Pabrik Gula: Perbaikan dalam Saga Horor SimpleMan yang Menjanjikan, Meski Masih Punya Kekurangan

Pabrik Gula: Perbaikan dalam Saga Horor SimpleMan yang Menjanjikan, Meski Masih Punya Kekurangan
Pabrik Gula: Perbaikan dalam Saga Horor SimpleMan yang Menjanjikan, Meski Masih Punya Kekurangan (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Film Pabrik Gula mungkin tidak masuk dalam jajaran film horor terseram tahun ini, tetapi jelas merupakan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan film-film sebelumnya seperti KKN di Desa Penari (2022) dan Badarawuhi di Desa Penari (2024). Dibandingkan dengan dua film horor dari MD Pictures tersebut, Pabrik Gula menunjukkan pengembangan yang lebih matang dan terstruktur dalam cerita yang diadaptasi dari karya SimpleMan.

Penulis Lele Laila berhasil menyesuaikan cerita agar lebih mudah dipahami oleh penonton, meskipun beberapa elemen cerita berbeda dari versi aslinya. Lele berusaha untuk menggali inti dari kisah-kisah viral yang sebelumnya telah dikisahkan dalam thread SimpleMan, dan mengembangkannya dengan cara yang tetap menjaga esensi dan pesan cerita tersebut. Keputusan ini bisa dimaklumi mengingat cerita dari thread SimpleMan tentang pabrik gula cukup panjang dan rumit, sehingga dibutuhkan penataan ulang agar penonton dapat mengikuti alur cerita dengan lebih mudah.

Sutradara Awi Suryadi juga berhasil memberikan sentuhan visual yang kuat dalam film ini. Ia tidak hanya mengubah tulisan Lele Laila menjadi gambar bergerak, tetapi juga memiliki visi yang jelas tentang bagaimana film ini harus disajikan. Dalam hal teknis, sinematografer Arfian memberikan kontribusi besar dengan pengambilan gambar yang nyaman di mata dan pencahayaan yang sangat mendukung atmosfer gelap dalam cerita.

Penampilan aktor-aktor dalam film ini, terutama Benedictus Siregar dan Arif Alfiansyah, cukup berkesan meskipun dialog mereka terbilang sederhana. Kehadiran keduanya memberikan nuansa kocak yang membantu menjaga ritme film dan menghindari kebosanan. Namun, meskipun mereka memberikan warna tersendiri, beberapa adegan mereka masih terasa sedikit berlebihan.

Salah satu kelemahan dari Pabrik Gula adalah penggunaan scoring yang terlalu dominan. Musik latar yang berlebihan sering kali muncul pada momen yang sebenarnya tidak memerlukan dukungan musik, yang justru menurunkan tingkat kengerian dari cerita. Ini mirip dengan apa yang terjadi dalam film Kuasa Gelap (2024), di mana scoring yang berlebihan mengurangi intensitas film. Beberapa adegan memang memiliki tata musik yang baik, tetapi secara keseluruhan, penggunaan musik sering kali mengganggu ketegangan yang dibangun dalam cerita.

Cerita dalam Pabrik Gula juga terkadang terasa tidak konsisten. Beberapa bagian cerita terasa membosankan dan bertele-tele, sementara bagian lainnya mampu menarik perhatian penuh penonton. Meskipun demikian, sebagai sebuah film adaptasi yang merupakan kelanjutan dari semesta SimpleMan, Pabrik Gula tetap patut dijadikan pijakan untuk proyek-proyek horor MD Pictures di masa depan.

Bagi MD Pictures, ini saatnya untuk berani mengeksplorasi gaya penceritaan dan pengolahan cerita horor yang lebih segar, bukan hanya mengandalkan aspek marketing. Dengan penggarapan cerita yang lebih matang, film-film mendatang berpotensi untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar dan lebih banyak rekomendasi dari penonton, alih-alih hanya mengandalkan pengaruh media sosial. (CW1)

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi