Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan, Senin (10/3). (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Banyak keluhan masyarakat di Kota Medan terkait ketidakjelasan kebijakan pertanahan, termasuk informasi yang beredar mengenai tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun akan diambil negara. Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta untuk memberikan penjelasan supaya warga tidak ada informasi yang simpang siur.
"Ini sangat meresahkan warga. Kami ingin penjelasan resmi dari BPN agar masyarakat tidak bingung dan tidak ada kesimpangsiuran informasi," tegas Wakil Ketua Komisi I DPRD Medan, Muslim Harahap Muslim Harahap saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPN Kota Medan, Senin (10/3).
Tidak hanya itu, sejumlah wakil rakyat juga menyoroti kebijakan sertifikat tanah digital, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), hingga permasalahan tanah wakaf dan grand sultan di Medan Maimun
Anggota Komisi I DPRD Medan, Saiful Bahri, menyoroti pentingnya transparansi dalam kebijakan pertanahan. Ia menilai, banyak program yang diluncurkan pemerintah pusat, namun implementasinya di daerah masih menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
Contohnya, kata dia, kebijakan sertifikat tanah digital. Masyarakat bertanya-tanya, apakah sertifikat fisik yang mereka miliki masih berlaku? Bagaimana proses transisi ke sertifikat digital? Apakah sertifikat digital bisa digunakan untuk agunan di bank?
"Ini harus dijelaskan dengan gamblang oleh BPN," pinta Saiful.
Menurut dia, kurangnya sosialisasi dari BPN membuat masyarakat bingung dan berpotensi merugikan mereka dalam urusan pertanahan. Saiful pun meminta agar BPN tidak hanya bekerja secara administratif, tetapi turun ke lapangan untuk memberikan pemahaman.
"Kami ingin BPN tidak hanya bekerja di belakang meja. Jangan sampai ada masyarakat kehilangan haknya hanya karena kurangnya informasi terkait kebijakan pertanahan," tambahnya.
Saiful Ramadhan, anggota Komisi I, menyoroti persoalan tanah wakaf yang hingga kini masih banyak belum bersertifikat. Dia menegaskan pentingnya percepatan sertifikasi tanah wakaf agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
"Padahal, ini sangat penting untuk kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa di masa depan. Kami ingin BPN memberikan perhatian lebih pada hal ini," jelas Saiful.
Masalah tanah di kawasan Medan Maimun juga menjadi perhatian. Banyak warga yang sudah puluhan tahun menempati tanah di kawasan tersebut, tetapi tidak bisa mendapatkan sertifikat kepemilikan karena masih berstatus grand sultan.
Kata Saiful, ini menjadi persoalan yang berkepanjangan. Sehingga dia ingin BPN mencari solusi agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati.
Hoaks
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Medan, Saut Simarmata, memastikan informasi penyitaan tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun adalah tidak benar atau hoaks.
"Kami tegaskan informasi tersebut tidak benar. Tidak ada aturan yang menyebutkan tanah yang tidak bersertifikat dalam dua tahun akan langsung diambil negara. Yang ada adalah anjuran untuk segera mendaftarkan tanah agar mendapatkan kepastian hukum," jelas Saut.
Saut kemudian memastikan bahwa sertifikat dalam bentuk digital tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat fisik dan tetap dapat digunakan sebagai agunan di bank.
"Sertifikat digital adalah bagian dari modernisasi sistem pertanahan. Bank tetap menerima sertifikat ini sebagai jaminan. Kami pastikan hak kepemilikan masyarakat tetap terlindungi," katanya.
Sementara terkait tanah wakaf dan tanah grand sultan, ia berjanji akan bekerja sama dengan berbagai pihak mencari solusi terbaik agar masyarakat mendapatkan hak mereka tanpa melanggar aturan yang ada.
(DEL)