Panitia pusat biasanya gabungan unsur organisasi pers, lembaga dan wadah kewartawanan : Serikat Perusahaan Pers, Persatuan Perusahaan Periklanan (P3I), Serikat Grafika Pers(SGP). Juga Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan lain-lain.

HPN 2025 kemungkinan di dua lokasi. Mengapa ? Terkait dua kubu kepengurusan PWI Pusat. Yang satu, dengan Ketua Umum Hendry CH Bangun, pengurus hasil kongres di Bandung (September 2023) menetapkan HPN 2025 di Banjarmasin. Yang satu lagi, dengan Ketua Umum Zulmansyah Sekedang, pengurus hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Jakarta (pertengahan 2024) menentukan HPN 2025 di Pekanbaru.

Hal belum terjawab : Presiden RI hadir di kota mana ?. Sebab, acara puncak tingkat nasional biasanya dihadiri Presiden. Kali ini mungkin presiden tidak hadir di dua kota itu ?. Atau, kelak hanya semacam acara khusus atau resepsi di Istana Negara, di mana utusan dari dua kubu hadir ?. Semua masih tanda tanya.

Terkait HPN. Saya ingin menggarisbawahi 3 arti penting dari HPN tingkat nasional. Pertama, ini sebagai momentum berulang dalam menyatakan kekuatan dan potensi pers nasional yang kuat. Dan, tetap terus lahir komitmen pers nasional dalam pembangunan nasional, menegakkan demokrasi serta peningkatan fungsi dan peran pers secara prinsipil.

Kedua, pertemuan insan pers terdiri pemilik, tokoh dan wartawan se Indonesia menjadi forum mempertebal persaudaraan, persatuan dan kesatuan insan pers. Saling tukar pengalaman dan informasi bagi kemajuan media. Ini penting sehingga komunikasi terus berlanjut meski kembali ke daerah .

Ketiga, beberapa forum dalam acara itu seumpama Konvensi Media Massa, seminar serta dialog pers, dapat dipetik sejumlah sumbangsih pemikiran bagi perkembangan pers nasional. Khususnya, pengembangan media di daerah.

Saya beberapa kali menghadiri HPN tingkat nasional di Jakarta, Semarang, Denpasar, Banjarmasin, Bandung, Medan dan lain-lain. Selalu saya memilih acara konvensi, seminar dan dialog pers.

Dari tiga forum itu, para pembicara/nara sumber dan peserta membahas masalah, memberi bentuk-bentuk solusi serta mengungkapkan trik-trik yang mungkin diterapkan media.

Sungguh bermanfaat. Bagi saya, selain tiga arti penting di atas, ditambah butir-butir dipetik dari forum-forum itu, menjadi oleh-oleh tatkala pulang ke Medan.

Langkah berikut, pilih satu-dua hal yang coba diterapkan di media sesuai kondisi, kebutuhan dan kemampuan dana maupun sumber daya wartawan.

Kiranya persiapan singkat HPN 2025, dilakukan maksimal. Semoga tidak hanya kumpul-kumpul. Tidak cuma menikmati keindahan alam plus mencicipi masakan khas serta menyaksikan pentas seni budaya daerah. Kiranya lebih dari itu. Supaya kehadiran di HPN memberi makna, memberi arti tersendiri bagi peserta.

Dari sisi lain. Santer dibicarakan anggota PWI daerah. Tentang upaya rekonsiliasi saat HPN itu.

Boleh jadi ada yang ingin di-goal-kan seumpama konsolidasi organisasi plus legitimasi kepengurusan. Itu sah-sah saja. Namun pertanyaan lanjutan : Mungkinkah lahir semacam deklarasi damai dari dua kota itu ?

Atau,mungkin muncul inisiatif pemerintah (Kementerian Komdigi) atau Dewan Pers, kembali sebagai mediator. Langkah mediasi menuju satu PWI Pusat sesuai aturan organisasi PWI mengacu pada Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT PWI).

Sekali lagi. Mungkinkah ? Entahlah. Boleh optimis dan silakan pesimis. Kunci solusi tampaknya tetap pada konsistensi penerapan PD/PRT. Anggota PWI dari Pulau Weh (Aceh) sampai Papua, berharap dua kubu tak perlu berlama-lama. Ingat, taat pada PD/PRT hal prinsip. Jika tidak, eksistensi PWI meredup.

Jangan lupa. Publik sudah tahu hal ini. Publik bilang : itu hal menyedihkan. Karena PWI wadah wartawan tertua dan terbesar di Tanah Air. Jika satu, tentu HPN juga satu. Tidak di dua kota ...

Begitulah. Selamat ke HPN 2025.

Dirgahayu PWI! (Penulis adalah Pemred Harian Analisa)