Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Sasmito mengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak oleh VOA Indonesia ke Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan dilakukan setelah Sasmito melakukan proses sengketa ketenagakerjaan mulai dari bipartit hingga tripartit. Namun, VOA Indonesia tidak menjalankan rekomendasi Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Pusat.
“Ini bukan hanya soal hak ekonomi, tapi perlu ada perubahan kebijakan sehingga perusahaan media asing yang beroperasi di Indonesia mau memenuhi kesejahteraan dan keselamatan jurnalis di Indonesia,” ujar Sasmito saat menggelar aksi bersama sejumlah jurnalis di depan kantor VOA Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (19/2).
Sasmito menerangkan PHK sepihak dilakukan diduga sebagai bentuk reaksi dari VoA Indonesia terhadap keberpihakan serta kerja-kerja advokasi kemanusiaan yang dilakukan secara konsisten oleh Sasmito.
“Perbedaan sikap terhadap sejumlah isu tersebut dinilai sebagai salah satu alasan dilakukannya PHK sepihak,” katanya.
Staf Divisi Ketenagakerjaan AJI Jakarta, Bethriq Kindy Arrazy, menilai PHK sepihak yang dilakukan VoA Indonesia tidak hanya melanggar prinsip keadilan dan hak-hak pekerja, tetapi juga mengancam kebebasan pers yang menjadi pilar penting dalam demokrasi.
“Ini miris sekali media yang berasal dari Amerika Serikat yang notabene menganut demokrasi liberal melakukan praktik PHK yang sangat jauh dari nilai demokratis,” kata Bethriq.
Kindy menyayangkan proses PHK yang dilakukan VoA Indonesia dilakukan tak hanya secara sepihak, melainkan juga secara otoriter. Bila Sasmito dianggap menyalahi peraturan perusahaan, seharusnya Sasmito diperiksa sekaligus diberikan haknya untuk membela diri.
“Perbedaan pandangan yang tidak dikomunikasikan dengan yang bersangkutan (Sasmito) yang menurut kami merupakan cara sewenang-wenang,” ujarnya.
Di sisi lain, usai melakukan PHK sepihak Sasmito justru tidak mendapatkan hak normatif seperti pesangon. Bahkan, sejak Sasmito menjadi jurnalis VoA Indonesia pada Juli 2018, Sasmito tidak mendapatkan hak normatif lainnya seperti Tunjangan Hari Raya (THR), BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun Sasmito dan sejumlah jurnalis telah berjuang agar VOA Indonesia memberikan hak normatif seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta upah layak.
“Pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan juga bagian dari pelanggaran hak asasi manusia,” katanya.
Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, menerangkan pelanggaran lain yang dapat teridentifikasi adalah pelanggaran terhadap status kerja. Sampai dengan tahun keenam Sasmito berkontribusi di VoA Indonesia, jenis perjanjian kerja yang diberikan hanya berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Hal tersebut merupakan pelanggaran hak ketenagakerjaan sebagaimana yang termaktub pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021), yang menyatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu dapat dibuat paling lama sampai dengan 5 (lima) tahun.
“Dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, status kerja Sasmito seharusnya sudah beralih menjadi pekerja tetap. Dengan begitu, Sasmito seharusnya berhak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja tetap sebagaimana yang diatur pada Peraturan Perundang-undangan, ujarnya.
Hal ini juga diperkuat dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 59 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.233/Men/2003, pekerjaan di bidang media massa tidak dapat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) secara terus-menerus.
Mustafa menambahkan jurnalis Indonesia yang bekerja pada media asing memiliki tantangan yang harus segera diselesaikan. Termasuk pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan yang terkadang tidak dipenuhi sebagaimana ketentuan UU Ketenagakerjaan di Indonesia.
“Pemerintah harus memberi perlindungan terhadap para jurnalis yang menjalankan tugas berat memastikan masyarakat memperoleh hak atas informasi,” pungkasnya.
(CSP)