Fakta Ilmiah: BPA Tidak Luruh ke dalam Air Minum Galon, Ini Temuannya (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Dalam diskusi dan temu pers yang digelar di Hotel Santika Medan pada Kamis (6/2), tim peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) mengungkapkan hasil penelitian terbaru mengenai keamanan air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Kelompok Studi Kimia Organik USU dan dipimpin oleh Prof. Dr. Juliati Tarigan, M.Si, Guru Besar Kimia Organik dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU.
"Penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada migrasi atau luruhan Bisphenol-A (BPA) ke dalam air minum, bahkan setelah galon terpapar sinar matahari selama beberapa hari," tutur Dr Juliati Tarigan dalam dialog dan temu pers.
Di tengah kekhawatiran masyarakat mengenai kemungkinan migrasi Bisphenol-A (BPA) dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum, penelitian terbaru dari Universitas Sumatera Utara (USU) memberikan kepastian bahwa BPA tidak terdeteksi dalam air minum kemasan galon, meskipun terpapar sinar matahari dalam jangka waktu tertentu.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada luruhan atau migrasi BPA pada semua sampel yang diuji, baik yang disimpan dalam kondisi normal maupun yang terpapar sinar matahari selama lima hingga sepuluh hari.
Prof. Juliati menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air minum kemasan galon berbahan polikarbonat karena penelitian ini telah membuktikan keamanannya.
Penelitian ini dilakukan dengan menguji empat merek air minum dalam kemasan galon yang populer di Kota Medan, terdiri dari dua merek nasional, yaitu AQUA dan Prima, serta dua merek lokal, yaitu Amoz dan Himudo. Sampel dari setiap merek diambil dari tiga titik distribusi berbeda, dengan kondisi penyimpanan yang beragam, yaitu tidak terpapar sinar matahari, terpapar sinar matahari selama lima hari, dan terpapar sinar matahari selama sepuluh hari.
Pengujian dilakukan dengan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC), sebuah instrumen canggih yang mampu mendeteksi BPA hingga level mikrogram per liter.
Untuk memastikan keakuratan, penelitian ini dilakukan dengan metode triplo, yaitu dengan tiga kali pengujian pada setiap sampel. Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak ada kandungan BPA yang terdeteksi dalam air galon yang diuji, meskipun telah terpapar sinar matahari dalam jangka waktu tertentu.
Kekhawatiran masyarakat bahwa BPA dapat luruh ke dalam air minum akibat paparan panas matahari juga terbantahkan dalam penelitian ini. Prof. Juliati menjelaskan bahwa BPA memiliki titik leleh yang sangat tinggi, yaitu 159 derajat Celsius. Sementara itu, suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celsius.
"Dengan demikian, tidak ada kemungkinan BPA berpindah dari kemasan ke air minum dalam kondisi penyimpanan normal," ujarnya.
Dari segi kesehatan, Dr. dr. Brama Ihsan Sazli, Sp.PD-KEMD, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan endokrinologi dari Fakultas Kedokteran USU, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, diabetes, atau obesitas.
Dr. Brama juga menambahkan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk mengurai zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Jika ada BPA yang terserap, hati akan mendetoksifikasi zat tersebut sebelum akhirnya dikeluarkan melalui urin dan feses.
"Oleh karena itu, klaim bahwa air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat dapat memicu masalah kesehatan seperti gangguan metabolik, kanker, atau diabetes tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat," jelasnya.
Sebagai penutup, Prof. Juliati menekankan pentingnya masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berbasis penelitian ilmiah dalam menyikapi isu-isu kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat dan meluruskan berbagai misinformasi terkait dampak BPA. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir dalam mengonsumsi air minum kemasan galon yang telah terbukti aman.
(JW/RZD)