Oleh: Roy Cristoforus Siahaan dan Dea Novita Simanullang.*
Tilang Elektronik yang dilengkapi kamera CCTV Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang mulai peluncurannya sejak 5 April 2022 di Kota Medan berdasarkan pada Lampiran Keputusan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Nomor : KEP/12/2016 tentang standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan Sistem Tilang Manual dan Elektronik adalah sebuah program berbasis android yang digunakan petugas bersama-sama dengan aplikasi web oleh Bagian Administrasi (Banim) Tilang untuk mencatat data penilangan secara digital dan memberikan non pembayaran online pada bank yang ditunjuk.
Penggunaan kamera ETLE dan Tilang Elektronik diatur dalam Pasal 243 ayat (3) huruf d dan Pasal 272 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu hasil penggunaan peralatan elektronik sebagai pendukung penegakan hukum dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Dalam penerapannya pendayagunaan tilang elektronik dan kamera CCTV nyatanya tidak begitu efektif khususnya dalam hal ini masyarakat Kota Medan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kecelakaan lalu lintas meski sudah diterapkan tilang elektronik dan dipasangkan kamera CCTV ETLE.
Peraturan
Peraturan yang mengatur tentang penggunaan tilang elektronik, telah berupaya dalam menciptakan tata tertib lalu lintas. Kehadiran peraturan tersebut tentunya adalah sebagai instrumen penting dalam penegakan tata tertib berlalu lintas. Instrumen yang dimaksud adalah peraturan dalam hal ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan jalan.
Untuk menciptakan tata tertib lalu lintas yang baik tentunya didukung juga dengan penindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pernyataan ini telah sangat jelas diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pada pasal 272 ayat (1) yang berbunyi “Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik”. Penggunaan peralatan elektronik merupakan sebagai salah satu wujud di dalam penerapan dan penegakan tata tertib lalu lintas. Salah satu bentuk penerapan atau penegakannya adalah penggunaan kamera ETLE dan Tilang Elektronik pada jalanan.
Bentuk Penerapan
Dalam penerapan dan penegakan tata tertib lalu lintas, tentunya harus lah didukung oleh semua pihak yang menggunakan sarana dan prasarana lalu lintas. Seperti hal nya pengemudi kendaraan di jalanan. Setiap orang yang mengemudikan kendaraannya baik sepeda motor dan mobil, hendaknya memiliki surat izin mengemudi (SIM). pernyataan ini juga sudah dipertegas di dalam pasal 77 ayat (1) dalam UU No 22 Tahun 2009 yang berbunyi “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikan.
Namun dalam penerapan dan penegakannya, terkadang pengguna jalanan dalam hal ini pengemudi kendaraan tidak melihat dan tidak menggunakan kendaraan dengan baik. Yang dimaksud dengan tidak menggunakan kendaraan dengan baik adalah tidak melengkapi atau tidak memakai perlengkapan kendaraan dengan baik. Ini bisa kita lihat langsung di sepanjang jalan kota medan, begitu banyak para pengendara yang masih tidak memakai helm, tidak menggunakan kaca spion, menggunakan knalpot racing dan lainnya. Ini tentunya merupakan salah satu bentuk penggunaan kendaraan yang tidak baik dan tidak sesuai dengan standar berkendara di jalanan.
Kehadiran UU No 22 Tahun 2009 ini tentu nya juga mengingatkan serta memberikan bentuk kepedulian terhadap pengguna jalanan terlebih pengendara. Pasal 51 ayat (1) telah menyatakan bahwa “setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalanan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor”. Berkaca dari aktivitas jalanan kota medan tentunya kita tidak pernah bosan melihat begitu banyak dan padatnya aktivitas jalanan yang meliputi kendaraan umum.
Kendaraan umum dalam hal ini yang sering disebut angkot, juga merupakan salah satu bentuk mengapa pentingnya penerapan dan penegakan UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan terhadap masyarakat terkhusus terhadap pengendara jalanan. Kendaraan umum dalam hal ini angkot, hendaknya harus beroperasi sesuai aturan. Jika kita lihat berdasarkan kacamata angkot di kota medan, masih ada dan cukup banyak angkot ini selalu beroperasi tidak sesuai dengan baik. Ini bisa kita lihat dengan masih banyak angkot yang masih melaju dengan ugal-ugalan, hingga memberhentikan atau menurunkan penumpang di tempat yang tidak sesuai, yang mana ini tentunya berdampak pada timbulnya kepadatan jalan hingga kemacetan. Tidak sedikit juga menimbulkan kecelakaan bagi pengendara lainnya juga.
Kehadiran UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ini, tentunya juga diharapkan dapat memberikan suatu dampak terhadap pengendara terkhususnya pengendara angkot di kota medan. Pengendara atau sopir angkot ini diharapkan dapat bersikap selayaknya sopir yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang. Salah satu bentuk sikap dan perilaku sopir ini adalah dengan menurunkan penumpang di trayek atau terminal atau di tempat yang tidak memungkinkan mengakibatkan kepadatan jalan hingga kemacetan.
Pernyataan ini juga telah dipertegas dalam pasal 36 yang menyatakan bahwa “setiap kendaraan angkutan umum dalam trayek wajib singgah di terminal”. Tentunya dalam menciptakan peraturan tata tertib lalu lintas yang baik dan aman hendaknya harus lah didukung dan diimplementasikan oleh semua khalayak ramai dalam hal ini terkhusus adalah pengguna jalanan atau pun pengendara kendaraan di jalanan.
Konklusi
Penggunaan Tilang Elektronik sebagai instrumen pendukung ketertiban lalu lintas nyatanya tidak memberikan dampak efektif untuk mengurangi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di Kota Medan karena kamera ETLE hanya dapat mendeteksi jenis-jenis pelanggaran tertentu. Pendayagunaan tilang eletronik yang ditujukan khususnya untuk mengurangi interaksi langsung antara polisi dan pelanggar lalu lintas yang bukan tidak mungkin dapat berujung dengan tindak pidana korupsi ini tidak dapat berfungsi maksimal jika dalam implementasi masih banyak masyarakat Kota Medan tidak memiliki kesadaran akan pentingnya berkendara dengan aman dengan mematuhi segala aturan yang ada.
Faktor substansi hukum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni Pasal 243 ayat (3) sab Pasal 272 yang hanya mengatur tentang penggunaan peralatan elektronik sebagai alat bukti pelanggaran lalu lintas di Pengadilan tidak memberikan pengaturan yang memadai tentang mekanisme atau prosedur penerapan tilang elektronik terhadap pelanggaran lalu lintas di jalan raya Kota Medan.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.