
Analisadaily.com- Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Belawan merespons cepat aduan dugaan pelanggaran penimbunan pesisir di anak Sungai Paluh Puntung Belawan, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.
Kepala Stasiun PSDKP Belawan Muhamad Syamsu Rokhman menyampaikan bahwa tim Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) Stasiun PSDKP Belawan bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kota Medan turun langsung di lokasi penimbunan, Selasa (13/5/2025).
“Sebelumnya, kami menerima pengaduan langsung dari masyarakat dan KNTI Kota Medan perihal dugaan aktivitas penimbunan yang telah merugikan petambak di pesisir Belawan,” terang Syamsu.
Syamsu melanjutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, lokasi penimbunan anak Sungai Paluh Puntung berada di bawah garis pantai 1.13 NM atau dua kilometer di bawah garis pantai yang berarti lokasi tersebut masuk rezim wilayah darat.
Dalam penelusuran yang dilakukan pada website ATR BPN, PT. STTC selaku penanggung jawab aktivitas penimbunan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) area lokasi, sementara terkait izin lingkungan (Amdal) perusahaan kegiatan penimbunan ini sedang didalami.
"Kami telah melayangkan surat kepada PT STTC untuk memberikan klarifikasi terkait kegiatan yang diadukan nelayan termasuk kelengkapan izin lingkungan berupa analisis dampak lingkungan (Amdal) kegiatan penimbunan ,” terang Syamsu.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Stasiun PSDKP Belawan berkoordinasi dengan BPDAS Wampu Sei Ular Kementerian Kehutanan pada 14 Mei 2025 yang menyatakan bahwa "terhadap lokasi penimbunan yang dilakukan PT. STTC harus dipelajari dulu status kawasannya. PT. STTC yang melakukan penimbunan kemungkinan berada di luar kawasan hutan, karena instansinya rutin melakukan pengawasan di kawasan penggunaan kawasan hutan, kalau di luar kawasan tidak akan termonitor. Seharusnya apabila ada kegiatan reklamasi atau kegiatan yang mengubah bentang alam wajib memiliki AMDAL"
Berdasarkan analisa citra satelit google earth dan hasil koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera II Medan (BBWS), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR bahwa daerah yang dipermasalahkan oleh KNTI merupakan daerah rawa yang ditimbun dan bersertifikat (SHM). Daerah rawa tersebut yang saat pasang tinggi air laut sebagai tempat masuknya air dan saat ini sudah tertutup timbunan tanah. Ada beberapa tambak pembudidaya ikan di sekitar lokasi tersebut yang tentunya sedikit banyak terdampak kegiatan penimbunan tersebut
Dijelaskan Syamsu, pihaknya segera melakukan rapat membahas permasalahan ini dengan melibatkan instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera II Medan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu Sei Ular, dan Kantor ATR/BPN Kota Medan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal PSDKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) berkomitmen bahwa negara hadir untuk melindungi nelayan, sehingga Ditjen PSDKP tidak akan tinggal diam apabila terdapat indikasi pelanggaran yang menimbulkan kerugian.