Seorang anak duduk termenung diantara puing-puing bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara, Palestina (29/1/2025). (ANTARA/Xinhua/Abdul Rahman Salama/aa)
Analisadaily.com, Ankara - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina melaporkan bahwa 420.000 warga Palestina kembali mengungsi di Gaza sejak 18 Maret 2025, menyusul pelanggaran Israel terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Dalam sebuah pernyataan, badan tersebut memperingatkan bahwa bantuan kemanusiaan dan pasokan belum memasuki Jalur Gaza sejak 2 Maret 2025, ketika Otoritas Israel memberlakukan pengepungan.
“Ini sudah tiga kali lebih lama dibandingkan yang diberlakukan pada Oktober 2023 saat perang dimulai,” isi pernyataan itu pada Jumat (18/4).
Dilansir dari Antara, Sabtu (19/4), UNRWA mencatat setidaknya 20 perintah pengungsian dikeluarkan oleh militer Israel antara 18 Maret hingga 14 April, secara total, yang mengakibatkan sekitar 69 persen wilayah Jalur Gaza berada di bawah perintah pengungsian aktif, berada dalam zona ‘terlarang’ atau keduanya.
Badan tersebut memperkirakan hampir 420.000 orang telah mengungsi kembali sejak gagalnya gencatan senjata.
UNRWA juga menyatakan bahwa pengeboman yang dilanjutkan dan pembatasan total terhadap bantuan sangat menghambat kemampuan lembaga kemanusiaan untuk merespons kebutuhan mendesak—terutama makanan, air bersih, sanitasi, tempat tinggal, dan pasokan medis.
Israel melanjutkan serangannya di Gaza pada 18 Maret, mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan.
Lebih dari 51.000 warga Palestina terbunuh di Gaza dalam serangan brutal Israel sejak Oktober 2023, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November lalu terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya, Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkannya terhadap wilayah kantong Palestina tersebut.
(ANT/CSP)