
Zeira Salim Ritonga (analisadaily/istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kalangan DPRD Sumut mengingatkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Nusron Wahid agar tidak ragu-ragu mengambil-alih 3,7 juta hektare lahan sawit bermasalah, karena kalau dibiarkan akan terus mengalami kerugian besar bagi negara. Termasuk persoalan HGU yang tidak aktif di Sumatera Utara.
"Menteri ATR/BPN melalui Satgas Sawit telah melakukan penertiban 1,1 juta hektare lahan sawit yang bermasalah. Seharusnya kebijakan itu diikuti Kanwil BPN Sumut dengan sesegera mungkin menyita atau mengambil-alih untuk negara 221 HGU perkebunan yang tidak aktif di Sumut," tegas Zeira Salim, kepada wartawan, Senin (24/2/2025).
Seperti diketahui, kata Zeira, dari data yang disampaikan BPN Sumut ke lembaga legislatif, dari 221 HGU yang tidak aktif, yang paling banyak berada di Kabupaten Deliserdang sejumlah 128b HGU, Asahan 24 HGU, Kabupaten Langkat 31 HGU dan Serdangbedagai 10 HGU.
Menurut Zeira, lahan-lahan yang disita ini nantinya bisa saja dapat dialihkan untuk penggunaan lain yang lebih produktif, seperti pengembangan produk pangan atau energi terbarukan, yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dan energi negara atau didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama yang terkena dampak atas masalah lahan tersebut.
Dengan langkah ini, sebut Bendahara DPW PKB Sumut ini, negara dapat mengurangi kerugian ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh pengelolaan lahan sawit yang tidak terkendali, sambil berpotensi meningkatkan manfaat ekonomi secara keseluruhan. Anggota DPRD Sumut lainnya, Viktor Silaen, mengaku, pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Kelapa Sawit telah melakukan penertiban pada 1,1 juta hektare lahan sawit yang bermasalah dan sisanya juga perlu segera ditertibkan atau diambil-alih oleh negara, agar kerugian negara tidak terus berlarut-larut.
Menurut Viktor, jika lahan sawit bermasalah ini berhasil disita untuk negara, tentunya akan meningkatkan pendapatan negara, dari sektor pertanian dan perkebunan, karena dapat dikelola atau dijual kembali lahan tersebut untuk kepentingan ekonomi, baik melalui pengelolaan langsung atau dengan membuka peluang investasi yang sah.
"Penyitaan ini juga dapat mengurangi praktik ilegal perkebunan kelapa sawit seperti klaim lahan yang tidak sah atau penggunaan lahan tanpa izin yang benar. Efeknya, tentu sangat positif, karena akan tercipta lingkungan usaha yang lebih transparan dan sah," sebut Viktor.
Lahan yang disita juga dapat dimanfaatkan untuk program redistribusi tanah kepada masyarakat yang membutuhkan atau untuk proyek-proyek pembangunan yang dapat menguntungkan masyarakat luas, terutama di daerah-daerah yang terkena dampak dari masalah lahan tersebut.(NAI/NAI)