Bupati nonaktif Labuhanbatu, Erik Adtrada Ritonga, usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (4/9). (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)
Analisadaily.com, Medan - Erik Adtrada Ritonga, Bupati nonaktif Labuhanbatu bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Labuhanbatu, Rudi Syahputra Ritonga, menjalani sidang tuntutan di ruang Cakra 2, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/9).
Sidang kedua terdakwa itu dilakukan secara terpisah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertama menuntut Erik Adtrada selama 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan.
"Kita terima," kata Erik, singkat kepada awak media saat meninggalkan gedung Pengadilan Negeri Medan.
Setelah itu, persidangan dilanjutkan untuk menuntut terdakwa Rudi Syahputra. Lebih ringan dari Erik, Rudi hanya dituntut 5 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 300 juta.
Erik dan Rudi didakwa dengan dakwaan primer, yaitu Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
“Inikan fakta-fakta persidangan yang kita lalui cukup panjang. Akhirnya kami berkesimpulan bahwa kedua orang ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagai penerima suap,” tutur Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tony Indra setelah persidangan.
Pencabutan hak politik
“Kalau untuk terdakwa Erik selaku Bupati Labuhanbatu, kami tuntut selama 6 tahun, Rudi Syahputra dituntut 5 tahun 6 bulan. Uang pengganti kami bebankan kepada Erik Rp 3,8 Miliar, kalau untuk Rudi Rp 1,1 miliar,” sambung Tony.
Kepada Erik Adtrada, jika tidak terpenuhi, maka diganti dengan pidana penjara 3 selama tahun. Kemudian, JPU KPK juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman.
Lalu kepada Rudi, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Labuhanbatu (2019-2024), Rudi Syahputra Ritonga (baju putih) saat berdisukusi dengan pendamping hukum usai sidang di tuntutan di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (4/9)
Terhadap terdakwa Erik dan Rudi, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, As’ad Rahim Lubis, mengatakan berhak mengajukan pembelaan, baik melalui pribadi maupun penasehat hukum.
“Untuk hal tersebut akan kita beri kesempatan sampai tanggal 11 September 2024. Setelah itu, sidang putusan,” ucap As’ad Rahim, sembari mengetuk palu sebagai tanda menutup sidang.
Sebelumnya, Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, pada 11 Januari 2024.
Dari kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian telah menetapkan empat tersangka dugaan suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengumumkan bahwa empat tersangka tersebut adalah Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga, anggota DPRD Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga. Ada dua pihak swasta atas nama Effendi Syahputra dan Fazar Syahputra.
Kepada dua pihak swasta dilakukan pengembangan dan menemukan dua tersangka lagi, yaitu Yusrial Suprianto, dan Wahyu Ramdani. Kemudian, keempat kontraktor tersebut menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Medan pada Senin (10/6) lalu.
Ketua Majelis Hakim As'ad Rahim menyatakan dalam persidangan bahwa para terdakwa terbukti secara sah memberikan suap sebesar Rp 3,3 miliar kepada Erik Adtrada Ritonga.
Hakim menyebutkan keempat terdakwa melanggar tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Effendi dihukuman penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Hukuman yang sama dijatuhkan kepada Yusrial.
Fazar divonis 1 tahun 8 bulan penjara serta denda Rp 100 juta, yang jika tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Wahyu Siregar dipidana 1 tahun 6 bulan penjara dan juga dikenakan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
(CSP)