Ilustrasi (Pixabay)
Analisadaily.com, Medan - Volume ekspor karet alam asal Sumatera Utara (Sumut) pada April 2025 tercatat sebesar 20.799 ton, mengalami penurunan sebesar 4,00% secara bulanan (MoM) dibandingkan dengan Maret 2025 yang mencapai 21.666 ton.
Meski demikian, dibandingkan periode yang sama tahun lalu (April 2024), volume ini masih menunjukkan kenaikan sebesar 16,33% dari sebelumnya 17.878 ton.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah mengatakan, penurunan ini menandakan tantangan yang belum usai bagi sektor karet alam di Sumut, di mana volume ekspor masih jauh dari kondisi normal bulanan yang idealnya dapat mencapai 42.000 ton.
“Penurunan pasokan dari hulu, fluktuasi harga global, serta hambatan regulasi ekspor menjadi faktor utama yang menekan performa bulan April ini,” kata Edy, Kamis (29/5).
Faktor Penurunan: Produksi Terganggu dan Harga Melemah
Disebutkan Edy, kondisi cuaca yang tidak menentu turut mempengaruhi aktivitas produksi. Meskipun secara kalender sudah memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah kebun karet justru masih diguyur hujan.
“Hal ini menyebabkan petani enggan menyadap, karena hasil lateks tidak optimal. Selain itu, sejak awal April, harga jual karet cenderung turun, membuat petani semakin kehilangan motivasi untuk berproduksi,” bebernya.
Harga rata-rata karet alam SICOM TSR20 pada April 2025 hanya mencapai 171,15 sen AS/kg, turun tajam dari 198,21 sen AS/kg pada Maret. Hingga 7 Mei 2025, harga belum menunjukkan pemulihan signifikan dan ditutup pada 170,5 sen AS/kg.
Dari sisi pasar, ekspor ke Amerika Serikat mulai terdampak oleh penerapan tarif dasar impor, yang sudah memengaruhi pengapalan sejak April.
Tekanan tambahan juga datang dari ketidakpastian global menjelang implementasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku 30 Desember 2025, menuntut seluruh produk berbasis karet harus berasal dari rantai pasok bebas deforestasi.
Negara Tujuan Ekspor dan Kontribusinya
Pada bulan April 2025, ekspor dari Sumatera Utara menjangkau 31 negara tujuan. Jepang masih menjadi pasar utama dengan kontribusi 35,01%, disusul Amerika Serikat (15,53%), China (9,14%), Brasil (7,57%), dan Kanada (5,44%).
Sementara itu, ekspor ke kawasan Eropa mencakup 12 negara, yaitu: Spanyol (1,94%), Polandia (1,65%), Luksemburg (1,55%), Italia (0,87%), Rumania (0,87%), Belgia (0,64%), Prancis (0,58%), Bulgaria (0,58%), Jerman (0,58%), Slovenia (0,48%), Rusia (0,18%), dan Finlandia (0,10%).
“Secara keseluruhan, ekspor ke Eropa menyumbang 10,51% dari total ekspor April, lebih rendah dibandingkan Maret yang sempat mencapai 12,73%,” sebut Edy.
Mendorong Adaptasi dan Keberlanjutan
Seiring semakin dekatnya implementasi EUDR, traceability (ketertelusuran) dan kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan akan menjadi kunci untuk menjaga akses pasar ke Eropa. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, industri, dan petani untuk memetakan kebun dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya praktik ramah lingkungan.
Langkah-langkah untuk menjaga keberlanjutan pasokan dan mendukung harga produsen juga perlu terus dikembangkan.
“Dukungan bagi petani kecil, perbaikan sistem logistik, serta peningkatan produktivitas dari kebun menjadi agenda penting ke depan agar ekspor karet Sumatera Utara dapat kembali ke tren positif secara berkelanjutan,” Edy menandaskan.
(RZD)