Menteri ATR/BPN Dipuji, Kejagung Disorot! Penrad

Menteri ATR/BPN Dipuji, Kejagung Disorot! Penrad
Menteri ATR/BPN Dipuji, Kejagung Disorot! Penrad (Analisadaily/istimewa)

Anakisadaily.com, Jakarta - Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, mengungkap dugaan kriminalisasi yang dilakukan korporasi terhadap masyarakat Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun, serta tindakan serupa oleh PTPN III terhadap masyarakat Desa Gurilla, Kota Pematangsiantar.

Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I DPD RI dengan Wakil Jaksa Agung, Feri Wibisono di Ruang Rapat Sriwijaya pada Selasa, (11/2/2025).

Dalam forum tersebut, Penrad Siagian mengingatkan aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung, bahwa sebagai bagian dari pemerintah, mereka memiliki kewajiban membela hak-hak konstitusional warga negara.

Ia menyoroti penerapan Restoratif Justice yang dinilainya tidak berjalan adil bagi masyarakat kecil.

"Restoratif Justice di lapangan hampir tidak berlaku ketika masyarakat kecil yang menjadi subjek kasus. Ketika terjadi kriminalisasi dan perampasan tanah oleh korporasi, laporan masyarakat sering diabaikan, sementara ketika korporasi mengadu, proses hukum langsung berjalan," ujar Penrad dalam keterangannya, Rabu (13/2/2025).

Penrad menyoroti kasus agraria di berbagai daerah, termasuk Sumatra Utara, Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, di mana masyarakat adat kehilangan tanah leluhur mereka akibat konsesi kepada korporasi.

Ia menegaskan bahwa sebelum republik ini berdiri, masyarakat adat sudah lebih dulu mendiami wilayah tersebut.

"Apakah semua yang berstatus hutan boleh diberikan konsesi kepada korporasi, sementara ada komunitas adat di sana? Berdasarkan peraturan perundang-undangan, seharusnya tidak," tegasnya.

Penrad juga mengkritik kinerja kejaksaan dalam kasus lingkungan hidup dan agraria, di mana aparat hukum lebih cenderung menindak rakyat kecil dibanding korporasi.

Ia bahkan menyatakan tidak mengapresiasi klaim 70% kepuasan publik terhadap kejaksaan karena pengalaman masyarakat menunjukkan sebaliknya.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, ia berencana menyerahkan daftar nama jaksa yang diduga terlibat dalam kriminalisasi terhadap masyarakat kecil.

Merespons pernyataan Wakil Jaksa Agung tentang upaya bersih-bersih di institusi kejaksaan, Penrad menegaskan bahwa isu yang lebih mendasar adalah keberpihakan aparat terhadap rakyat kecil.

"Ini bukan soal bersih-bersih. Ketika korporasi menuntut masyarakat adat, jaksa langsung menuntut empat tahun. Tetapi ketika masyarakat dipukuli dan berjuang mempertahankan tanahnya, kejaksaan maupun polisi tidak bertindak!" pungkasnya.

*Apresiasi terhadap Menteri ATR/BPN Nusron Wahid*

Di hari yang sama, Komite I DPD RI juga menggelar rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid beserta jajaran.

Pada kesempatan itu, Senator asal Sumatra Utara ini menyampaikan catatan secara langsung kepada Menteri ATR/BPN terkait beberapa persoalan yang ada di dapilnya.

Selain mengkritik aparat penegak hukum, Penrad Siagian juga memberikan apresiasi kepada Menteri ATR/BPN Nusron Wahid atas langkah cepat dalam menangani kasus reforma agraria di Tanah Air.

Ia menilai kebijakan pro-rakyat perlu mendapat dukungan, terutama terkait penataan ulang penguasaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan.

"Saya mau mengapresiasi kerja cepat Pak Menteri beserta jajaran dalam menyelesaikan kasus yang sedang viral soal pagar laut. Kebijakan-kebijakan yang pro dengan kepentingan rakyat penting untuk diapresiasi," katanya.

Penrad menegaskan bahwa konflik agraria dan pertanahan menjadi problem besar di seluruh Indonesia.

Menurutnya, hampir 45% kawasan pemukiman desa di Indonesia masih berstatus kawasan hutan. Di Sumatra Utara sendiri, dari lebih dari lima ribu desa, hampir dua ribu masih berada dalam kawasan hutan.

"Ini menjadi salah satu alasan banyaknya konflik pertanahan di berbagai daerah. Banyak desa digusur karena tidak memiliki sertifikat, bukan karena tidak mau mengurus, tetapi karena terbentur status lahan yang masih dianggap hutan," ungkapnya.

Ia menyoroti praktik perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk mendapatkan konsesi lahan, yang sering berujung pada penghilangan hak masyarakat adat.

"Ada perusahaan yang memanfaatkan situasi ini. Desa-desa yang masih berstatus kawasan hutan tiba-tiba diklaim oleh korporasi, lalu mereka meminta Kementerian Kehutanan membebaskan lahan, dan setelah itu meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengubahnya menjadi Hak Guna Usaha (HGU). Ini skema yang sering terjadi, dan harus segera diselesaikan," tegasnya.

Penrad menilai, reforma agraria yang digaungkan oleh Presiden Prabowo dan dijalankan oleh Menteri Nusron Wahid adalah langkah tepat untuk menyelesaikan masalah pertanahan di Indonesia.

"Reforma agraria bukan hanya soal membagikan tanah, tetapi juga menata ulang sistem penguasaan dan pemanfaatan tanah agar lebih berkeadilan. Ini adalah solusi jangka panjang yang harus didukung," ujarnya.

Dengan demikian, Penrad berharap langkah-langkah konkret dari Kementerian ATR/BPN dapat segera menyelesaikan berbagai konflik agraria yang terjadi di Tanah Air, sekaligus memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat, terutama mereka yang tinggal di desa-desa yang masih berstatus kawasan hutan

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi