Pojok Pers

Koran : Market Oriented

Koran : Market Oriented
War Djamil (analisadaily/istimewa)

SETIDAKNYA dalam 15 tahun terakhir. Media cetak mengalami penurunan drastis dari sisi tiras dan jumlah pembaca. Dari sejumlah solusi ditawarkan kepada pemilik/penerbit media cetak, fokus orientasi pasar (market oriented) menjadi salah satu pilihan.

Alternatif ini bukan hal baru. Jika ditelaah, saat media masa dinyatakan memasuki industri pers, di sini mulai yang disebut bisnis secara lebih dominan. Artinya semula idealisme pers menjadi prinsip utama, ternyata disaingi fokus pendapatan (dana).
Tidak mengherankan, sejak itu secara besar-besaran pemilik/pengelola media melakukan kebijakan yang menghasilkan keuntungan (profit making).
Situasi era global saat itu menjadi dorongan kuat agar pihak media menggariskan kebijakan mengutamakan pasar. Meski saat bersamaan dipertanyakan publik dan pers sendiri : bagaimana sikap pers? Profit oriented dengan meninggalkan idealisme? atau dua prinsip itu diimplementasikan sekaligus?
Kini, dalam era digital. Tantangan makin berat dihadapi media cetak. Namun jika dicermati derap pers di dunia, saya ingin tetap menyatakan idealisme pers masih mampu dipertahankan. Meski, seirama dengan penerapan orientasi pasar. Buktinya?
Pertama, sejumlah media tetap taat pada etika profesi pers serta pada prinsip-prinsip saat lahirnya jurnalisme, antara lain membela kebenaran dan keadilan serta berpihak kepada rakyat. Populer disebut keberpihakan pers pada kalangan bawah (grassroot), sampai kini sebuah fakta. Sisi lain, sebagian pers sangat peduli pada sisi hak asasi manusia dengan penjabaran jurnalisme berbasis HAM.
Kedua, fungsi pengawasan pers, sesungguhnya perpanjangan tangan dari pengawasan publik (rakyat) tetap terwujud. Kontrol sosial (social control) menjadi hal penting, termasuk kritik konstruktif masih berlanjut. Pers masih konsisten dalam fungsi pengawasan publik.
Ketiga, keberpihakan pers dalam penegakan demokrasi tidak pernah luntur. Walau ada satu-dua media di mancanegara berpihak pada penguasa atau pihak tertentu lain, disebabkan pemilih media berada dalam "lingkaran" kekuasaan atau kepentingan khusus. Tetap saja media masih dominan menegakkan demokrasi.
Setidaknya tiga hal di atas, menggambarkan tentang pers mampu mempertahankan idealisme dalam operasional jurnalisme yang tertuang dalam sajian media massa. Mengenai orientasi pasar, sekarang berlangsung sangat signifikan, ternyata bagi sebagian besar media menjadi faktor penentu.
Artinya, jika pemasaran media masih memberi pemasukan dana memadai yakni pendapatan sedikit tersisa atas pengeluaran biaya produksi dan operasional, dianggap bolehlah. Itu bermakna, untung tipis sehingga koran masih bisa bertahan (survive).
Jadi, lumrah saat ini jika publik menyaksikan pengelola media dikaitkan dengan pertanyaan : "bagaimana media ini mendapat pemasukan wajar".
Jangan terkecoh. Kondisi prihatin ini bukan cuma melanda media cetak. Meski koran, tabloid dan majalah dalam kondisi anjlok. Ternyata mengelola radio dan televisi mengalami hal sama.
Kenyataan ada stasiun televisi beralih manajemen alias sudah dijual kepada pemilik lain. Sejumlah kru mencari media lain karena tidak diperkerjakan pihak manajemen baru.
Kalau begitu keadaannya, mesti pula pemilik/pengelola/penerbit media merekrut satu-dua ekonom andal guna penanganan pemasaran media. Sehingga kebijakan orientasi pasar dijabarkan dengan tepat. Dan, lanjutannya yakni profit making dilakukan secara jor-joran supaya kelangsungan hidup media terjamin.
Dalam kondisi seperti sekarang (koran prihatin), kini pemilik/penerbit harus berani bilang : "omong kosong media terbit dengan idealisme kokoh". Mengapa? Implementasinya sukar, tanpa dana operasional.
Itulah sebabnya. Kini media melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, atau kolaborasi. Tujuannya : program, konten atau sajian yang menguntungkan kedua pihak. Sponsor siapkan dana, media siapkan kolom/durasi, ruang untuk publikasi.
Memang populer saat ini media dengan sponsorship. Tak ada yang salah. Hal penting, media tetap mampu menjagai ndependensi dan sajian akurat. Itu saja.(Penulis Pemred Harian Analisa)

02 Jan 2025 21:38 WIB

Tahun 2025. Apa ?

16 Des 2024 22:04 WIB

Ditanyai Publik

Berita kiriman dari:

Baca Juga

Kolaborasi
18 Nov 2024 19:02 WIB

Kolaborasi

Rekomendasi