR baru bisa dicairkan jika rumah yang akan dibiayai sudah ada atau sudah terbangun dan memenuhi syarat yang ditetapkan. Masalahnya, rumah yang ready stock saat itu belum tersedia.

Syarat yang dimaksud seperti luas tanah, tipe atau luas bangunan, harga rumah dan tanah, rasio harga tanah terhadap bangunan, spesifikasi teknis, sarana, dan prasarana lingkungan.

KPR Pertama

Hingga 10 Desember 1976, penyaluran KPR BTN pertama terjadi di Semarang; tanggal ini kemudian menjadi hari jadi KPR. Adalah Djamin Ceha, pemilik PT Tanah Mas, pengembang pertama yang rumahnya dibiayai KPR BTN.

Djamin Ceha diperintahkan menangani pembangunan perumahan bagi karyawan Pemda Jateng oleh Gubernur Jawa Tengah Yasir Hadibroto. Tim BKP pun akhirnya memakai perjanjian kredit investasi jangka panjang yang biasa digunakan Bapindo.

Dengan kata lain, rumah yang dibangun Djamin Ceha itu menjadi pembangunan rumah perdana non-perumahan nasional (Perumnas) yang dibiayai KPR. Awalnya, KPR disalurkan untuk sembilan unit rumah.

Nyatanya perumahan tersebut berada di lokasi yang sangat strategis. Perumahan ini berjarak 2 km dari Stasiun Poncol, 3 km dari Tugu Muda, dan kurang dari 4 km dari Pasar.

Seiring waktu perumahan ini dipasarkan dengan luas tanah 100 m2 (tipe C), 120 m2 (tipe CM) dan tipe B dan A dengan ukuran tanah dan bangunan yang lebih besar.

Tak pelak, Tanah Mas membuka pandangan baru tentang konsep rumah bagi kebanyakan orang Semarang dan sekitarnya. Dalam waktu singkat, perumahan ini menjadi dambaan keluarga modern.

Sebagai informasi, masih di tahun yang sama, ada delapan rumah di Surabaya yang dibiayai KPR BTN. Sehingga, total KPR perdana yang berhasil direalisasikan BTN pada 1976 adalah 17 unit rumah dengan nilai kredit Rp38 juta.

Dari catatan itu, BTN terus berinovasi guna menyediakan perumahan idaman bagi masyarakat. Misalnya, pada dekade 2001 hingga 2010. Periode ini menggambarkan perjalanan KPR untuk rumah sederhana maupun rumah sangat sederhana yang targetnya secara spesifik merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ini didasari oleh dikeluarkannya Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 139 Tahun 2002 yang mengatur tentang pengadaan perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas KPR bersubsidi, baik untuk Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KP-RS) maupun untuk Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KP-RSS).

Permudah Pembiayaan

BTN pun melakukan penyesuaian skema KPR subsidi menjadi skema subsidi selisih bunga. BTN bertanggung jawab menyediakan dana untuk pokok pinjaman sementara pemerintah hanya menyediakan subsidi bunga senilai selisih bunga pasar dengan bunga subsidi dan jangka waktu subsidi bunga berbatas.

Hal ini terus diupayakan penyempurnaannya hingga 2007 mulai disalurkan Kredit Mikro Pembangunan/Perbaikan Rumah Swadaya Bersubsidi (KPRS Mikro Bersubsidi) dengan bantuan pembiayaan rumah swadaya berbentuk subsidi selisih bunga atau subsidi membangun/memperbaiki rumah.

Yang jelas, BTN diberi kepercayaan pemerintah untuk menyalurkan dana untuk mempermudah dan memperluas akses pembiayaan perumahan bagi masyarakat. BTN menghadirkan program dan produk tidak hanya KPR subsidi tapi juga nonsubsidi serta kredit konstruksi yang mendukung perumahan.

Program KPR/KPA juga selalu disesuaikan dengan segmen masyarakat, misalnya KPR Gaess for Millenial. Bahkan, program KPR juga dibuat sedemikian rupa sesuai dengan peruntukannya misalnya ke TNI Angkatan Darat, peserta Jamsostek, dan lain sebagainya.

Kini KPR BTN telah melayani masyarakat dengan total penyaluran lebih dari Rp352 triliun dan sebanyak lebih 76% mengalir ke segmen KPR subsidi sementara sisanya mengalir ke segmen KPR nonsubsidi.

Dengan kata lain, mewujudkan rumah impian ke lebih dari lima juta keluarga di Indonesia. Dengan pencapaian tersebut, adalah wajar kalau bank yang secara resmi berdiri pada 9 Februari 1950 ini menjadi penguasa pasar pembiayaan perumahan di Indonesia.*

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi