Analisadaily.com, Jakarta – Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, mengecam insiden penembakan yang diduga dilakukan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, Jumat, 24 Januari 2025.
Insiden tersebut menyebabkan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) meninggal dunia dan empat lainnya mengalami luka-luka.
Penrad mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus tersebut melalui jalur diplomatik.
Menurutnya, perlindungan terhadap seluruh WNI, termasuk pekerja migran, harus menjadi prioritas negara.
"Pemerintah Indonesia harus tegas dalam pengusutan peristiwa ini, dengan hubungan diplomatik antar negara sebagai kewajiban negara melindungi seluruh warga negaranya," kata Penrad dalam keterangannya, Selasa, 28 Januari 2025.
Ia menambahkan bahwa pekerja migran Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara. Oleh karena itu, perlindungan terhadap mereka tidak boleh diabaikan.
Selain meminta langkah diplomatik yang tegas, Penrad menyoroti perlunya penegakan aturan bagi lembaga atau agen yang mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri.
Menurutnya, banyak kasus pekerja migran yang berangkat tanpa dokumen lengkap karena lemahnya pengawasan dan tanggung jawab agen tenaga kerja.
"Agency yang mengirimkan pekerja ke luar negeri harus diawasi dengan ketat. Penegakan aturan terutama bagi agency yang mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri sehingga kasus-kasus serupa bisa diminimalisir atau tidak terjadi sama sekali," ujarnya.
Penrad berharap, dengan pengawasan yang lebih ketat dan regulasi yang ditegakkan secara konsisten, insiden tragis seperti ini dapat diminimalisir atau bahkan tidak terjadi lagi.
"Saya berharap pemerintah tidak hanya bereaksi dalam kasus ini, tetapi juga menjadikannya momentum untuk memperbaiki tata kelola perlindungan pekerja migran secara menyeluruh," ucap Pdt. Penrad Siagian.
Sebelumnya, Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyampaikan keprihatinannya terkait maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengorbankan jutaan pekerja migran Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024 lalu.
Penrad menyoroti ketidaksesuaian data pekerja migran antara World Bank dan BP2MI yang mencerminkan besarnya potensi pekerja ilegal menjadi korban perdagangan manusia.
Data World Bank tahun 2017 mencatat 9 juta WNI bekerja di luar negeri, sementara BP2MI hanya merekam 3,6 juta pekerja migran resmi.
Selisih 5,4 juta pekerja tersebut diindikasikan sebagai pekerja ilegal yang rentan menjadi korban perdagangan manusia dan tidak mendapat perlindungan negara.
"Sebanyak 5,4 juta anak bangsa kita ini tidak masuk dalam rekap perlindungan sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Mereka adalah korban karena tidak tercatat sebagai pekerja migran resmi," ungkap Penrad.
Penrad mencontohkan kasus terbaru seorang pemuda bernama Zidan Dzil Ikram (18) dari Tebingtinggi, Sumatra Utara, yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja.
Zidan berhasil dipulangkan melalui inisiatif pribadi Penrad setelah berkoordinasi dengan Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Santo Darmosumarto.
Penrad juga menyoroti lemahnya pemahaman pemerintah daerah terkait proses pengiriman tenaga kerja resmi ke luar negeri.
Ia menekankan perlunya strategi pencegahan di tingkat daerah untuk memutus rantai perdagangan manusia.
Di akhir, Penrad menegaskan bahwa kasus korban TPPO, Zidan Dzil Ikram (18) dan penembakan terhadap 5 orang WNI di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia tersebut memperlihatkan bukti kelemahan perlindungan negara terhadap para tenaga kerja.
"Sehingga tenaga kerja Indonesia di luar negeri sangat rentan mengalami kejadian-kejadian serupa dan kekerasan lainnya," ucap Penrad Siagian.