Oleh: Bambang Riyanto
INDONESIA selangkah lagi bergabung ke aliansi informal yang berfokus pada ekonomi, BRICS, akronim dari Brazil, Rusia, India, China dan South Africa yang menggagas aliansi tersebut. Menteri Luar Negeri, Sugiono telah mengirimkan surat permintaan resmi yang diberikan kepada Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Sebuah langkah awal dari gebrakan politik luar negeri yang cukup berani. Pasalnya negara-negara yang bergabung dalam BRICS adalah negara yang diketahui tak cukup "mesra" dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS akan menjadikan Indonesia terafiliasi ke dalam Blok Timur yang sejak puluhan dekade terlibat perang dingin dengan Blok Barat.
Indonesia juga telah berulangkali menegaskan komitmennya untuk mendukung kemerdekaan Palestina, satu hal yang selama ini ditentang Israel dengan AS di belakang layar. Bergabungnya Indonesia ke BRICS menegaskan bahwa Garuda tak lagi takut bersebrangan dengan negara adi daya Paman Sam.
BRICS+ telah menjadi satu poros baru dalam tatanan global yang selama ini dikuasai dari kelompok negara Eropa Barat. Rusia dan China menjadi penggagas awal dengan ide dan cita-cita tumbuh berkembang secara ekonomi. Masuknya Indonesia ke dalam BRICS akan mendongkrak ekonomi dan mengurangi ketergantungan terhadap dollar.
BRICS sendiri kini beranggotakan 10 negara. Selain anggota utama, turut serta Arab Saudi, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab dan Mesir sebagai anggota tambahan. Kekuatan ekonomi BRICS+ telah menyumbang sekitar 40 persen dari produksi dan ekspor minyak mentah global, menyumbang seperempat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dengan sekitar 20 persen perdagangan global dan penggabungan jumlah penduduknya hampir setengah dari populasi dunia.
BRICS+ juga telah mempertimbangkan membuat mata uang sendiri untuk menekan hegemoni euro dan dollar.
Sebagai sebuah poros baru, BRICS+ cukup menjanjikan. Itu kenapa banyak negara tertarik bergabung, selain Indonesia, yang juga masuk dalam daftar antrean ada Malaysia dan Thailand. Masuknya Indonesia akan kian memperkuat BRICS+ dalam tataran ekonomi global.
Bagi Indonesia, pilihan politik luar negeri ini bukan tanpa risiko. Amerika dan sekutunya akan melihat bagaimana Indonesia akan memainkan peran di BRICS+ di tengah konflik global yang kian meluas. Indonesia sendiri, sejatinya belum bisa sepenuhnya lepas dari Barat. Sehingga strategi tarik-ulur harus diterapkan. Namun langkah berani untuk bergabung ke dalam BRICS+ memang perlu diambil sebagai sebuah sikap kemandirian dan perkembangan global.
Selama ini, Indonesia kerap dianggap sebagai negara berkembang, atau "global south". Istilah yang mengacu pada negara miskin dan terbelakang. Disparitas ekonomi yang jauh menjadikan Indonesia selalu menjadi "anak bawang" dalam kancah persaingan global. Dengan bergabung ke BRICS+ yang berisi negara-negara "global south" diharapkan Indonesia mampu bangkit menjadi Macan Asia, mencapai kemandirian bangsa di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
(BR)