Kunjungan Muhibbah MUI Medan ke RRT, Umat Perlu Contoh Budaya Kerja Keras

Kunjungan Muhibbah MUI Medan ke RRT, Umat Perlu Contoh Budaya Kerja Keras
Kunjungan Muhibbah MUI Medan ke RRT (Analisa/istimewa)

Analisadaily.com, Medan- Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan bersama Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Sumut telah melaksanakan kunjungan Muhibbah ke Majelis Islami dan umat muslim di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dari 18 April 2024 hingga 28 April 2024.

Kunjungan yang mengambil tema “Dialog Agama dan Budaya” diambil di lokasi Kota Guangzhou Provinsi Guangdong, Kota Urumqi Prrovinsi Xinjiang, dan Kota Xi’an Provinsi Shaanxi.

Dalam keterangannya kepada wartawan di Medan, Kamis (2/5/2024), Ketua MUI Kota Medan, Dr Hasan Matsum, MAg menjelaskan, di Kota Guangzhou rombongan diterima oleh pengurus Masjid Menara (Huaisheng) dan Masjid Sa’ad bin Abi Waqas yang bernama Abdullah. Selain sebagai pengurus masjid Abdullah juga merupakan pengurus Majelis Islami Kota Guangzhou.

"Dari penjelasan beliau, kami rombongan banyak mendapat informasi tentang keberadaan umat Islam dan dakwah Islam di Guangzhow. Dijelaskan juga bahwa Islam masuk pertama sekali ke Tiongkok melalui daratan Guangzhou yang dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqas. Di sini Sa’ad mendirikan masjid Menara (Huaisheng) pada tahun 627 M. Masjid dapat menampung hingga 1.000 orang jemaah. Masih di Kota Guangzhou, sekitar seratus tahun kemudian, di areal makam Sa’ad bin Abi Waqas yang memiliki luas 3,5 hektar, umat Islam bersama penguasa saat itu mendirikan masjid Sa’ad bin Abi Waqas, masjid dua lantai ini dapat menampung hingga 6.000 orang jemaah" papar Hasan Matsum.

Dilanjutkannya, dalam kunjungan tersebut pengurus MUI Kota Medan yang menyertai rombongan ini adalah Dr H Hasan Matsum, M.Ag, KH. Zulfikar Hajar Lc, Drs.H.Burhanuddin Damanik, MA, dan Prof.Dr.H.M.Syukri Albani Nasution, MA. Dimana, dalam pengamatan. umat Islam yang datang untuk salat di masjid tidak hanya muslim lokal namun juga dari manca negara termasuk dari Indonesia.

Sedangkan di Kota Urumqi Xinjiang rombongan diterima oleh Ketua Majelis Islami Urumqi Abdul Raqib dan Wakil Ketua DPR Urumqi Abdul Razaq. Xinjiang merupakan daerah dengan penduduk muslim terbesar di tiongkok mencapai lebih dari 17 juta jiwa atau 58 persen dari jumlah seluruh penduduk provinsi Xinjiang.

Dalam kesempatan ini rombongan juga melakukan dialog tentang keberadaan dan kondisi umat Islam di daerah ini. Diketahui bahwa umat Islam di Xinjiang diberikan hak Istimewa, diantaranya yang berhak menjadi gubernur di provinsi ini adalah orang Islam, pemerintah Tiongkok juga memberikan bantuan untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam hingga jenjang perguruan tinggi.

Sementara di Kota Xi’an Provinsi Shaanxi, rombongan diterima oleh Imam Besar Masjid Raya Xi’an (The Great Mosque of Xi’an) Ding Jiping dan Wakil Ketua Majelis Islami Kota Xi’an Liu Ruilin. Dalam pertemuan ini diperoleh informasi bahwa jumlah umat Islam di provinsi Shaanxi sebanyak 160 ribu jiwa, 80 ribu orang diantaranya tinggal di Kota Xi’an, jumlah ulama di tingkat provinsi ada 258 orang sedangkan di Xi’an ada 119 orang.

"Majelis Islami Kota Xi’an sebagaimana di kota lainnya juga mendapat bantuan hibah sebesar 600.000 yuan pertahun, sementara Majelis Islami tingkat provinsi mendapat 2 milyard yuan pertahun. Informasi lainnya yang juga diterima oleh rombongan bahwa pada tahun 2024 ini pemerintah tiongkok akan melaksanakan pemberangkatan calon jama’ah haji sebanyak 2.500 orang, 1.600 orang diantaranya berasal dari kota Xi’an," jelasnya.

Dari kunjungan ke kota-kota tersebut di RRT, Hasan Matsum mengakui bahwa Indonesia masih unggul dalam persoalan agama baik itu kebebasan dan mengapresiasikan nilai keagamaan. Karena di RRT itu, ibadah harus dilakukan di rumah ibadah agama masing-masing sehingga di tempat umum pemerintah tidak menyediakan fasilitasi ibadah.

Namun, lanjutnya, dari nilai budaya kerja keras rakyat Tiongkok yang cukup tinggi perlu untuk dicontoh oleh umat Islam di Indonesia. Karena nilai kerja keras itu tidak ada pengemis. Kemudian juga melihat budaya tidak ada memberi hadiah atau gratifikasi dari sebuah pekerjaan yang harus dikerjakannya. "Inikan suatu budaya yang baik karena itu juga termasuk ajaran Islam. Karena kita tidak hanya memegang nilai kemanusiaan saja tapi juga nilai agama dan harusnya lebih bisa dipraktekkan dalam kehidupan," tutur Hasan Matsum.

Baca Juga

Rekomendasi