Ekspor Karet Sumut Turun Tajam Akibat Pasokan Bokar Semakin Ketat

Ekspor Karet Sumut Turun Tajam Akibat Pasokan Bokar Semakin Ketat
Ilustrasi - karet (Analisadaily/Istimewa/Dok: Gapkindo Sumut)

Analisadaily.com, Medan - Volume ekspor karet alam asal Sumatera Utara (Sumut) pada Februari 2024 sebesar 20.285 ton, turun 21,37% MoM dibanding bulan sebelumnya. Secara YoY bila dibanding Februari 2023, terjadi penurunan sebesar 26.28%.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah mengatakan, bila melihat rata-rata normal bulanan sekitar 42 ribu ton terlihat kinerja ekspor karet Sumut terus melemah.

“Penurunan ini dipicu semakin terbatasnya ketersediaan bahan olah karet (bolar) sebagai bahan baku industri pengolahan karet, khususnya untuk produksi karet remah (crumb rubber),” kata Edy, Selasa (26/3).

Ekspor pada pengapalan Februari 2024, ada 28 negara tujuan ekspor, adapun lima posisi teratas adalah 1) Jepang 32,25%; 2) Amerika Serikat 9,87%; 3) Canada 9,05%; 4) Brazil 7,35%; dan 5) Tuki 7,16%.

Berkurangnya pasokan bokar saat ini selain akibat adanya konversi kebun karet ke komoditi lainnya, juga dipengaruhi musim kemarau di mana secara umum saat ini produksi karet di area Sumut sedang berada pada puncak penurunan produksi.

“Keadaan ini diperberat akaibat sumber bokar impor dari Afrika saat ini sudah dilarang ekspor, kalaupun masih ada untuk meneyelesaikan kontrak lama,” Edy menerangkan.

Saat ini sudah ada perbaikan harga dibandingkan bulan lalu. Harga rata-rata bulanan untuk Maret karet TSR-20 sampai tanggal 25 di bursa berjangka Singapura sebesar 164,22 sen AS per kg atau naik 8,72 sen dibandingkan rata-rata Februari.

Kenaikan harga ini dipicu oleh semakan terbatasnya ketersediaan bahan baku baik di Indonesia maupun negara produsen utama karet lainnya. Kenaikan harga yang terjadi saat ini kurang dirasakan oleh petani karena hasil panenannya menurun tajam akibat musim kemarau.

“Produksi bahan baku karet pada Maret ini diperkirakan masih terganggu di mana sedang memasuki puncak penurunan produksi,” pungkasnya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi